Perjalanan

4 0 0
                                    

24 Maret 2017

Pulang ...

Setiap perjalanan memiliki kisahnya. Dan ini adalah kisah perjalananku kali ini.

Sore itu, aku meminta temanku, namanya Ibah, untuk mengantarkanku ke stasiun lebih awal, agar waktu kami sedikit longgar, sambil menunggu sambil mengobrol, kebetulan Ibah sedang membutuhkan pendengar. Setengah 5 kami sampai di Lempuyangan. Dari kejauhan sudah terlihat antre yang panjang sekali. Setelah mendekat ke loker, ternyata antrean sepangjang itu untuk pembelian tiket 20.21, kereta terakhir yang beroperasi. Aku shock, tidak ada lagi harapan. Hampir seperempat jam aku menimbang-timbang di stasiun. Ikut antre pun peluang mendapatkan tiket sangat kecil. Akhirnya aku meminta Ibah untuk mengantarkan ke flyover Janti.

Sesampai di Janti, terlihat 2 bus besar, yang depan bus jurusan Solo. Aku sedikit ragu untuk naik karena ini pertama kalinya aku naik bus antarpropinsi dari Jogja. Aku pun hanya berdiri di luar, melanjutkan cerita Ibah. Hingga pada akhirnya, ada seorang perempuan muda turun dari motor lalu menuju bus. Aku pun segera memotong pembicaraan dengan Ibah. Aku pun pamit dan segera mengikuti di belakang perempuan itu. Aku terus mengikuti dan mengambil duduk di sampingnya. Kami pun berbasa-basi. Rupanya mbak-mbak itu juga baru saja dari stasiun.

Bus melaju jam setengah 6. Sore itu perjalanan cukup macet. Aku memejamkan mata di sepanjang jalan karena aku belum istirahat sejak pagi. Belum lama aku memejamkan, datanglah suara seorang bapak menyambut keberangkatan kami Ia meminta izin untuk mengganggu perjalanan kami. Tiga buah lagu dinyanyikan dengan apik diiringi petikan gitar. Salah satu hal yang menarik, jika biasanya para musisi jalanan menyanyikan lagu tentang cinta, kali ini tidak. Sehingga aku begitu menikmatinya dalam pejaman mata. Kebetulan bapak itu berdiri di sela kursi tepat di depanku. Jika boleh menebak, lagu yang dimainkan sejenis lagu melayu. Salah satu lagu yang masih aku ingat, yaitu tentang layang-layang. Tidak lama setelah bapak itu pergi, datang musisi jalanan lainnya. Kali ini seorang ibu-ibu. Kali ini aku tidak terlalu memperhatikan lagu apa yang dinyanyikan karena ibu itu berada di sisi belakang. Kebetulan ada receh di dompetku, sehingga aku bisa menyisihkan sebagian buat kedua musisi jalanan malam itu. Setelah itu, aku pun benar-beanr tertidur hingga sampai di Klaten.

Tepat jam 8, bus sampai di terminal Tirtonadi. Turun dari bus, aku merasa seperti anak hilang. Terminal terasa asing sekali setelah direnovasi. Aku sembarang saja berjalan keluar. Setelah keluar, aku baru mengenali jika itu pintu belakang. Lalu aku pun memastikan ke bapak-bapak becak. Aku kembali lagi ke dalam dan bertanya kepada bapak petugas perihal pintu samping.

Pintu samping rupanya jauh sekali. Sialnya, baterai HP-ku sudah habis. Aku tidak bisa menghubungi kakakku. Sebelumnya aku sudah memesan kakak untuk menunggu di luar aja. Aku mulai khawatir karena tidak mendapatinya usai keluar dari pintu samping terminal. Aku terus saja berjalan ke perempatan. Dalam langkah aku terus saja menebak tempat di mana kakak menunggu. Sesampainya di perempatan, aku lega sekali. Seketika semua khawatirku hilang. Aku melihat motor merah kakakku di balik becak. Setelah mendekat ternyata ia sedang berjongkok. Ah, leganya. Kami pun segera bergegas pulang.

26 Maret 2017

Balik ...

Lagi-lagi aku kehabisan tiket. Aku sampai di stasiun jam setengah 3. Kereta jam 3 dan jam 4 sudah habis. Tinggal kereta jam 17.45 dan pembelian masih di buka jam 4. Tiba-tiba aku bertemu dengan perempuan muda dengan logat Jakarta, tampaknya ia tidak begitu mengenal Solo. Siang itu loket 1 ramai sekali dan sepertinya ada kesalahan teknis, di mana pembeli tiket jarak jauh seharusnya tidak dilayani di loket 1 sehingga mengakibatkan mbak-mbak tadi dan aku tidak mendapatkan tiket Malioboro Express. Mbak-mbak itu pun mulai bingung bagaimana ia akan kembali ke Jogja. Aku menawarkan untuk naik bus saja, daripada harus menunggu 3 jam di stasiun. Akhirnya mbak-mbak itu menyetujui. Kami berdua ke terminal menggunakan ojek online. Aku dipesankan sekaligus oleh mbak-mbak itu karena aku memang belum punya aplikasi trasnportasi online. Ini adalah pertama kalinya aku naik ojek online.

Kami pun sampai di terminal.

"Berapa Pak?" Tanyaku.

Driver ojek itu mengecek tarif. "Udah pakai gopay, Mbak." Kata bapak itu.

"Jadi nggak bayar Pak?" Tanyaku lagi.

"Nggak, mbak." Balas bapaknya.

"Oh, Makasih Pak." Ucapku kembali.

Segera kami bergegas menuju bus yang sudah siap. Bus itu melaju tepat jam 3.

Lagi, sepanjang perjalanan ada sederet musisi jalanan, mungkin ada lebih dari 5. Karena koin yang tertinggal di dompetku hanya satu, aku berikan saja kepada yang paling pertama. Siang itu lumayan panas, dahaga pun cepat singgah. Aku merogoh tas samping. Tidak ada. Aku coba mengecek di bawah kursi, juga tidak ada. Rupanya botol tupperware merahku baru saja hilang.

Manusia setiap menit, setiap detiknya berada dalam sebuah perjalanan. Perjalanan di atas bumi ini yang akhirnya sudah pasti dan perjalanan menuju kehidupan tanpa akhir. Kita pun diberikan pilihan untuk memilih perjalanan yang seperti apa. Apa yang sebenarnya kita tuju dalam penciptaan diri kita ini. Dalam perjalanan kali ini, aku dapat memaknai tentang sebuah perjuangan menghadapi kerasnya kehidupan. Perjuangan untuk sekoin recehan, perjuangan untuk sesuap nasi, dan perjuangan untuk berjumpa dengan orang-orang tercinta.

My JourneyWhere stories live. Discover now