17. Yoga Selalu Menyebalkan

491 35 0
                                    

Jarum jam sudah menujuk ke angka sembilan, dan bel sekolah pun berbunyi. Aku dan Adam menjaga di salah satu gang, dan beberapa pengurus rohis yang lain menunggu di gang yang lain. Aku dan Adam sudah pasrah, mungkin memang sudah waktunya kami menunjukkan diri sebagai anak rohis.

Memangnya kenapa kalo mereka tahu kami ini gabung rohis? sepertinya tidak merugikan mereka, kan? Aku dan Adam sudah menyetujuinya, kita hadapi saja mereka, apapun yang terjadi, kami enggak boleh mikirin diri sendiri, kali ini yang harus kami lakukan adalah menjaga gang ini, jangan sampai ada murid yang kabur.

Segerombolan murid berjalan menuju masjid, melewati kami, sepertinya mereka memang benar-benar ingin ke masjid, tidak ada maksud untuk kabur.

Setelah beberapa menit, keluarlah teman-temanku. Mereka keluar gerbang sekolah belakangan, aku dan Adam hanya jongkok-jongkok di depan gang. Menunggu mereka lewat.

"Woy, Vi, Dam." Kata Alex yang berjalan ke arahku.

"Wey, Lex." Aku dan Adam menyodorkan kepalan tangan untuk ditinju pelan sebagai pengganti salam.

"Lu ngapain?" Alex nanya. Teman-teman yang lain mulai berjalan mendekati kami.

"Ini, jagain gang." Kata Adam.

"Lah, ngapain?" Kata salah satu temanku yang sudah sampai di depanku.

"Ya jagain gang, jangan sampe ada yang kabur." Balas Adam. yang membuat mereka terheran-heran.

Tiba-tiba Alif berjalan ke gang, melewati aku dan Adam. Aku segera menarik tangannya untuk menahannya.

"Wey, Lif. Mau ngapain lu?" Aku menahannya, sedang Adam meladeni teman-temanku yang lain.

"Lu, yang ngapain? Udah ah gue mau cabut." Alif melangkahkan kakinya lagi, namun aku tetap menahannya.

"Kagak-kagak, sana lu ke masjid." Aku menarik tangannya ke luar gang. Alif tidak beriontak, mungkin ia heran kenapa aku melarangnya untuk cabut. Padahal, dulu, aku sering bolos bareng dengannya.

"Hahaha! Mau jadi apa lu?! Mau jadi ustadz?" Kata salah satu temanku pada Adam. Adam tidak menjawabnya, ia tetap merentangkan tangannya, menahan mereka agar tidak ada yang kabur.

"Hahaha. Goblok! Bocah kayak lu ngapain masuk rohis?" Kata salah satunya lagi. Sebenarnya kata-kata goblok, tolol, anjing, dan segala macam kata umpatan lainnya sudah sering keluar dari mulut mereka, juga dari mulutku dan Adam. Maka Adam tidak menjawabnya, karena memang itu hal biasa.

Aku mendorong Alif ke luar gang, melewati Adam.

"Ribet banget dah lu!" Kata Alif padaku, wajahnya terlihat kesal.

"Terserah gue kek, gue mau masuk rohis, osis, taekwondo, paduan suara, ya terserah gua, ngapa jadi lu-lu pada yang repot! Pokoknya enggak ada yang boleh lewat sini! " Adam akhirnya berteriak membalas perkataan-perkataan mereka.

"Halah! Biasanya juga cabut. Sok suci lu anjing!" Kata Julian. Adam yang mendengarnya langsung segera meninju pipi kanannya. Julian yang tersungkur karena tonjokkan itu, segera bangkit dan segera membalasnya, namun belum sempat ia meninju Adam, Jeki datang untuk memisahkan kami, teman-teman kami yang lain juga ikut memisahkan.

"Udah-udah! Ngapa pada ribut si anjing!" Maki Jeki pada semua yang terlibat. "Udah sana, pada jalan." Lanjutnya.

Semua murid mulai kembali berjalan ke arah masjid dengan perasaan kesal. Aku mendengar beberapa kata umpatan yang dikeluarkan pada kami. Jeki menenangkan Adam yang wajahnya masih merah.

"Kalian sekarang anak rohis?" Jeki nanya.

"Iya, Jek." Aku jawab.

"Hahahaha. Sejak kapan?" Jeki tertawa.

Cerita Cinta Anak Rohis ✓ ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang