Incredible Journey

6 0 0
                                    

10 Juli 2016

Kenapa berjudul incredible? Ya, karena dalam perjalanan sehari itu, penuh dengan cerita mengesalkan yang malah membuat kami tertawa pada akhirnya.

Setelah 1 tahun bersibuk ria dengan segudang agenda sebagai seorang mahasiswa aktivis maupun penyandang tahun akhir, akhirnya aku kembali melakukan perjalanan untuk melepas rindu akan kisah-kisah yang terangkai di sepanjan jalan. Kali ini aku bersama sahabat kecilku, Aulya. Kali adalah tentang perjalanan di kampung halaman, menghabiskan waktu libur panjang. Hari itu, Minggu, seperti yang telah direncanakan sebelumnya, kami sudah membuat janji akan jalan-jalan ke Solo. Sesuai kesepakatan, kami berangkat jam 9.

Sekitar seperempat jam kami berdua berdiri di pinggir jalan, terus memandang ke arah kanan. Mata kami awas mengamati kendaraan yang datang dari arah utara. Akhirnya bus tujuan Pasar Legi Solo, terlihat juga setelah sekian lama kami dihidangkan dengan motor dan mobil yang lalu lalang, sebuah heroik saat arus balik pasca lebaran. Hal menggelikan pun mulai terjadi saat kami naik bus antarkota.

Usai naik ke dalam bus, ada kursi kosong satu di barisan ke-2, dan dua kursi kosong di barisan belakang. Kami berdua pun memutuskan untuk duduk di belakang saja supaya dapat duduk bersebelahan. Pada awalnya semua baik-baik saja. Seiring bus melaju, dengan medan jalan yang dominan terjal, alhasil seorang laki-laki muda -sebut saja mas-mas- yang berada di sampingku, kepalanya mulai menepuk-tepuk bahuku. Sejak kami naik, mas-mas yang duduk di ujung itu sudah –terlihat- tertidur. Karena merasa risih, aku sedikit menggeser tempat duduk Aulya. Bukannya terhindar, kepala mas-mas itu semakin miring dan menepuk bahu belakangku. Aku ingin sekali mendorong kepala itu. Daripada mas-mas itu terbangun karena aku, akhirnya aku bangkit berdiri saja, berhubung kursi depan yang tadi kosong sudah diduduki penumpang lain. Sementara Aulya, dengan senyum mengejek, masih bertahan di kursi paling belakang. Tiba-tiba ada seorang bapak yang menawarkan tempat duduknya kepadaku, mungkin ia merasa kasihan melihatku berdiri seorang diri. Lalu bapak itu berdiri di sisi anaknya, yang masih seumuran TK, yang tertidur di kursi seberangnya.

***

Sesampai di Pasar Legi, kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju toko buku di Jalan Slamet Riyadi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perjalanan berangkat kami tempuh dengan jalan kaki sambil mengobrol, lalu ketika pulang rencananya naik becak. Aku baru menyadari jika sedari pagi aku belum sarapan, perutku pun tiba-tiba bernyanyi. Kami pun menimbang-timbang antara membeli jajanan atau makan berat saja. Aku teringat pada pempek keliling yang pernah kami temui di jalan depan sebuah sekolah yang akan kita lalui. Kami pun memutuskan untuk mengisi perut dengan jajanan saja.

Sepanjang jalan kita berjalan beriringan, di pinggir tembok yang menjulang tinggi, pagar kawasan mangkunegaran. Hanya berdua saja, sebuah pemandangan yang romantis bukan? Setelah menyeberangi perempatan, kami menemukan penjual pempek di depan SMP 3. Jika memang berjodoh, pasti bertemu, iya kan?. Setelah mendapatkan jajanan, kini kami bingung mencari tempat untuk memakannya. Rasanya tidak sopan jika sambil berdiri dan berjalan. Kami terus saja berjalan agar tidak terlihat seperti orang kebingungan. Akhirnya kami menemukan spot yang cukup strategis, ada tempat duduk dan tidak terlalu terbuka karena terhalang oleh mobil yang parkir.

Usai makan pempek, kami lanjut ke toko buku. Kami berjalan melalui jalur sepeda motor karena trotoar penuh dengan barang atau para pegawai toko di belakangnya. Setiba di toko buku, aku segera mencari titipan kakakku. Ya, aku menemukan merek yang dicari, akan tetapi harganya mahal sekali. Aku pun mencoba mencari produk serupa tetapi merek lain. Tiba-tiba saja aku merasakan perutku sakit. Mungkin karena pempek tadi, aku lupa memberitahu dan sepertinya penjualnya menuangkan sambal cukup banyak. Aku menghela napas, mencoba untuk menahannya. Aku melanjutkan mencari titipan. Akhirnya aku mendapatkan produk serupa yang harganya masih bersahabat.

My JourneyWhere stories live. Discover now