"Terus apalagi rencana kita sekarang?" tanya Sinta sembari menatap kedua gadis yang tengah sibuk berkutat dengan ponsel masing-masing.
"Harusnya kita bikin si Yuna langsung mati kemaren tuh, tapi sayangnya Sakura malah nggak mau." Lucy menatap sinis ke arah Sania
Sinta pun mendelik, "Sania tuh pengen banget jadi malaikat di hadapan Yuna, kenapa, sih?"
Sania meletakkan ponselnya ke meja, lalu menatap kedua gadis itu dengan tatapan serius.
"Kalo gua maen terang-terangan nggak seru, dong, lagian kan gua masih pengen mainin perasaannya Bima dulu," Sahut gadis itu dengan wajah tak berdosanya.
"Lu masih cinta nggak sih sama dia?" tanya Sinta.
Sania tersenyum miring, "Sinta ... akan ada saatnya dimana rasa cinta itu kalah sama benci."
"Bagus, San! Ajaran gua nih!" seru Lucy dengan penuh antusias.
"Ajaran sesat anjir." Sinta mendengus pelan.
"Cowok tuh emang harus digituin biar sadar diri, dikira cowok doang yang bisa nyakitin cewek?" Lucy menggerutu.
"Ya udah ... intinya kita bakal ngelaksanain semuanya di mulai pas gua ngerayain anniversary sama Bima, oke?"
Keduanya mengangguk dan langsung pergi dari tempat menjadi markas mereka sekarang.
.
.
.
Yuna melihat Sania yang baru saja datang ke sekolah, padahal ini sudah hampir jam tujuh kurang tiga menit. Jika Pak Saiful tahu, pasti anak itu akan di suruh untuk mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali.
"Hai, San," Sapa Yuna saat Sania lewat di depannya.
Sania pun menoleh, "Hai juga."
"Kok telat sih datengnya? Biasanya kamu itu selalu dateng pagi loh."
"Aku lagi ada kouta malem, kebetulan ada girlgroup favorit aku comeback, jadinya ... aku streaming deh, heheheheh."
"Jangan gitu dong, nanti kalo kamu sakit gimana? Bima pasti sedih juga, love yourself, Ra." Yuna menepuk pundak Sania, yang disusul anggukan oleh gadis itu.
"Udah baikan sama Bima?" tanya Yuna.
Sania menghela napasnya, "Belum ih, aku bingung mau minta maaf ke dianya gimana. Aku ... udah keterlaluan, aku takut ketemu dia."
"Nggak kok, San. Bima malah bilang kalo dia kangen banget sama kamu," Sahut Yuna sambil tersenyum.
Sania mengernyit, "Kapan dia bilang kaya gitu?"
"Di chat."
"Oh ... mereka udah berani chat-an di belakang gua ya? Liat aja nanti," Batin Sania.
"Emhh ... udah ya, Na. Aku mau masuk dulu, bye."
"Iya."
Yuna menatap Sania yang masuk ke dalam kelasnya dengan senyuman manis yang terurai di bibir gadis itu.
"Orang lain mungkin bilang kalau aku lebih cantik dari kamu, tapi nyatanya kamu punya daya tarik tersendiri yang nggak aku punya, Sania," Gumamnya pelan.
.
.
.
Bima menarik napasnya berulang-ulang untuk menenangkan dirinya yang tegang saat berhadapan dengan Sania.
Sungguh! Pria itu merasa seperti seorang penjahat yang sedang menghadap kepada hakim.
Padahal wajah Sania terlihat lebih tenang, malah cenderung biasa-biasa saja, seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi justru ini lah yang paling Bima takuti dari Sania, diamnya gadis itu adalah suatu bencana baginya.
"Emhhh, hai, San" sapa Bima ragu-ragu.
Sania menatapnya, lalu tersenyum kecil, "Hai juga."
Mendengar Sania yang mulai bersuara membuat Beomgyu lebih tenang.
Bima menunduk, ia tak berani menatap kekasihnya itu, "Maaf, maafin aku ...."
"Kenapa?"
"Aku udah mulai ngebuka hati aku buat Yuna, maafin aku, maaf," Lirihnya.
Sania tersenyum, kemudian itu memegang lengan Bima dengan lembut, "Ini bukan salah kamu, aku cuma terlalu sensitif kemarin ... kamu udah bener, kok, cuma akunya aja yang belum siap buat ngadepin semua ini."
Bima mendongakkan kepalanya, lalu menatap balik Sania yang terus saja melontarkan sebuah senyuman, yang membuat dirinya makin berasa bersalah.
"Kenapa dulu kamu nggak nyuruh aku buat ninggalin Yuna? Kenapa, San? Aku tau kamu pasti menderita kan ngeliat ini, kan? Kenapa kamu malah ngebiarin semuanya terjadi?" tanya Bima bertubi-tubi.
Lagi-lagi Sania hanya tersenyum, lalu mengeratkan genggamannya pada jemari Bima.
"Anggep aja ini bukti buat aku nguji kesetiaan kamu, tapi ternyata kamu gagal," Sahut Sania.
Bima melebarkan kedua bola matanya, "Maksud kamu ... aku ini lagi diuji--"
"Jangan dibawa serius, Bim. Aku cuma bercanda kok." Sania terkekeh geli ketika melihat wajah Bima yang begitu kaget sekaligus memelas itu.
Bima menatap pacarnya dengan tatapan datar, "Kamu nyebelin banget! Pokoknya aku marah! Nanti kamu nggak aku temenin nonton konser lagi!"
"Bodo amat, kan sekarang ada Yuna ... aku bisa minta ditemenin sama dia, wlek."
"Ih?! Nanti aku suruh biar Yuna nggak usah mau lah, kamu aja berangkat sendiri!" seru Bima.
"Apa-apaan?!"
"Udah-udah, kalian ini abis baikan kok malah langsung berantem lagi?" Yuna menatap keduanya sambil terkekeh.
Bima menatap Yuna, "Nanti kalo Sania minta di temenin nonton konser Iz*one, Itzy, TxT, Bts atau Exo gitu ... pokoknya jangan mau ya, Na? Biarin aja dia diculik om pedofil."
Yuna tersenyum kecil, "Ntar kalo dia diculik, kamu nangis ...."
"Tuh, dengerin! Sok bisa hidup tanpa aku, dasar!" cibir Sania kepada pria di hadapannya itu.
"Iyain."
"Jadi ... kalian udah baikan, nih?" tanya Yuna.
Sania mengendikkan bahunya, "Tau nih upil korea bikin orang darah tinggi mulu."
"Diem lu, anoa jepang!"
"Dasar kambing cina selatan!"
"Yeu, ngaca dong simpanse kutub utara!"
Yuna hanya bisa tersenyum ketika melihat perdebatan antara Sania dan Bima yang terlihat begitu manis, sebenarnya ia juga ingin diperlakukan seperti itu, namun ... ah sudahlah Yuna, lupakan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Melupakan Cintamu✔(TAMAT)
Novela JuvenilKebodohan terbesarku, adalah memaksakan diri untuk tetap bersamamu. Hingga aku tak sadar, bahwa hatimu memang bukan takdirku. Aku terlihat bodoh karena terus mengemis, melupakan derajatku sebagai seorang wanita. Kini garis kehidupan telah menuntunk...