Happy reading
.
.
.
Sorry for typosOxford, Inggris
Cuaca sore hari ini gerimis meski musim semi masih berlanjut sampai beberapa minggu ke depan namun sesore ini Erlangga masih berada di kamar apartmentnya menanti gerimis pergi.
Sudah beberapa waktu belakangan ini pikiran tentang Hannah yang sempat di rawat masih bertengger di kepalanya. Sejak semakin seringnya juga pertengkaran itu terjadi dan sampai membuat Hannah drop.
Erlangga jadi enggan pulang jika keadaannya tak berubah bahkan jika ada niatan pulang pun Erlangga akan memilih pulang ke Jogja dengan Eyang dibandingkan ke Jakarta.
Meski sudah berulang kali Maminya berusaha mendekatkan diri lagi namun sisi lain hati Erlangga menolak dan masih enggan karena bosan di kecewakan.
Hujan sudah reda, namun langit masih mendung seperti hatinya saat ini yang masih bingung harus melakukan apa meski kata maaf berulang kali terdengar dari mulut Maminya itu.
Erlangga enggan.
Masih enggan.
Erlangga memakai mantel tebal, sarung tangan lengkap dengan sepatu boot kulit dan keluar dari kamarnya. Ia turun ke lantai satu lalu membuka kunci rantai sepeda yang ia beli dengan susah payah untuk pergi ke kampus dan tempatnya bekerja paruh waktu.
Weekend kali ini Erlangga mengisi kerja paruh waktu di salah satu restoran halal milik orang Timur Tengah. Kerja Erlangga ringan saja, hanya bersih-bersih dan cuci piring di dapur lalu malam nanti ia pindah lagi ke cafe untuk menjadi barista di sana.
Lelah, namun Erlangga harus menjalaninya demi uang saku yang akan diterimanya setiap selesai bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Walaupun Sekar kerap kali mengirimkan uang namun tak pernah Erlangga gunakan, uang dari Hannah pun hanya separuh jadi Erlangga hanya mengandalkan uang saku beasiswa yang di terimanya tiap akhir bulan dan uang saku dari kerja paruh waktunya.
"Aku laki-laki. Harus bergerak, apapun yang terjadi." batin Erlangga sambil terus mengayuh sepedanya menuju restoran yang masih 500 meter ke depan.
.
.
.
.The Old Bank Hotel, Oxford
Sementara di salah satu kamar hotel, Sekar, Banyu dan Hannah baru tiba shubuh tadi di Oxford kini sedang ragu akan keluar dari kamar atau tidak karena cuaca masih mendung di langit.
Hannah juga masih menyesuaikan diri dengan keadaan di sini, ia masih jetlag dan sekarang sedang tidur di kamarnya karena sejak tadi tak bisa terlelap.
Mungkin ia gugup akan bertemu lagi dengan Kakaknya setelah dua tahun lebih tak pernah berjumpa secara langsung.
"Hannah mana?" tanya Banyu menghampiri Sekar di depan jendela.
"Masih tidur. Capek dia, jetlag." sahut Sekar.
"Coba bangun kan dulu. Udah waktunya makan malam ini yuk, ajak makan ke restoran halal dekat sini cuma sepuluh menitan." ajak Banyu lalu mengusap punggung Sekar. "Terus besok kita coba cari Angga."
"Nggak mau makan di hotel aja? Dinner di kamar?"
Banyu menggeleng tanda enggan. Sekar mau tak mau menuruti dan segera menuju kamar Hannah yang hanya terpisah dengan pintu penghubung dan sengaja Sekar buka.
Si bungsu tengah terlelap, wajahnya nampak lelah dan Sekar tak tega membangunkannya tapi sudah waktunya makan malam dan jika kelaparan tengah malam nanti Hannah tak bisa memesan ojol bukan?
Hey...?
"Hannah, sayang bangun dulu kita makan yuk." kata Sekar sambil mengusap lengan Hannah agar anaknya itu terbangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLANK SPACE
Fiction généraleFirst publish: 25 February 2019 [DISCLAIMER ; Sediakan tissue sebelum hujan] (15+) . . . Sendiri, Lagi-lagi sendiri Di saat semua orang bahagia dengan kehidupannya sedang kan Hannah tidak. Hannah benci sendirian, Hannah benci sepi namun itu yang d...