Episode 1

7.1K 562 69
                                    

Happy reading
.
.
.
Sorry for typos

Kediaman Prasetya, a years before....

"Non Hannah, Den Angga, ayo sarapan. Di tunggu sama Mami Papi." ujar Bik Tin menghampiri Kakak-Beradik itu di ruang tengah sedang menonton televisi sebelum berangkat sekolah.

Tanpa banyak bicara Erlangga dan Hannah menuju meja makan untuk sarapan bersama kedua orang tuanya. Tak ada yang spesial dalam keluarga Erlangga dan Hannah, mereka lebih terbiasa sendiri apalagi jika sarapan seperti ini hanya berdua saja.

Namun kali ini mereka bisa di bilang beruntung karena Mami dan Papinya masih berada di rumah belum berangkat praktik ke rumah sakit.

Sekar melirik ke arah dua anaknya yang baru saja duduk bersebelahan. Jujur saja, Sekar juga ingin setiap hari bisa sarapan bersama seperti ini apalagi Banyu, suaminya itu yang kini tambah sibuk semenjak menjadi kepala departemen bedah syaraf.

"Ayo, dimakan sarapannya. Hannah, Angga." ujar Sekar saat anak-anaknya itu sudah menyendok makanan ke dalam piring mereka.

Hannah dan Erlangga diam saja lalu menyantap sarapan mereka dalam diam.

"Han, gimana ujian try out kemarin sudah keluar?" tanya Banyu setelah melihat Hannah selesai minum.

"Udah." jawab Hannah tak acuh lalu memakan sarapannya lagi.

"Kalau Angga, gimana? Hasil ujian masuk PTN sudah keluar?"

Erlangga hanya diam saja. Sejujurnya Erlangga sama sekali tidak mengikuti ujian masuk PTN Fakultas Kedokteran itu karena ia tidak ingin jadi dokter seperti kedua orang tuanya.

"Kok anak temen Papi sudah keluar hasilnya?" Banyu menatap Erlangga dengan kening mengkerut.

"Mas," Sekar memberi kode pada Banyu untuk berhenti menanyakan hal itu dan Banyu tutup mulut seketika.

Hannah yang tahu Kakaknya itu tidak mengikuti ujian PTN hanya diam saja. Ia takut bicara karena pasti kedua orang tuanya itu marah dan bahkan menentang dengan kampus juga jurusan pilihan Erlangga.

Sejak semalam Kakaknya itu sudah bilang pada Hannah bahwa dia akan menyampaikan sesuatu hal yang pasti membuat Mami Papinya itu syok bukan kepalang. Tapi Hannah berharap tidak pagi ini karena suasana sedang tidak mendukung sama sekali.

"Jangan sekarang, Kak, jangan sekarang." rapal Hannah dalam hatinya sambil terus makan walau tak berselera, sesekali ia melirik jam dinding, masih jam 7, sekolahnya baru mulai satu jam lagi.

Erlangga menyudahi sarapannya lalu membersihkan sekitar mulutnya dengan tissue. Ia berada di antara persimpangan antara mengakui atau tidak. Ia akan terima apapun reaksi Mami dan Papinya setelah mendengar semuanya setelah ini.

Hannah menggelengkan kepalanya ketika netranya dengan Erlangga bertabrakkan seolah menandakan jangan katakan sekarang namun Erlangga tak bisa menahannya lebih lama lagi karena pengumuman kelulusan SMA sebentar lagi.

"Mami, Papi." panggil Erlangga, keduanya menoleh dan menatapnya menunggu kalimat apalagi yang akan keluar setelah ini. "Angga mau ngomong." ujarnya.

"Silakan." jawab Banyu lalu merubah posisi duduknya, serius menatap putra sulungnya itu.

"Sebenarnya Angga nggak ikut ujian PTN bulan lalu, Mi, Pi." ujar Angga akhirnya.

"Maksudnya? Kamu nggak mau kuliah, begitu?" cerca Banyu kemudian.

Erlangga mengerjap. "Bukan gitu, Pi. Angga udah diterima kampus lain."

"Alhamdulillah. Di mana, Nak?" tanya Sekar antusias.

BLANK SPACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang