Theory 22

50.7K 7K 194
                                    

"Mbak, mau ambil titipan spanduk." Rosie bersandar pada meja informasi, sambil mengetuk-ngetuk jarinya, menunggu Sandri yang siang itu bertugas mengambil spanduk event yang harus segera dipasang oleh orang production.

"Mbak, tolong pagingin dompet dong. Ketinggalan di counter." Seorang laki-laki dengan topi dan apron berwarna ungu berlogo minuman bubble tea yang jadi favorit Rosie itu menyerahkan dompet berwarna cokelat pada Amel, petugas informasi lain yang juga sedang bertugas siang itu.

"Bisa ya dompet sampai ketinggalan." Amel bergumam sambil menyiapkan mic di depan mulutnya.

"Ck! Biasa, Mbak." Laki-laki berapron ungu itu menanggapi santai. "Pas pick up order, dompet atau handphone taruh di meja counter, ditumpuk tas, minuman diambil, tas diambil, ketinggalan deh itu yang di bawah tas."

Amel mengangkat bahunya, nggak terlalu peduli juga alasan orang-orang menjadi slebor.

"Selamat siang, diinformasikan kepada seluruh pengunjung La Plaza, telah ditemukan sebuah dompet berwarna cokelat  ..."

"Nih, bisa bawa sendiri, nggak?" Rosie menerima uluran spanduk dari Sandri sambil mengangguk, nggak lagi memperhatikan pengumuman yang Amel buat. "Biasa yang ambil Mas Rega kalau cetakan gini. Kasian amat sih, Ci. Udah kecil disuruh angkut-angkut barang." Sandri terkekeh melihat Rosie yang kewalahan dengan tumpukan lima spanduk yang dia peluk di depan dadanya.

"Bang Rega lagi jadi tawanan Pak Adi. Kasihan dari pagi belum bisa lepas, tuh." Rosie terkekeh membayangkan nasib seniornya yang mengendap di ruang kerja GM mereka, entah untuk mengerjakan apa.

Sambil mengucapkan terima kasih, Rosie hendak pergi dari meja yang terletak di lobi La Plaza, sebelum Amel berseru heboh menahan kepergiannya.

"Apa sih?" Rosie kesal diinterupsi, ini spanduk ukuran 5x1 meter, lima lembar, berat ya. Biar Rosie masih sanggup angkat sendiri, tapi dia juga nggak mau lama-lama menahan beban ini.

"Sini dulu." Tangan Amel melambai,  membuat Rosie mau nggak mau melangkah kembali ke meja informasi. "Pacar lo bukan sih, Ci?" Amel memegang sebuah dompet wanita berwarna coklat yang Rosie lihat tadi sebagai barang temuan, di sana terpampang pas foto Bari dengan latar berwarna biru, bersanding dengan foto seorang wanita dengan latar serupa.

Rosie setengah membanting spanduk yang dia pegang ke lantai, lalu mengambil dompet itu dari tangan Amel. Matanya memicing, memastikan pengilhatannya tidak salah.

Foto laki-laki dengan kemeja putih itu memang sangat mirip dengan Bari, hanya di foto itu, wajah Bari terlihat klimis, tanpa rambut-rambut pendek di rahang dan dagunya.

Si wanita berambut sepundak berwarna hitam kecoklatan, dengan senyum cantik menawan, mengenakan baju warna serupa Bari. Rosie merasa familier dengan wajah ini, entah di mana, rasanya Rosie pernah melihatnya.

"Mirip cowok lo, Ci." Ucapan Amel nggak membuat Rosie melepas pandangan dari foto dalam dompet di tangannya. "Kayak foto buat buku nikah ya?"

"Hush! Barang orang itu." Sandri menegur partnernya, mengingatkan.

"Gue nyari KTP," Amel menarik dompet yang sebelumnya berada di tangan Rosie, menarik kartu identitas yang berada di salah satu celahnya. "Indah Marlina Agustine." Ucapan Amel itu membuat Rosie tersadar.

Rosie beranjak dari sana, mengambil kembali spanduk yang sebelumnya dia letakan dekat kakinya. Rosie berjalan sambil melamun. Rasanya Rosie yakin foto tadi benar wajah Bari, tapi buat apa ada foto seperti itu. Siapa juga perempuan yang fotonya bersanding dengan foto Bari.

The Slimfit TheoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang