2. Kak Bian

245 26 1
                                    

Sambil menjinjing koper , aku menatap lekat rumah minimalis yang sudah 3 tahun tidakku tinggali. Akhirnya di tahun ajaran baru ini , aku bisa kembali ke kota asalku , Malang.

Baru beberapa jam keluargaku selesai berbenah , papa sudah mengajakku keluar.

"Buruan Liv!" Teriak Papaku. Akupun menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa.

Beberapa menit perjalanan , kami sudah tiba di sebuah gedung. Tempat di mana aku bertemu dengan cinta pertamaku. Ah! Bukan cinta! Ini hanya rasa kagum , bukankah begitu?

Sesampainya di sana papaku disambut oleh seorang pria paruh baya yang sangat aku kenali .

"Apa kabar Sam?" Tanya pria itu pada papaku.

"Baik Ben . Kangen nih saya udah lama ndak main ke sini." Balas papaku.

"Keadaannya masih sama kok , hm ini purtrimu to Sam?" Tanya Pria itu sambil menujuk ke arahku . Akupun tersenyum ramah.

"Iya." Singkat papaku.

"Cantik yo , bisa tak jodohin sama anakku ini." Ucap Pria itu. Blush! Pipiku merona . Aku tak bisa membayangkan jika aku dijodohkan dengan orang yang aku kagumi sejak lama.

"Yang abang atau adiknya nih?"tanya papaku.

"Abangnya lah." Balas pria itu cepat.
Aku mendadak cemberut . Kenapa abangnya? Batinku dalam hati.

Mereka asyik berbincang sambil bermain pingpong . Jangan tanya aku sedang apa . Tentu saja aku tengah duduk sambil menatap kosong ke arah depan.

Namun, tatapanku kini fokus tertuju pada orang yang tengah berdiri mengenakan masker hitam. Aku seperti mengenalinya . Entah mengapa melihatnya membuat jantungku berdegup begitu cepat.

Tak berselang lama , Papa menepuk bahuku . Akupun mengalihkan pandangan dari cowok itu.

"Udah mau maghrib , pulang Liv." Ucap papaku.

Akupun mengangguk dan mengekor dibelakang papa. Sekilas aku menoleh ke arah cowok tadi , dan apa? Dia melambaikan tangan padaku! Aku segera memalingkan wajahku.
.
.
.

Dengan semangat , aku menaiki scoter berwarna pink peach pemberian dari papa ketika usiaku genap 15 tahun menuju sekolah.

Entah apa yang ada di diriku , baru beberapa hari di sekolah aku sudah cukup dikenal banyak orang . Entah ini keberuntungan atau kesialan yang tengah menantiku di depan.

Aku menuju kelas baruku yang katanya adalah kelas unggulan . X IPA A.

Aku berjalan melompat lompat karena aku begitu gembira . Namun wajahku mendadak kusut ketika kakak kakak osis sudah berjejer sangar di depan kelasku.

"Permisi kak," ucapku menunduk.

"Mentang mentang udah famous , bukan berarti kalian boleh melanggar tata tertib." Ucap Kakak osis yang tak ku ketahui namanya itu.

Aku tau dia sedang menyindirku . Aku meliriknya sekilas .

"Kek kenal ni wajah?" Ucapku lirih.

"Sssttt." Ucap seorang cewek di sampingku. Dia bernama Vanda . Cenathi Vanda Khalista. Teman sebangkuku.

Ketika kami asyik berbincang . Bukan , tepatnya berbisik. Kakak osis itu kembali membuatku kaget.

"Heh kalian yang dipojok!" Ucapnya dingin.

Sontak kami menoleh.

"Kalo mau nggosip mendingan keluar!"

Kami hanya menuduk. Setelah bel istirahat , kami berdua menuju koperasi . Pandanganku jatuh pada empek empek yang tertata rapi. Saat aku hendak menggambil , sebuah tangan menarikku paksa.

"Lepasin!" Teriakku.
Semua orang menoleh kearahku . Kemudian mereka berbisik bisik entah apa.

Aku menoleh wajah orang yang menarikku. Dan ternyata ia adalah kakak osis yang sedari tadi menyindirku.

"Ya Allah kak , kenapa sih kakak sehari ini selalu gangguin aku?" Omelku.

Dia memajukan jari telunjuknya kearah bibirku. Setahu dari Vanda , kakak ini bernama Fabian . Banyak cewek yang mengidolakannya. Dan satu lagi ia adalah anggota osis sekaligus pembuat onar di sini . Eh ngomong ngomong di mana di Panda? Dasar ! Aku merutukinya dalam hati.

Kak Bian menarikku paksa ke sebuah taman kecil. Dalam perjalanan semua mata tak lepas memandangku . Aku bergidik ngeri.

"Duduk." Ucapnya datar.

"Udah Kak buruan mau ngomong apa?" Tanyaku sewot.

"Lo ga inget gue?" Tanya nya.

Aku mikir sejenak . Perasaaan aku gapernah punya temen namanya Fabian . Eits tapi tunggu!

"Reno kutil badak ya lo?" Ucapku menuding.

"Diem bego." Ucapnya membekap mulutku.

Ternyata kakak osis tadi adalah Reno . Fabian Margareno , cowok yang selalu memerasku agar bisa mendapat informasi tentang dia , yang entah di mana sekarang.

"Pantesan kek mirip siapa gt." Tawaku meledak.

"Lo kok mendadak pulang? Kangen sama gue ya?." Ucapnya mengacak rambutku.

"Yang ada Lo yang suka sama gue kalik." Balasku menjulurkan lidah.

Ia hanya menggarukkan kepalanya. Reno dulu memang pernah mengutarakan perasaannya padaku , namun aku belum bisa menerimanya . Alasannya , tentu karena rasaku sudah untuk orang lain.

"Sampe sekarang aja gue masih sering stalk foto alay lu Liv."

"Anjir Reno!!!! Jangan bahas." Ucapku marah.

"Gak gak . Tapi gue serius gue masih sayang sama lo." Ucapnya.

"Dan gue juga serius , rasa gue masih ada buat dia kak." Ucapku tersenyum getir.

"Hm , udah udah kok jadi melo gini." Ucapnya.

Kami pun bercerita banyak hal . Mulai dari kebiasaan kami , hingga aib kami masing masing.

Seseorang datang menghampiri kami berdua. Ia melirikku sekilas lalu menepuk bahu Reno . Eh sekarang namanya Bian! Dan dia berada dua tingkat di atasmu Nad! Ingat! Ingat! Ingat!

"Nih , lo masih suka kan?" Ucapnya sambil memberiku sekotak susu.

Aku pun mengangguk layaknya anak kecil.

"Gue pergi dulu ndut. Mau pingpong" Ucapnya. Sedangkan cowok tadi hanya menatap datar entah kearah mana.

Aku pun mengerucutkan bibirku. Bian tertawa lalu menyubit pipiku.

"Sakit kak Biaaannn" ucapku kesal.

Dia tak membalas ucapanku

"Yok Wan." Ucap Kak Bian pada temannya.

Tunggu tunggu ! Wan? Pingpong? Jangan jangan?

"Kaakkkkkk" ucapku berlari menyusul mereka berdua.

"Temen kak Bian namanya siapa?" Tanyaku polos.

Kak Bian menepok jidatnya keras . Aku pun hanya mengerutkan sebelah alisku.

Beberapa detik kemudian , cowok tadi membalasku.

"Awan." Ucapnya singkat.



------
Vote guys❤

Uimi☔[Arti]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang