Theory 16

54.9K 7.3K 401
                                    

Ini bukan yang pertama untuk Rosie, memulai sebuah hubungan baru dengan seorang laki-laki. Siklusnya sama, dimulai dengan berkenalan, bertukar sapa, saling mengenal lebih jauh, lalu Rosie mundur karena Si laki-laki 'cacat' di mata Rosie.

Standar aneh yang Rosie tetapkan rasanya mulai nggak masuk akal di usianya sekarang. Berkenalan dengan Bari, bertukar sapa, lalu sekarang semakin dekat. Rosie belum menemukan 'cacatnya' Bari, tapi bagaimana jika suatu saat Rosie melihat itu?

Pikiran itu menghantui Rosie beberapa waktu terakhir, tepatnya setelah Bari menemaninya berbelanja seminggu lalu.

Rosie mulai menghitung, membuat perbandingan, banyak mana, kelebihan atau kekurangan Bari.

Jahatnya Rosie ini.

Rosie bahkan memukul kepalanya beberapa kali karena kesal dengan pikiran piciknya itu. Sadar kok dia, keterlaluan deh, sudah bertemu yang semacam Bari tapi masih sok menseleksi.

Mas Bari
Di ruangan kan?
Saya kirim makanan. Udah sampe belum?

Kurang canggih apalagi Bari ini? Hidup macam slogan merek motor, 'Semakin di depan!'. Saat laki-laki lain mungkin hanya menanyakan sudah makan atau belum, Bari lebih maju dengan mengirim makanan langsung untuk Rosie saat jam makan siang.

"Mbak Oci. Ada gofood nih."

Belum sempat Rosie menjawab pesan Bari, Pak Fikri—security yang bertugas di depan kantor Rosie sudah berdiri di depan mejanya, mengulurkan dua boks besar pizza dari kurir makanan yang Rosie yakin utusan Bari. "Makasih, Pak."

"Ulang tahun lo?"

Rosie berdecak, memukul tangan Rega yang tiba-tiba sudah terulur ke atas tali rafia yang terikat di atas boks. "Siapa bilang boleh buka?"

"Ih, junior nggak boleh pelit sama senior." Rega menjulurkan jari telunjuknya, menunjuk tepat di depan hidung Rosie.

Rosie mendengus, tapi akhirnya mengulurkan boks Pizza itu pada Rega. "Bagi-bagi. Buat Pak Fikri juga."

"Pinter." Rega tersenyum lebar, mengulurkan tangan mengacak-acak rambut Rosie.

Setelah menyempatkan diri untuk memukul tangan Rega sekali lagi, Rosie kembali fokus pada layar komputernya, berniat membalas pesan Bari.

Udah saya terima. Makasih, Mas.

Ya, sudah begitu saja.

Sebenarnya Rosie agak kesulitan untuk berkomunikasi ala Bari. Tapi,  Rosie mencoba untuk berkompromi dengan salah satu kekurangan Bari ini. Komunikasi Bari tuh, payah banget. Di luar urusan pekerjaan, Bari kurang pandai basa-basi.

Mas Bari
Ok.

Rosie meringis, lalu menutup halaman percakapannya dengan Bari. "Jangan diabisin!" Teriak Rosie melihat ke arah kerumunan teman-temannya di meja briefing di tengah ruang kantornya.

Nanti Rosie pikirkan lagi soal Bari. Yang penting makan dulu. Kalau lapar bisa salah ambil keputusan.

~o0o~

Hiruk pikuk suasana acara musik di La Plaza mulai biasa Rosie hadapi. Dentuman suara bass dari amplifier super besar di sebelah Rosie membawa euforia ke seantero lapangan parkir La Plaza, tempat acara malam ini berlangsung. Sebuah band pop ternama sedang menghibur di atas panggung, Sang vokalis berteriak meminta seluruh penonton menyambut seruannya.

The Slimfit TheoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang