XL: Voice of Faith

400 59 0
                                    

Prang!

Suara tabung kaca yang baru saja dilemparkan memecah keheningan di tempat ini. Cairan berwarna pekat berasap yang sebelumnya ada dalam genggaman sosok berambut pirang di balik jubah hitam itu lenyap. Sama halnya dengan senyuman yang sebelumnya sempat terukir di bibirnya.

Perlahan, ia berbalik sambil menatap tajam sosok yang sebelumnya sudah membungkuk di belakangnya. Tatapannya sarat akan emosi yang bercampur.

"Apa katamu tadi?" Suaranya yang kini memecah keheningan sesaat nan mencekam itu.

Ia yang ada di belakangnya masih tertunduk. Tubuhnya gemetar mendengar suara itu. Ia harus menjawab, tapi bibirnya seolah tak bisa bergerak. Terlebih, langkah kaki sosok itu mulai mendekat ke arahnya saat ini.

"I--itu ...." Dengan suara yang bergetar ia mencoba berbicara. Memberitahukan kembali bahwa apa yang sebelumnya ia sampaikan adalah hal yang benar.

Anak itu hilang.

Sampai ... matanya membelalak karena kaget setengah mati saat dagunya mendadak terangkat. Dan kini, matanya beradu dengan iris yang terlihat memerah. Membuat tubuhnya kembali bergetar hebat.

Ini pertama kalinya ia melihat sosok itu menampakan wajahnya seperti ini. Terlebih dengan iris yang konon ... terlalu jauh mengenal dunia gelap.

"Katakan ... padaku kalau itu bohong," ucapnya sambil menyunggingkan senyumannya.

Sosok itu menolak percaya.

"Maafkan hamba, Tuan. Nona menghilang―"

Belum selesai ia menjawab, sosok itu langsung melangkahkan kakinya ke meja terdekat dan ...

Tap!

Praaaaang!

Beberapa tabung kaca langsung menjerit begitu ia menebaskan tangannya bersamaan dengan luapan emosi yang tak terbendung lagi.

"Kalau begitu berhenti main-main dan cari anak itu!" Matanya langsung bergerak tajam. Kian memerah.

"Tapi ... ia bersama―"

"Kalian hanya perlu menghabisinya," ujar sosok itu dalam. Suaranya dingin menusuk, seolah telah kehilangan semua yang hangat. "Lagi pula ... untuk apa kalian bersiap-siap untuk serangan musim dingin?" tanya sosok itu.

"Ini ... termasuk salah satunya, bukan?" Nadanya semakin mengintimidasi. "Oleh karena itu, selesaikan yang satu ini dan semuanya termasuk ...." Ia menggantungkan kalimatnya.

"Keluarkan dia ... sekarang."

***

Sementara itu, ketiga orang yang sebelumnya tengah beradu bermacam argumen itu kini―pada akhirnya―sudah berada di atas rainbow tunnel.

Tentu saja Alice yang mengendalikannya meski benda itu terhitung otomatis. Terlebih, ia harus membawa dua orang dan seekor kuda ke dimensi seberang. Dan itu tak semudah yang ia bayangkan sebelumnya. Tapi, kalau tidak begitu ... mungkin posisi mereka akan lebih berat lagi.

Sama halnya dengan apa yang kini membatu dalam pikiran Jean. Sejujurnya ia tidak yakin dengan semua ini. Karena baru kali ini ia melihat ada seseorang memakai rainbow tunnel dengan beban dan jarak yang cukup jauh. Terlebih berbeda dimensi.

Lagi pula, ini alat teleportasi otomatis, bukan? Setaunya, benda-benda otomatis teknologi tinggi seperti ini tidak sehebat sihir atau kekuatan yang berasal dari diri mereka. Karena ini instan, resikonya juga lebih instan.

2.5 Dimension [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang