Theory 29

42.4K 6.8K 487
                                    

Bertahan baca sampai chapter ini?

Selamat!!! Kalian masuk dalam golongan orang-orang yang sabar (nunggu aku update)

~~~oo0oo~~~

"Bar," Bari mengangkat pandangannya, nggak lagi menunduk, tapi juga nggak menghadap lawan bicaranya yang duduk di sebelah kirinya. "Mungkin lo bosan dengar kata ini sejak di dalam. Tapi gue harus tetap bilang, bukan sebagai suami Indah, tapi sebagai laki-laki berengsek dari masa lalu kalian."

Kadang Bari nggak habis pikir dengan isi kepalanya sendiri, bagai mana bisa dia menyanggupi bicara empat mata dengan Ervan, saat ada kemungkinan emosinya tersulut saat mengingat apa yang laki-laki itu telah lakukan pada pernikahannya dulu.

"Maaf, Bar. Maaf."

Bari menoleh saat mendengar isakan dari laki-laki di sebalahnya. Saat tadi dia masih bersama Rosie di ruang perawatan Indah, Ervan nggak menampakan emosi apa pun. Ervan cuma diam, membiarkan istri dan ibu mertuanya menangis dan meminta maaf pada Bari. Lalu sekarang, laki-laki itu menangis tergugu di sebelahnya.

Bukan keahlian Bari menenangkan seseorang yang menangis, tidak dengan kekasihnya, apa lagi laki-laki semacam Ervan.

Bari menghela napas, mencoba mengurai kesesakkan di dadanya. Kepalanya menengadah, bersandar pada tembok di belakangnya.

Bari pikir dia akan lega saat melihat Indah tersakiti, Bari pikir dia akan bahagia saat melihat Indah menangis sedih di depannya. Bari pikir segala beban beratnya akan terangkat melihat segala kesakitan orang-orang dari masa lalunya. Ternyata nggak.

Bari dibuat bingung dengan rasa dalam hatinya. Harusnya nggak begini 'kan?

Kenapa nggak ada satu pun perasaan menyenangkan dalam hatinya, saat tadi berhadapan dengan orang-orang dari masa lalunya, Sekarang mereka yang tersakiti, menangis dengan malu, meminta pengampunan atas masa lalu yang nggak bisa mereka ubah.

Aneh.

"Mungkin ini udah terlalu terlambat, tapi gue benar-benar menyesal atas semua kekacuan yang gue buat dulu." Bari diam tanpa menoleh ke arah Ervan, tapi bukan berarti dia nggak mendengarkan apa yang Ervan ucapkan. "Gue dan Indah nggak pernah ngelakuin apa yang ada di pikiran lo."

Maksudnya? Bari menoleh ke arah Ervan, memaksa Ervan untuk menjelaskan lebih jauh soal ucapannya.

"Gue nggak pernah beneran tidur sama Indah." Ervan menoleh ke arah Bari, melihat Bari menaikan sebelah alisnya, Ervan meneruskan ucapannya. "Malam itu gue mampir ke rumah kalian, cuma niat antar oleh-oleh, Indah sakit, demam. Awalnya gue cuma mau temani Indah sampai lo balik, tapi ... "

"Lo ada di atas tempat tidur gue, meluk istri gue." Bari menggeram menahan amarahnya. Manusia satu ini maunya apa sih, tadi bilang maaf, terus sekarang mau menyangkal kalau dia buat kesalahan?

"Indah nggak tau apa-apa, dia tidur, gue yang kurang ajar, masuk ke area pribadi kalian."

"Berengsek." Bari mengumpat di tengah katupan kedua bibirnya yang mengerat, seiring kedua tangannya yang terkepal kencang. Bari sangat mengandalkan sisi rasionalnya sekarang, nggak pantas orang dewasa sepertinya membuat keributan di rumah sakit.

"Iya, gue berengsek." Ervan terkekeh getir. "Gue udah lama jatuh cinta sama Indah. Jauh sebelum Indah kenal sama lo, tapi Indah nggak pernah melihat ke arah gue. Malam itu gue pikir ada kesempatan."

The Slimfit TheoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang