18. Kedatangan Sahabat Lama

706 76 9
                                    

Yuna, Bima dan Sania memasuki kantin secara bersama-sama yang membuat seisi ruangan tersebut menatap mereka dengan tatapan aneh, kaget, dan jijik, terutama pada Yuna yang dianggap sebagai penyebab utama permasalahan antara Bima dan pacarnya.

Sanja tersenyum, "Udah ayo, nggak usah diliatin, biarin aja mereka capek sendiri."

"Tapi aku nggak enak, San. Aku bener-bener ngerasa bersa--"

"Udah, jangan dibahas lagi. Aku nggak mau kamu makin ngerasa bersalah, dan maaf aku belom sempet ngebersihin nama kamu," Ucap Sania dengan nada tulus.

Yuna tertunduk, "Nggak usah, San. Aku udah banyak banget ngerepotin kamu."

"Udah nggak papa kok, emhh ... ayo cepetan, keburu waktu istirahatnya abis. Aku mau masuk pelajaran Pak Andika abis ini." Sania memandangi jam tangannya.

Yuna pun mengangguk, mereka segera menuju kursi yang tersedia di kantin.

"Kalian mau pesen apa?" tanya Bima pada keduanya.

Sania melirik Yuna, "Kamu mau makan apa, Na?"

"Hah? Aku?" Yuna menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, Yuna ... kamu mau makan apa?" Sania mengulang sekali lagi pertanyaannya.

"Emhh ... gimana kamu aja deh," Sahut Yuna.

Gadis itu mengangguk, "Bim, terserah kamu aja deh mau mesen apa aja buat kita. Lagi males mikir nih, hehehehe."

Bima pun menguraikan sedikit senyuman sembari mengacak-ngacak pelan rambut Sania.

"Terus gunanya kamu nanya ke Yuna, apa, dong?" tanya Bima gemas.

"Gapapa, biar Yuna nggak diem mulu, abis dia kalo ngomong sama aku kaya lagi ngomong bos, canggung banget," Sahut Sania santai.

Bima pun hanya meng-iyakan perkataan Sania dan bergegas menuju toko yang ada di sana.

Di dalam hatinya, Bima merasa sangat bahagia karena Sania bisa menerima semua ini dengan lapang dada, reaksi gadis itu terlalu tabah terhadap semua ini.

"Sania ... inilah yang bikin aku tergila-gila sama kamu, kamu terlalu baik," Gumamnya.

.

.

.

Sembari menunggu kekasih mereka tiba dengan makanan, keduanya berbincang mengenai segala hal.

Mulai dari pelajaran di sekolah yang makin terasa sulit, tentang Bu Anindya yang tetap terlihat sangat cantik walaupun sudah memasuki usia kepala tiga, tentang kucing Pak Saga yang diberi kalung emas oleh Sang pemilik, dan lain sebagainya.

Yuna tidak menyangka bahwa Sania sehumoris itu. Karena selama yang ia tahu, gadis itu selalu terlihat elegan, namun memiliki sisi lembut.

Maya juga pernah menceritakan kenapa dirinya bisa berada di gang yang sama dengan Sania kepada Yuna. Dia mengatakan bahwa Sania sangat ramah kepada adik mau pun kakak kelas, yang membuat mereka menyukai Sania. 

Sania sangat dipandang terhormat oleh orang di sekolah Sma Garudanini, karismanya dapat meluluhkan siapa pun.

"Hei, kok ngelamun aja, sih?" Sania menepuk bahu Yuna.

"Eh? Nggak kok, San. Lagi mikirin sesuatu aja," Sahut Yuna yang berusaha terlihat tenang.

Sania hanya mengangguk, "Kalo lagi ada masalah bilang ke aku sama Bima, ya? Anggep aja status kita bertiga ini bukan pacar, tapi ... sahabat."

"Iya ... makas--"

"Heh, Cabe! Masih berani banget ya lu tuh? Nggak punya harga diri, kaya cewek murahan ... upss!! Salah, bukan kaya murahan ... tapi emang beneran murahan," Ucap seorang gadis yang dengan tiba-tiba menggebrak meja mereka.

Sania mendengus, "Mau lu apalagi sih, Sinta?"

Sinta, sahabat lama Sania itu mendecih, "Mau gua apa? Ya lu pikir pake otak lu sendiri, San! Jadi cewek tuh jangan mau diginiin! Lu itu cantik, pasti masih banyak cowok di luaran sana yang mau sama lu. Bukan si Bima yang brengsek kaya gitu! Punya otak tuh gunain! Mikir!"

"Udah, Sin. Yang punya masalah kan gua, bukan elu," Sahut Sania.

"Tapi mereka berdua udah kelewat batas, San! Gua ngingetin lu karena kasian sama lu! Tolong lah ... jangan bodoh gara-gara cinta." Sinta duduk di kursi tepat di samping sababat lamanya itu.

"Gua bakal jelasin permasalahnya ke elu, tapi nggak sekarang, Sin. Ini tempat umum, banyak banget kuping-kuping orang kepo yang siap terpasang buat dengerin cerita gua ini, oke?"

Ia mendengus lalu menganggukkan kepalanya, dan segera pergi meninggalkan meja Sania dan Yuna.

"Maafin Sinya, ya? Dari dulu dia emang orangnya tuh emosional, nggak bisa ngatur emosi, apalagi kalo orang yang dia sayang itu disakitin." Sania memandangi Sinta yang kini sedang duduk berdua dengan Yiren, salah satu orang yang tidak suka dan iri kepada Sania.

Dulu sebelum masuk Sma Garuda, Sinta dan Sania bersahabat sangat dekat, bahkan layaknya saudara.

Tapi semenjak Yiren menjadi sahabat Sinta gadis itu menyuruh Sinta agar tidak mendekati Sania lagi.

Yiren sangat iri dengan Sania yang selalu dipuji-puji oleh satu sekolah.

Entah apa yang membuat Sinta menurut, mau tidak mau oa pun menjauh, dan hanya bisa berkomunikasi dengan Sania melalui sosial media.

Tak lama Bima datang dengan membawa nampan berisi tiga mangkuk bakso dan tiga botol fanta.

"Nih." Bima memberikan makanan itu kepada pemilik masing-masing.

Sania tersenyum, "Makasih, Bim."

"Iya, San."

"Makasih juga ya, Bim," Ujar Yuna yang hanya dibalas anggukan oleh Bima.

Yuna... kuatkan lagi dirimu, Bima menerima kehadiranmu saja rasanya sudah cukup.

"Bima ... kalo orang bilang makasih ya harus dijawab sama-sama, Sayang," Ujar Sania yang nampaknya menyadari kecanggungan Yuna dalam situasi seperti ini.

Bima melirik Yuna, "Sama-sama."

Yuna pun hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Bima yang terdengar sangat dipaksakan itu.

Setelah menghabiskan makanan mereka, tak lama bel pelajaran selanjutnya berbunyi, membuat seluruh siswa berhamburan ke kelasnya masing-masing.

Sania menuju kelasnya, sambil mengetik sebuah pesan kepada seseorang. Sedikit senyuman teduh terurai dibibirnya, namun ia tetap cantik.

"Gua mungkin bisa minta tolong Sinta, tanpa ada yang curiga" Gumamnya pelan.


Sania_
|Sin, gua butuh bantuan lu dong.
|Bakal gua ceritain semuanya ke elu.
|Tentang alasan kenapa gua masih bertahan.
|Jam 3 ke rumah gua, ya?



TBC

Melupakan Cintamu✔(TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang