Jalan-Jalan (Lagi)

2 0 0
                                    

17 Juni 2017

Salah satu hal yang ingin aku lakukan selepas sidang pedadaran tanggal 29 Mei yang lalu, adalah jalan-jalan, menggunakan kaki saja. Hari itu aku mengagendakan untuk memesan tiket karena tidak ingin menunggu antrean heroik mudik, yang biasanya memakan hingga 3 sampai 5 jam atau mungkin lebih.

Pagi itu rasanya malas sekali sehingga aku baru keluar kost jam 11. Seperti biasa aku naik TJ menuju Stasiun Tugu. Sampe di sana sekitar jam 12. Seperti perkiraanku, loket pemesanan tiket ramai sekali. Mereka pasti sepertiku, memesan tiket untuk mudik. Pemanggilan nomor antrean baru sampai nomor 150-an, sementara aku mendapat nomor antrean 228. Aku pun pasrah duduk manis menunggu nomorku dipanggil. Sesekali aku memerhatikan perempuan customer service. Wajah pelayanan terletak di pelayan frontdesk. Harus melayani dengan ramah penuh senyum, yang jelas psikisnya harus stabil, harus mampu bilingual. Lagi-lagi pikiranku tersandung pada pertanyaan, setelah lulus mau kerja apa.

Menunggu hampir 2 jam, perhatianku lebih tertarik oleh lalu lalang orang-orang yang salah tempat. Para pembeli tiket banyak yang salah menuju loket pemesanan. Aku baru meliat renovasi loket yang baru kali ini juga. Loket pembelian terpisah dengan loket pemesanan dan loket CS. Bahkan desain interiornya belum final. Masih ada kabel yang bergelantungan, belum ada tulisan permanen pemesanan tiket, dan juga belum ada papan penunjuk yang jelas.

Dari pemesanan tiket, aku melanjutkan jalanku ke destinasi selanjutnya. Keinginan dari sejak 2 tahun lalu, hunting longdress, agar aku sedikit terlihat feminim. Sialnya aku lupa membawa jilbab, kado dari salah satu sahabat, renacananya aku ingin membeli baju yang senada. Aku singgah dari satu toko ke toko sebelahnya, kembali lagi ke toko sebelumnya. Akhirnya pilihanku tetap jatuh pada toko incaranku 2 tahun yang lalu, meski model bajunya kini sudah berbeda.

Lanjut menuju destinasi berikutnya. Sudah lama sekali aku ingin pergi ke toko aksesoris. Kata teman kost, ada toko semacam j***e di deket p***o. Aku pun jalan saja dulu ke p***o. Aku mampir sebentar ke toko itu karena teringat dengan cetakan yang salah beli. Aku langsung menuju lantai 2, berkeliling sebentar. Masih belum nemu juga.

"Permisi, Bu. Cetakan takoyaki di sebelah mana ya Bu?" Tanyaku kepada salah satu pelayan.

"Di barisan wajan kalo nggak salah, Mbak." Jawab ibu itu.

Aku menuju ke barisan wajan cetakan. Tiba-tiba saja ada seorang laki-laki muda bertanya.

"Cetakan takoyaki mana ya, Mbak?" Tanya mas-mas itu.

"Nah, saya juga lagi nyari Mas." Balasku

"Jualan dimana Mbak?" Tanya kembali mas-mas itu.

"Buat iseng-iseng aja, Mas." Jawabku polos.

Sementara mas-mas itu masih sibuk mencari peralatan lain ke arah ujung, aku urungkan saja niat membeli cetakan karena harganya tidak terjangkau oleh kantongku.

Lanjut kembali, aku mencoba melihat-lihat aksesoris ke lantai 3, siapa tahu aku menemukan barang yang aku cari. Benar saja, ada peralatan menjahit. Karena terlalu susah mencari warna kancing yang sesuai, aku putuskan membeli warna netral saja, hitam dan putih. Satu lagi yang aku cari, bubuk warna yang dilekatkan pakai lem. Dari mbak-mbak pelayan, aku baru mengetahui jika jenis pewarna itu namanya glitter. Usai memilih warna, aku menuju kasir. Sambil antre, mataku berkelana. Kebetulan aku melihat amplop angpao lebaran. Aku pun mengambilnya. Karena yang aku cari sudah aku dapatkan, aku pun tidak jadi mencari toko aksesoris semacam j***e.

***

Aku keluar dari p***o lewat pintu keluar samping. Sejenak aku sedikit buta arah. Aku jalan saja terus. Setelah menemukan perempatan, aku sedikit mengenal daerah itu. Jika arah kanan ke jembatan pasar Bringharjo, jika lurus ke arah TBY. Karena pikirku halte Malioboro pasti antre banyak jika sore hari, aku putuskan lurus saja ke halte Taman Pintar. Di tengah perjalanan, ada yang menarik, toko re****ng di sisi kiri jalan. Toko ini menjual berbagai macam perabotan rumah tangga terutama bahan plastik. Aku pun mampir sebentar, kali saja ada cetakan takoyaki. Aku langsung menuju bagian alat masak, tetap saja tidak ada. Aku melanjutkan jalanku. Sampai di halte Taman Pintar, mbak-mbak penjaga itu menyarankan untuk ke halte seberang agar lebih cepat menuju halte Kopma. Aku pun menurut saja.

Perjalanan yang terlalu menghabiskan tenaga, tetapi aku merasa puas sekali. Perjalanan tentang melepas segala penat yang mungkin dapat menghambat langkah selanjutnya. Hilangkanlah semua penat itu dan segera melangkah kembali. Karena roda kehidupan terus berputar dan waktu semakin memudar.

My JourneyWhere stories live. Discover now