11. Rasa Solidaritas Adam

597 42 0
                                    

Sudah berkali-kali aku mengajak Adam untuk bersamaku gabung organisasi Rohani Islam (Rohis), namun ia masih menolak. Entah kenapa, aku pun masih sedikit ragu untuk gabung Rohis seorang diri. Aku terlalu takut untuk ditertawakan oleh teman-temanku.

"Males ah gue ke tongkrongan, gue ke rumah lu aja ya?" Kata Adam saat tiba di sekolah untuk mengambil sepeda motornya.

"Emang tongkrongan kenapa?" Aku turun dari sepeda motorku.

"Lagi males gue sama Alex." Adam menurunkan standar satu dan turun dari sepeda motorku.

"Ya... kenapa?" Aku penasaran.

"Semenjak Ridho pergi, gue kesel aja ngeliat dia. Udah jelas Ridho kecelakaan, dan dia ngeliat. Bukannya langsung dibantuin, malah ke tongkrongan dulu manggil kita." Jawabnya. Aku menyimaknya omongannya.

"Ridho seharusnya masih bisa diselametin kalo cepet-cepet dibantu." Lanjutnya. Sebenarnya yang dikatakan Adam ada benarnya. Namun menurutku Adam tidak pantas menyalahkan Alex, menurutku akulah yang lebih pantas untuk disalahkan. Ridho itu kecelakaan dalam perjalanan menemuiku, atas permintaanku.

"Yaudah ayo, kerumah gue aja." Aku menaiki sepeda motorku, dan menyalakannya. Sengaja aku menyudahi perbincangan mengenai itu, aku masih merasa bersalah, maka tidak ada keinginan untuk aku membahas itu.

--

Setelah melepas seragam sekolah, aku ke dapur untuk mencari makanan. Di meja makan terdapat sayur sop, tahu dan tempe goreng, serta beberapa potong ayam goreng. Aku mengambil nasi dan mengambil sayur serta lauk pauk tersebut.

"Kalo laper lu ambil sendiri ye!" Teriakku pada Adam yang sedang berada di kamar mandi.

"Iyaa" Balasnya. Suaranya tidak terlalu kedengeran karena berisiknya suara kucuran air dari keran.

Sambil memakan makananku, aku menyalakan televisi, menyaksikan acara tv yang semakin ke sini semakin tidak menarik. Remot tv sudah kupencet-pencet untuk mengganti-ganti channel, dari acara musik, sinetron, berita sampai gosip. Menurutku tontonan televisi tidak ada yang menarik di sore hari.

Adam keluar dari kamar mandi, ia menaikkan resleting celananya, dan berjalan menuju meja makan untuk mengambil nasi dan beberapa lauk serta sayuran. Ia duduk di sampingku dan mulai menyantapnya.

"Udah lebih dari seminggu lu enggak pernah ke tongkrongan. Kenapa sih?" Adam membuka percakapan dengan pertanyaan yang sebenarnya malas untuk kujawab. Sebab aku bingun harus menjawab dengan jawaban seperti apa. Semenjak Ridho pergi, aku sangat malas untuk nongkrong dengan teman-temanku. Kepergian Ridho sedikit mengingatkanku mengenai waktu yang aku buang sia-sia hanya untuk duduk-duduk dan tertawa di warkop Bang Udin.

"Ya males aja." Tatapanku kuarahkan ke televisi yang sedang menampilkan acara komedi, namun tidak sedikitpun menghiburku. Aku menjawabpertanyaan Adam dengan singkat, berharap ia tidak menanyakan soal itu lebih dalam.

"Males kenapa?" Adam berhenti mengunyah makanannya, dan menatapku.

"Ya... Enggak kenapa-napa. Gue males aja nongkrong, mendingan di rumah, tidur, atau nonton tv. Acara tv juga seru-seru dari sore sampe malem." Aku memberikan alasan-alasan untuk menjawab pertanyaannya yang ini. Untungnya aku masih bisa menjawabnya meski harus berbohong.

"Betul juga sih." Jawabnya singkat, sementara tangannya mulai menyendok makanannya untuk diantarkan ke dalam mulutnya. Matanya mulai menatap layar kaca televisi lagi. Kami sama-sama menikmati makanan yang kami makan, dan sama-sama menikmati siaran tv sore itu, meskipun aku tidak benar-benar menikmati. Namun Adam sesekali tertawa saat menontonnya, mungkin karena memang lucu, atau aku saja yang tidak mengerti di mana letak lucunya.

Cerita Cinta Anak Rohis ✓ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang