"Gua nggak nyangka sama kalian bertiga. Kalo kalian nggak suka sama gua, bilang! Nggak usah nusuk gua dari belakang, apalagi sampe nyelakain Yuna! Dia nggak salah apa-apa!" seru Bima dengan emosinya yang berapi-api.
Tama menghela napasnya, "Kita nggak punya niat buruk buat lu sama Yuna, rencana buat nyulik si Yuna itu nggak ada kaitannya sama kita. Gua, Yasa sama Kamal cuma disuruh buat hampir nabrak Yuna doang, dan nanti Sania sendiri yang nyelametin Yuna, cuma itu. Lagian kita cuma mau bikin lu sadar ... lu nggak bisa ngatur-ngatur kita, kita ini sahabat lu bukan pembantu."
Kamal dan Yasa mengangguk setuju.
"Kita cuma terlibat itu doang sumpah, Bim. Masalah yang Sinta sama Lucy mukulin Yuna sampe lebam itu kita nggak tau. Lucy cuma bilang tentang masalah mau bikin lu sama Yuna sakit hati, udah gitu doang," Tambah Yasa.
Bima mendecak, "Alesan."
"Bim, lu boleh aja jadi orang yang paling kaya di antara kita, tapi jangan semena-menanya gitu dong! Sikap lu ini yang bikin kita tambah nggak suka sama lu, tau nggak?!" sungut Kamal kesal.
"Ya udah, kalo kalian kesel sama gua ... pergi aja. Gampang, kan?" jawab pria itu enteng.
Satria yang melihat tatapan Tama, Yasa dan Kamal yang mulai memanas pun berusaha menengahi, "Udah! Jangan di lanjutin lagi! Kalian semua itu salah di masalah ini."
Bima menoleh, "Apa-apaan?! Orang jelas mereka itu--"
"Bim, sadar! Mereka ngelakuin ini semua biar lu sadar, biar lu nggak semena-mena lagi. Mereka juga udah jujur kok tentang masalah ini, mereka cuma ngebantuin Lucy yang punya dendam kesumat sama lu!" Ujar Satria.
"Dan si Lucy itu pacarnya Tama, kan?" tanya Bima dengan senyuman penuh arti.
Tama mengangguk, "Terus apa hubungannya?"
"Gua yakin banget pasti kalian itu komplotan udah dari lama, iya kan?!" Tuduh Bima
Merasa tuduhan Bima sudah keterlaluan, Tama tanpa ampun memukuli sahabatnya itu di kantin. Tak peduli banyaknya pasang mata yang memperhatikan mereka, Tama benar-benar seperti bukan Tama yang biasanya.
"Lu nggak percaya sama gua?"
Buggh
"Kita ini udah sahabatan lama, Bim. Gara-gara cewek doang lu tega kaya gini sama gua?"
Buggh
"Udah, Tama! Lepasin!" seru Kamal yang berusaha melerai Tama dan Bjma, namun naasnya Tama tak sengaja mendorong pria itu hingga jatuh tersungkur ke lantai.
Yasa dan Satria yang merasa panik pun bingung harus berbuat apa, mereka cukup terkejut ketika melihat tenaga Tama yang bahkan jauh lebih besar dari Bima.
"Emhh, panggilin Yuna aja kali?" saran Yasa.
Satria melirik tajam Yasa, "Gila kali ah, entar masalahnya tambah besar. Panggilin aja Sania."
"Yeu belegug, kalo manggil Sania justru lebih besar dong masalahnya? Gimana, sih?" Tukas Yasa.
"Eh tapi kalo manggilin Lucy, Sania, sama Yuna kayanya mantep tuh," Lanjutnya.
Satria memukul kepala Yeonjun cukup kencang, "Ni anak otaknya ketinggalan dimana sih?! Lu mau ada perang dunia ke tiga?"
"Ya terus kita manggilin siapa?" tanya Yesa.
Sebelum mereka sempat berpikir, Bu Hana dan Bu Anindya datang untuk meringkus Bima dan Tamake ruangan bk.
"Ah noh, kan? Lu sih lama mikirnya!" sungut Yasa kesal.
Satria tersenyum kecut, "Haduh, di rumah lu nggak ada kaca, ya?"
"Heheheh, tau aja lu, bang."
"Ah bodo lah ... eh? Ngomong-ngomong itu si Kamal kemana dah?" Satria dan Yasa mulai mencari Kamal yang tiba-tiba menghilang.
"Lah iya, ya? Di mana tu anak ... eh itu si Kamal, kan? Kok malah tiduran di lantai kantin, sih?" seru Yasa yang melihat Kamal sedang dalam posisi seperti tiduran di lantai kantin.
Satria menyipitkan matanya berusaha melihat Kamal, "Lah iya-- eh buset! Itu si Kamal abis kena tonjok lah, ayo bantuin woy!"
Yasa mengangguk, mereka pun menghampiri Kamal yang tergeletak di lantai.
"Kamal, lu nggak papa?" tanya Satria khawatir.
Kam menggeleng, "Sakit banget anjir, itu si Tama makan apaan coba?!"
Keduanya membantu Kamal untuk bangkit.
Satria tersenyum pelan, "Tama kalo marah emang suka kaya gitu, kan?"
.
.
.
"Maksud kalian apa bertengkar di sekolah seperti ini?!" Bu Hana menatap tajam Bima dan Tama.
"Dia duluan, Bu. Main mukul saya tiba-tiba!" seru Bima.
Tama mendecak, "Dia udah ngehina saya, Bu."
"Ngehina lu? Orang yang gua omongin itu bener, kok, lu sama pacar lu itu sama aja."
Tama menarik kerah seragam Bima "Jangan ngomong sembarangan lu, ya!"
"Hei, sudah-sudah! Kalian ini masih mau bertengkar di ruangan saya, ya?"
"Abisnya--"
"Diam kamu, Bima! Sekarang kalian saya hukum untuk membersihkan lapangan sebersih-bersihnya!"
"Hah?!" Ucap keduanya berbarengan.
"Cepat bersihkan lapangan! Sekarang juga!" Titah Bu Hana dengan nada makin tegas, membuat nyali Bima dan Tama langsung mengecil. Mau tak mau, mereka harus membersihkan lapangan sesuai permintaan Bu Hana.
.
.
.
"Heh! Lu ngebersihin bagian sana, gua bagian sini. Biar cepet anjir!!!" Sungut Bima dengan nada kesal.
Tak ingin berdebat dengan sahabatnya lagi, Tama pun dengan cepat pindah ke bagian lapangan sebelah selatan.
Setelah selesai berurusan dengan semua perkakas kebersihan, keduanya beristirahat di koridor sekolah yang kebetulan sepi, mengingat jam pelajaran yang sudah di mulai, tentunya para siswa-siswi Sma Garuda pun segera memasuki kelasnya masing-masing.
"Hai, Tama, capek, ya? Nih, minum buat kamu." Lucy datang dengan membawa botol airmineral.
Tama mendongak, "Eh? Makasih ya, Cy."
Gadis itu tersenyum, "Sama-sama ... emhh ngomong-ngomong itu yang lagi duduk di sebelah, katanya punya dua pacar ... kok nggak ada yang dateng, sih?"
Merasa tersindir, Bima melirik tajam Lucy, "Oh iya dong, pacar gua itu dua-duanya rajin, mangkanya mereka belajar dulu. Emangnya kaya lu?"
"Oh."
Merasa jadi nyamuk melihat kemesraan Lucy dan Tama, Bima pun pergi mencari angin segar.
"Huh, males banget ngeliat orang-orang pada jadi bucin."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Melupakan Cintamu✔(TAMAT)
Ficção AdolescenteKebodohan terbesarku, adalah memaksakan diri untuk tetap bersamamu. Hingga aku tak sadar, bahwa hatimu memang bukan takdirku. Aku terlihat bodoh karena terus mengemis, melupakan derajatku sebagai seorang wanita. Kini garis kehidupan telah menuntunk...