13. Dia gadisku!

88 15 0
                                    

"Gue tulus sama lo Nad! Gue suka sama lo,  gue sayang sama lo! Kenapa? Lo nganggep gue sahabat yang nusuk dari belakang? Gue udah tahan dari awal Nad. Gue milih diem. Tapi gue gak tahan Nad, kenapa gue harus selalu ngalah buat Awan? Kenapa harus gue?."

Deg!

Cobaan apalagi ini Ya Tuhan?

Aku hanya bisa diam membisu. Namun tak lama kemudian suasana begitu ricuh karena bisik-bisik teman sekelasku.

"Stop! Kalian tu gak bisa ya ngehargain privasi orang?" Teriak Vanda.

Semua orang menoleh sinis pada Vanda. Aku pun juga menatap lurus ke arah Vanda.

Vanda segera berlari keluar kelas. Pandangan kami semua mengikuti langkah Vanda hingga tak terlihat.

"Terima kasih Kak, kita bisa jadi temen kok." Ucapku lembut. Aku tak ingin amarahnya meledak.

"Arghh," Desah Kak Satria sambil mengacak rambutnya. Ia keluar kelas tanpa mengucap sepatah katapun.

Akhirnya orang-orang kembali ke posisi mereka masing-masing. Begitu juga denganku. Aku ingin menyusul Vanda, tapi aku tau ia sedang memiliki masalah dan ingin sendiri.

***

"Pan ke rumah sakit yuk, nanti Kak Awan pulang. Ada Kak Dava juga sih." Ajakku.

"Ehm, sorry Nad gue ada acara." Balas Vanda kikuk.

Aku hanya mengangguk. "Gue duluan ya Pan."

Aku segera melajukan scoter peachku menuju rumah sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Aku segera membuka pintu ruangan dengan senyum yang mengembang. Aku sangat senang Kak Awan bisa segera pulang. Namun senyumku mendadak luntur, ketika seorang gadis tengah memegang pipi Kak Awan. Gadis yang sama waktu kemarin, Cassy.

Akupun membatalkan niat untuk masuk ke dalam ruangan. Tubuhku berjalan menuju taman kecil di rumah sakit ini. Di sini aku hanya mondar-mandir seperti orang linglung.

"Kak Awan bikin aku potek terus sih," ucapku bermonolog.

"Anjir, emang lo siapanya Nad? Lo gak boleh cemburu bego!" Imbuhku.

"Boleh kok Nad." Ucap seseorang dari belakang.

Spontan, aku membalikkan badan dan mendapati Kak Awan tengah berdiri dengan senyum mengembang tanpa dosa.

"Eh Kak. Kok keluar? Kakak ini masih sakit lo." Ucapku.

"Lah ngalihin topik ni anak." Balas Kak Awan sambil berjalan menuju ke arahku.

"Ehm, Kak ngapain?" Tanyaku sambil mundur menjauhi Kak Awan.

Ia terus berjalanan mendekat ke arahku hingga ia mengunci tatapanku.

"Gue masih sakit Nad, gak bakal aneh-aneh." Ucapnya menjitak kepalaku.

Aku hanya bisa meringis. Akupun menerima ajakannya untuk ikut pulang ke rumah Kak Awan. Apalagi aku belum pernah ke rumahnya.

***

Kini aku tengah berada di sebuah rumah besar yang mewah. Aku mengedarkan pandanganku di dalam ruangan utama rumah ini. Beberapa lukisan tergantung di sekeliling tembok. Terlihat juga, foto-foto yang berderet rapi di sebuah meja panjang.

Uimi☔[Arti]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang