3 Juli 2017
Siang itu, aku, Aulya dan Hani, adik Aulya, menuju Stasiun Balapan. Kali ini mereka berdua berencana menginap di tempat kostku, sebuah keinginan Aulya yang telah lama direncanakan. Selagi mereka sedang menghabiskan waktu libur panjang di rumah. Sementara aku, hanya disibukkan oleh kerja paruh waktu sembari menunggu hari wisuda.
Seperti biasanya kami menempuh perjalanan dengan bus antarkota. Kami sampai di stasiun sekitar jam setengah 2, dengan harapan masih bisa mendapatkan tiket kereta jam 4. Sesampai di loket tiket, kami bertiga kompak terkejut. Antre tiket rupanya sudah sampai di belakang. Anggapan kami mengambil hari Senin rupanya salah besar. Nyatanya semua hari dalam liburan panjang, peminat kereta tidak ada bedanya. Antrean paling belakang bahkan tidak terlihat karena mencapai hingga lahan parkir yang tertutup oleh bilik toko makanan dan minuman. Naas, dalam kaca loket telah tertulis pemberitahuan 'Prameks jam 16.00 telah habis'. Itu artinya antrean sepanjang itu adalah untuk atrean tiket pukul 6.
"Gimana nih, Sob. Mau coba antri dulu nggak?" Aku pun meminta pendapat Aulya. "Kalau mau naik bus, paling dapet yang jam 3, trus nyampe sana paling maghrib-an juga. Bayarnya hampir 2 kali lipat." Aku menawarkan opsi lain sebagai pertimbangan.
"Iya nggak pa pa. Kereta aja." Balas Aulya singkat.
Kami bertiga pun menuju tempat parkir. Rupanya antrean telah membentuk lengkungan berkelok-kelok. Benar-benar sudah seperti ular.
Jam 4 lebih, akhirnya kami mendapatkan tiket untuk keberangkatan pukul 18.45, tiket Prameks tujuan Jogja yang terakhir. Syukurlah. Setidaknya penantian kami tidak sia-sia. Sementara di belakang kami masih banyak calon pembeli yang masih belum beruntung. Usai mendapat tiket, kami pun meminta izin petugas masuk ke dalam stasiun untuk melaksanakan solat Asar. Peraturan dari stasiun, jika calon penumpang belum waktunya memasuki wilayah peron, maka harus meninggalkan kartu identitas di tempat pemeriksaan tiket sebagai jaminan.
Usai dari sembahyang, kami pun keluar kembali. Mengantre rupanya kegiatan yang cukup melelahkan. Rasanya lapar terlalu cepat menyerang. Ah, mungkin karena di tambah hujan sore itu. Kami pun menuju swalayan untuk membeli makanan hangat, mie instan. Lalu kami duduk di kursi panjang menikmati mie hangat sambil memerhatikan mereka yang berlalu lalang.
Setelah kereta jam 6 berangkat, tiket kami baru bisa pass. Kami pun masuk boarding pass dan segera menuju mushola untuk solat Maghrib. Kereta kami masih kurang setengah jam lebih. Kami pun menunggu di tangga dekat peron sambil ber-wefie ria mengabadikan wajah-wajah lelah kami.
***
Sebuah kesialan melanda kembali. Entah ini merupakan kesalahan pihak kereta yang tidak menyediakan fasilitas toilet, atau karena kesalahan sang ibu yang kurang memerhatikan kondisi anak. Sebuah pemandangan yang sungguh menjijikkan di sisi belakang gerbong, dekat tempat duduk kami. Tiba-tiba saja ada seorang anak yang buang hajat di dalam kereta. Ya tepatnya di depan mata kami. Sontak aku dan Aulya serasa ingin muntah melihat kejadian itu. Kami berdua pun segera pindah ke sisi depan gerbong. Sementara Hani seakan tenang saja karena tidak melihatnya secara langsung, dan ia hanya mengeluarkan minyak aroma untuk menghalau baunya.
"Sob, mau turun Lempuyangan apa Tugu?" Tanyaku setelah kereta melewati Stasiun Maguwo.
"Terserah deh sob." Aulya tampak pasrah saja.
"Udah pernah liat Jogja malem hari?" Tanyaku lagi.
"Belom." Jawabnya
"Ya udah turun Tugu aja ya." Aku memutuskan. Aulya hanya mengangguk.
YOU ARE READING
My Journey
AventuraIni adalah tentang perjalananku. Sebuah perjalanan singkat yang menjadi bagian dari perjalanan panjangku