"Mau menjelaskan semuanya?"
Sunset terlihat sangat cantik saat di lihat dari rooftop seperti ini. Setidaknya jika Jiho melupakan apa yang sudah di lakukan Jung Jaehyun itu.
Apalagi, Kim Mino datang bersamaan saat Jiho saling beradu pandang dengan Jaehyun.
"Aku bilang aku tidak suka kalau kamu dekat-dekat dengan Kim Mino. Itu saja," kata Jaehyun bersikeras, mengusap wajahnya frustasi.
"Cemburu namanya,"
"BUKAN!"
Jiho mendengus pelan, lagi-lagi pria ini mengucapkan kalimat yang sama.
"Jangan ngegombal. Zaman sekarang sudah nggak laku yang seperti itu."
"Ya sudah, terserah. Yang pasti aku jujur,"
Pria jangkung itu bersiap membalikkan tubuhnya. Tapi, demi lubuk hatinya yang paling mendasar, membuatnya kembali menghadap Jiho dan menatap gadis tersebut dengan tajam.
"Sahabatmu, Kim Seunghee."
Jiho sudah bersiap-siap akan mengomeli makhluk yang satu ini karena sudah menyebut-nyebut dan membawanya ke tengah perdebatan mereka.
"Jangan salahkan atau ejek dia kalau kamu mendengar dia mengucapkan sesuatu yang aneh dan 'tidak masuk akal'," Jaehyun mengutip kalimat terakhirnya dan menatap Jiho sesantai mungkin.
Dan tentu saja, sebagai wadah curhat bagi Kim Seunghee, bahkan teman-teman sekampusnya, Jiho tak perlu kebingungan kemana arah pembicaraan Jaehyun.
"Kenapa? Kamu mau mengkhayal lagi kalau kamu ini seorang malaikat? Yang datang ke bumi lalu menyukai seorang manusia?"
"Aku tidak mengkhayal. Dan aku benar-benar menyukai kamu, Kim Jiho."
🍑🍑🍑
"Pulang saja. Muka loe pucat banget. Harus istirahat,"
Gadis berkemeja Navy itu memijit keningnya, pelan. Dia cukup keras kepala untuk meninggalkan pekerjaannya. Pun tidak terlalu berat, Jiho selalu mencapai targetnya dan tidak pernah meninggalkannya bagaimana pun keadaannya.
"Ayooo... mau gue antar pulang?" Bobby, sahabat sekaligus rekannya itu mengusap pelan lengan Jiho.
"Bob, please. Gue mau nyelesein ini tepat waktu. Gue capek tau bikin kerjaan di rumah," Jiho menepis uluran dari teman sekantornya itu pelan, lalu kembali melanjutkan kegiatannya.
Sialnya, rasa sakit itu kembali menjalar dan menguasai kepalanya yang terasa penuh. Jiho bersikeras memaksakan dirinya, dia tak peduli apapun yang menghalanginya. Dan inilah yang terjadi.
Sejak SMA, Seunghee selalu memaksa Kim Jiho untuk memeriksa keluhan ini ke dokter. Bahkan, saat ia menolak dengan alasan uang, Seunghee siap membayar seluruh pengobatan jika terjadi sesuatu.
Kim Seunghee tak terbatas untuk sahabatnya sendiri.
"Di mana Kim Jiho?!"
🍑🍑🍑
"Syukurlah kamu sudah siuman. Aku lega,"
Perlahan, rupa benda-benda di sekitarnya, termasuk dirinya sendiri yang telah terbaring pada sofa yang berhadapan dengan televisi.
"J-jaehyun?"
"Hm?" Pria itu agak mencondongkan tubuhnya, seperti siap melakukan apa saja yang Jiho katakan.
"Kenapa... jadi kamu?"
"Kenapa jadi aku? Karena ini aku." Jawab Jaehyun, lagi lagi tampang polosnya nyaris membuat Jiho menamparnya.
"Ng-nggak. Maksudku, tadi, kan, aku di kantor dengan Yoojung dan Bobby," kata gadis itu, mengingat-ingat.
"Mereka menyuruhku membawamu pulang karena kamu pingsan."
Halah, bohong lagi. Mana mungkin Bobby mau membiarkan Kim Jiho bersama orang yang baru dilihatnya pertama kali. Apalagi, yang begitu tampan menggebu-gebu seperi Jaehyun.
Bukannya Jiho terlalu pede. Tapi memang begitu kenyataannya. Dan bukannya Bobby terlalu insecure, tapi, dia cuma tidak mau Jiho di tangan yang salah.
"Lebih tepatnya?"
"L-lebih tepatnya? Maksud kamu?"
"Iya. Nggak mungkin, kan, kalau Bobby langsung menyerahkanku ke tanganmu? Sementara kalian baru saling mengenal?"
-----o0o-----
Tbc
©takoyaki_yn
YOU ARE READING
200th Prince {REVISI}
FanfictionHanya sementara. Kami tidak menetap selamanya. Kami di ciptakan untuk menyempurnakan, sementara kamu adalah kendali yang sesungguhnya. • • • • ©takoyaki_yn 2019