XLVIII: Little Reunion

287 42 2
                                    

Gelap menyapa pandangan Jean. Membuatnya bertanya-tanya di manakah dirinya sekarang? Masih hidup atau tidak? Dan rasanya, semua ini tidaklah lucu,

Yang ia tahu, tadi ia masih berdiri dan berhadapan dengan seseorang. Sampai cahaya biru kehitaman menghantam tubuhnya tiba-tiba. Ah, tidak, kalau begini jadinya, ia bisa menyimpulkan hal lain. Ia bukan berhadapan dengan seseorang saja, ia berhadapan dengan mereka, dengan kekuatan yang tak ia ketahui apa itu.

Sekarang bagaimana? Batinnya bertanya.

Bahkan dalam kondisi seperti ini, yang entah ia masih hidup atau tidak, ia masih bertanya bagaimana cara keluar dari sini. Mengharapkan hidup kembali? Tidak. Ia hanya harus menyelesaikan tugasnya saja. Ia belum boleh mati terlebih dahulu.

Lagi pula, tidak ada kematian yang tidak menyakitkan, batinnya kembali berkata.

Bahkan tubuhnya tak merasakan sakit apapun. Ah, bahkan ia tak bisa melihat kondisi tubuhnya saat ini. Hanya sekadar merasa lemas seolah baru bangun dari tidur saja. Setidaknya itulah yang masih bisa Jean rasakan.

Kekuatan macam apa pula ini?

Tidak jelas, ia hanya bisa melihat kegelapan dan membatin berulang kali. Rasanya tidak berguna.

Mungkin mereka gagal.

Mungkin. Karena Jean sendiri bahkan tak bisa memastikan keberadaan mereka saat ini. Lagi pula, memangnya ia sendiri sudah berhasil? Jean jadi ingin merutuki diri sendiri yang sebelumnya tengah membatin hal yang bahkan lebih tepat menggambarkan keadaannya. Hanya saja, ia belum mau gagal. Sebelum Alice bertemu dengan orang itu.

Ya, aku masih ingin hidup.

***

"Jean!"

Suara teriakkan seseorang sontak membuat Akito dan Rile menoleh. Mereka bahkan belum selesai menenangkan Eice setelah sebelumnya hampir terkena atrimemori milik Rile. Dan, benar saja, ada dua orang yang tiba-tiba berdiri di hadapan mereka. Namun, kedua orang itu ... bukanlah orang asing lagi bagi mereka.

"Tu—tunggu dulu." Rile tampak terbata saat melihat siapa yang hadir di hadapan mereka. Ditambah, mereka langsung mendekat ke arah lawan mereka—Jean.

"Kau tidak salah lihat," tukas Naito yang irisnya tampak mengilat tajam. "Aku memang Naito dan dia memang Death," tambahnya sambil menunjuk ke arah Death.

"Hei, bangunlah," kata Death sambil mengguncangkan tubuh Jean.

Rile menatap heran pemandangan yang ada di hadapannya, tak terkecuali Akito dan Eice yang masih bersamanya. Maksudnya, orang yang sekarang ada di hadapan mereka ... kenapa bisa?

Sebelumnya, Rile dan yang lain memang sudah mendengar kalau Naito membawa kabur Keith saat mereka ditugaskan menyusup. Namun, mereka tak menyangka kalau jadi seperti ini. Sosok Naito yang sebelumnya tidaklah seperti ini. Naito tidak pernah memberi tatapan setajam itu. Ia terlihat lemah dan selalu berlindung di belakang Keith.

Ditambah lagi, sosok Death yang tiba-tiba datang bersama Naito, jelas hal itu yang paling mengejutkan. Karena beberapa waktu yang lalu, mereka masih berkumpul, lalu Death menghilang saat tugasnya di Tenebris.

"Ck, dasar penghianat," decak Rile dengan raut wajah kesal. "Death, kau juga apa-apan ikut dengan makhluk sialan itu?!" tambahnya ditujukan pada Death.

Sementara yang ditanya hanya menoleh sekilas sebelum akhirnya menjawab, "Entahlah, aku hanya mendapat tawaran menarik darinya." Ia tersenyum di ujung kalimatnya.

Satu hal yang dapat Rile simpulkan di sini, mereka tidaklah berada di jalan yang sama seperti dulu. Mereka bukan bagian dari Pitch Black Knight lagi. Namun, apa semudah itu mereka terlepas?

"Tu—tunggu dulu," kata Rile, "Kau bahkan sudah dapat posisi terbaik setelah ... mereka pergi, bukan? Kau pengganti si sialan itu, kan? Kenapa bisa?"

"Aku tak pernah mengiyakan kalau aku menerima posisi itu," balas Death santai, "aku hanya setuju posisi di mana aku bisa mengalahkan orang itu. Namun, aku tidak bisa mendapatkannya di sana."

"Heh, semudah itukah kau bicara?" tanya Rile yang jelas sudah memasang wajah setengah frustrasi. Death adalah orang yang amat ia kagumi dulu. Namun sekarang, ia bahkan tak mengenali lagi siapa yang ada di hadapannya. Kemudian, "Death, sadarlah!" Rile memekik melampiaskan kesal dan kecewa yang menumpuk dalam dirinya.

"Aku sadar," balas Death datar.

Tak lama kemudian, Naito menoleh dan berbicara, "Ah, maaf. Aku lupa bilang kalau ia terkena marionette gis, makanya menyebalkan."

Batas kesabaran Rile sudah ada pada puncaknya. Sekarang ia mengerti dengan apa yang terjadi, Naito benar-benar punya rencana yang sempurna sejak awal. Sejak dahulu, yang jelas ia sembunyikan dengan baik-baik. Kalau begini ... ia tak bisa menahan diri lagi.

Perlahan, Irisnya yang semula berwarna biru terang berubah, pembuluh darahnya seolah melebar, memberi tanda bahwa gejolak emosi yang ada dalam dirinya tak bisa dibendung lagi.

"Maaf Akito," ucap Rile sambil menoleh ke arah temannya yang satu itu. "Aku tidak bisa menahan diri lagi." Bersamaan dengan kalimat terakhirnya, Rile tersenyum kemudian menarik pedang dari tempatnya.

Set!

"Naito!" teriak Death saat menyadari Rile mengarahkan pedangnya pada Naito.

Saat itu juga Naito buru-buru melompat sambil membawa tubuh Jean yang jelas cukup berat. Satu hal yang terpenting saat ini, ia harus segera membangunkan Jean. Karena kalau tidak, bagaimana rencana yang ia susun dengan Death berhasil. Terlebih, tanpa miracle knight yang lain, kekuatan mereka amat terbatas.

"Death," panggil Naito dari atas sebuah dahan pohon. "Kuserahkan padamu terlebih dulu!"

Death yang mendengar ucapan Naito langsung membuang napasnya kasar. Ia benci diperintah, tapi hatinya enggan melawan. Mungkin hanya perasaannya saja, tapi perintah Naito bukanlah hal yang buruk.

Baiklah, batinnya diiringi anggukan ke arah Naito.

"Shadowll!" teriak Death sambil mengulurkan tangannya ke atas.

Dari telapak tangannya, bayangan-bayangan dengan beragam bentuk keluar dari telapak tangannya dengan cepat. Satu per satu hingga bayangan itu tak terhitung lagi jumlahnya.

"Circle barricade!" Death kini mengulurkan tangannya, membuat gerakan melingkar berulang yang membuat bayangan-bayangan tadi bergerak mendekat satu sama lain. Seperti terikat, melingkar, dan menghalangi jalan Rile pada Naito.

Di saat yang sama, Naito merasakan suatu kejanggalan. Ia berulang kali melirik ke arah Eice dan Akito. Lebih tepatnya pada Akito yang sedari tadi tak melakukan apapun. Ia hanya melihat pertarungan antara Death dan Rile. Sementara Eice tampaknya seperti kehilangan kekuatan. Ada apa ini?

Kemudian ekor mata Naito bergeser pada Jean yang kini ada di hadapannya. Bertanya-tanya mengenai kejadian sebelum ia dan Death datang ke tempat ini. Apa mungkin Jean yang membuat Eice kehilangan energi sebanyak itu? Apa pula yang Jean lakukan sampai bisa menghalau kekuatan milik Eice—magdet—yang bisa mengendalikan tekad seseorang.

Di samping itu, sebelum melancarkan magdet pada seseorang, sang empu kekuatan haruslah memiliki fokus yang tinggi. Namun sebaliknya, saat magdet tersebut akan dikeluarkan tapi sang empu kekuatan kehilangan konsentrasinya, maka kekuatan tersebut berpotensi berbalik dan malah menghabiskan energi sang empu.

Ya, mungkin anak ini sudah melakukan hal yang gila tanpa sadar, batin Naito. Tapi, ada apa dengan Akito?

Hanya ada satu jawaban yang tak Naito ketahui kebenarannya. Tapi, satu yang pasti, ada yang membawa mereka pada masalah yang lebih besar, atau jeda sesaat sebelum masalah yang pasti tiba.

***

Bogor, 30 Mei 2019

Double update? Nggak salah, semoga nggak mengecewakan. See you~

2.5 Dimension [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang