Happy reading
.
.
.
Sorry for typosBanyu dan Sekar serta Eyang Ning menunggu di depan UGD dengan cemas. Hannah belum juga sadarkan diri sejak pingsan di rumah tadi sampai tiba di rumah sakit.
Tidak bisa lagi berkata, Sekar hanya bisa menangis tak henti melihat Hannah terkulai tak sadarkan diri. Baru pertama kali Sekar melihat Hannah sampai seperti itu, campur aduk semua perasaannya.
Sementara Eyang Ning duduk di seberang Sekar dan Banyu, menatap mereka penuh amarah. Tampak jelas di matanya kilat kemarahan karena membuat Hannah seperti ini.
"Semua karena kalian." ucap Eyang Ning pelan membuat Sekar dan Banyu semakin merasa bersalah.
"Puas kalian?"
Keduanya hanya diam membungkam tak bisa membantah atau melawan apa yang diucapkan ibunya itu. Semua ucapannya memang benar, yang terjadi memang karena mereka berdua. Akar dari segala masalah.
"Keluarga pasien?" panggil dokter perempuan yang baru saja keluar dari dalam UGD.
"Ya, saya Eyang nya. Gimana cucu saya, dokter?" Eyang Ning lantas berdiri, Sekar dan Banyu juga.
"Pasien Hannah sudah siuman," ujar dokter itu.
"Alhamdulillah, lalu?" tanya Eyang Ning lagi.
"Setelah pemeriksaan barusan, kondisi fisik pasien Hannah baik-baik saja. Tidak ada yang perlu di khawatirkan, hanya saja pasien bilang bahwa beberapa waktu belakangan ini merasakan sesak di dadanya. Apalagi setelah menangis." jelas sang Dokter pada Eyang Ning.
Eyang Ning menggelengkan kepalanya tak percaya. "Sebelum ini Hannah baik-baik saja, dok. Dia tidak pernah cerita apapun soal sesak itu."
"Baik, setelah ini pasien bisa dipindah ke ruang rawatnya untuk pemeriksaan lebih lanjut."
"Silakan dok,"
Dokter dan Suster tersebut pamit permisi setelah meminta Eyang Ning mengurus administrasi untuk perawatan Hannah setelah ini.
"Biar saya aja, Buk yang urus." kata Banyu.
"Ya iya, kamu lah yang urus. Kamu kan bapaknya, buat apa kamu ke sini kalau nggak ikut urus ini itu." jawab Eyang Ning tajam dan berlalu dari hadapan anak dan menantunya itu.
🌥️🌥️🌥️🌥️🌥️
Hannah sudah pindah ke ruang rawat, ia benar-benar tak mau ditemani siapapun selain Eyangnya di dalam ruangan ini. Hannah diam saja sejak tadi, tak ada sedikit kata yang terucap selain air matanya yang sedikit-sedikit keluar.
Dengan telaten Eyang membersihkan air mata yang mengalir di pipi Hannah dengan tissue. Jujur saja, ia tak tega melihat Hannah seperti ini, Hannah datang membawa luka namun dua hari ini seolah semua hilang dan ia bisa tersenyum namun siang tadi, semua berubah dan puncaknya sampai Hannah pingsan.
"Udah nduk..., nanti dadanya makin sesak. Nggak enak kan pakai selang begitu?" kata Eyang Ning sambil mengusap pipi Hannah.
Hannah diam saja namun matanya tetap menatap Eyangnya.
"Kenapa sayang? Ngomong sama Eyang." kata Eyang Ning lembut.
Hannah tak bicara, ia memeluk lengan Eyangnya erat-erat sambil menangis lagi tak tertahankan. "Hannah nggak mau pulang, Eyang. Hannah mau di sini aja sama Eyang." katanya sambil bergetar.
"Emang kenapa Hannah mau di sini? Di Jakarta kan ada Mami Papi, toh?" ujar Eyang pelan sambil mengusap kepala Hannah.
Hannah menggeleng. "Nggak mau, Hannah takut sama Mami, sama Papi. Hannah nggak mau ditampar lagi, Eyang, Hannah nggak mau terus-terusan di push untuk sesuatu yang Hannah sendiri nggak mau..." jawab Hannah panjang sambil menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLANK SPACE
General FictionFirst publish: 25 February 2019 [DISCLAIMER ; Sediakan tissue sebelum hujan] (15+) . . . Sendiri, Lagi-lagi sendiri Di saat semua orang bahagia dengan kehidupannya sedang kan Hannah tidak. Hannah benci sendirian, Hannah benci sepi namun itu yang d...