14. Miss

76 16 4
                                    

"Lo juga mau ngrebut Nadia? Gak puas lo ngambil kasih sayang bunda ke gue?"
Awan memijat kepalanya dan meninggalkan Alan Nadia yang kini masih merasa terkejut.

"Nad, sorry. Harusnya gue gak cerita sama lo." Ucap Alan tertunduk.

"Hm gapapa Kak. Insyallah aku bakal bantu ngomong sama Kak Awan." Balas Nadia.

Nadia berusaha membujuk Awan untuk tidak salah paham dengan Alan. Ia pun juga meminta maaf. Tapi begitulah Awan, ia adalah orang yang keras kepala. Nadia pun memutuskan untuk berpamitan pulang.

***

Tiga hari berlalu sejak kejadian di halaman belakang, semua masih sama. Bahkan Awan dan Nadia tidak pernah bertegur sapa, malah kini Alan selalu rajin mengantar jemput Nadia ke sekolah. Sebenarnya Nadia enggan, tapi lelaki itu selalu memaksanya.

"Pandaaa." Teriak Nadia pada gadis berbulu mata lentik di sebelahnya. Yang dipanggilpun menoleh.

"Pann gue harus gimana? Masa iya gue harus minta maaf duluan sama Kak Awan, gengsi. Tapi gue gak betah didiemin kayak gini. Meskipun ada Kak Alan juga sih." Ucap Nadia panjang lebar.

"Sejak kapan lo berubah Nad? Kenapa lo mainin dua cowok sekaligus? Mentang-mentang lo cantik? Hits? Basi tau gak. Gue malu punya temen play kaya lo." Balas Vanda. Kemudian Vanda segera keluar kelas meninggalkan Nadia.

Ucapan yang begitu pedas dan menusuk hati Nadia.Nadia hanya bisa menunduk.

"Lo bener Van. Gak seharusnya gue nambah permasalahan mereka." Ucap Nadia lirih.

Nadia mengacak rambutnya kasar. Ia langsung menuju perpustakaan, tempat yang akhir akhir ini sering ia kunjungi. Di sana terdapat sebuah ruangan kecil di balik rak buku yang jarang digunakan oleh siswa dan Nadia menyukai tempat itu.

Ia memilih sebuah novel yang bercover pink peach. Kemudian menuju ruangan kecil itu.

Nadia sibuk membolak-balikkan halaman demi halaman. Ia terhanyut dengan kisah di dalamnya.

"Ceweknya nyebelin banget sih. Udah sama cowoknya malah deket-deket saudara si cowok." Ucap Nadia bermonolog.

"Eh, ini nyindir gue anjir." Ucap Nadia geram. Ia segera menutup novel itu kasar. Moodnya sedang dalam kondisi buruk. Ia berjalan cepat menuju kelasnya. Namun di perjalanan, ia tak sengajak menabrak seseorang.

"Aw. Kalo jalan pake mata goblok." Ucap Nadia keras. Ia tidak tau bahwa yang di tabraknya adalah musuh bebuyutannya.

"Jalan ya make Kaki dong Nadia!" Balas Joy menekankan kata Nadia.

"Sorry gak sengaja. Gue lagi males berantem." Ucap Nadia datar.

"Gak bisa! Lo udah goblok goblokin gue. Lo harus dapet pelajaran." Setelah mengucapkan itu Joy menarik seragam mini Nadia dan menjambak rambut Nadia kasar.

Sekali lagi, mood Nadia sedang dalam keadaan buruk. Ia pun meluapkannya dengan membalas jambakan Joy. Ia benar-benar kesal ia menarik rambut Joy keras.

Seperti biasa, peperangan di antara mereka selalu menjadi bahan tontonan gratis bagi siswa-siswi.

Kebetulan Kepala sekolah yang tengah berkeliling melewati kerumunan itu. Ia segera menghentikan aksi jambak menjambak antara Joy dan Nadia.

"Ini sekolah tempat belajar." Ucap Pak Kepala itu tegas.

"Dia yang mulai duluan Pak." Ucap Joy membela.

Nadia hanya diam dengan muka datar. Ia sedang malas berurusan dengan laki-laki jangkung di depannya ini.

"Apa benar Nadia?" Tanya Pak Kepala.

Nadia tetap diam tak menyahut.

"Benar Pak, Dia narik rambut saya. Yaampun sakit banget." Serka Joy sambil meneteskan air mata.

Nadia geram melihat Joy yang begitu mendrama. Akhirnya ia angkat bicara. "Pah, Nadia gak sengaja nabrak tapi Joy langsung ngejambak rambut Nadia." Ucap Nadia keras.

Mendengar Nadia memanggil kepala sekolah itu dengan panggilan "Pah" semua orang terkejut. Merekapun langsung berbisik-bisik.

"Kenapa? Dia emang Papa gue." Ucap Nadia keras.

Semua orang hanya bisa menundukkan kepala. Nadiapun menghentakkan kakinya kasar dan segera berjalan meninggalkan kerumunan. Yang ia tuju bukanlah kelas, melainkan rooftop.

"Bel masuk udah bunyi kan? Kenapa kalian masih di sini?" Ucap Pak Kepala yang tak lain adalah Samuel, ayah Nadia.

.
.

"Di wattpad biasanya suka ke rooftop. Apaan yang bagus coba?" Ucap Nadia mendengus.

Ia merebahkan diri di sebuah sofa usang. Pikirannya kembali ketika dulu ia bertengkar dengan Joy dan ia juga duduk di sofa ini yang kemudian Kak Awan datang mengobati rasa sakitnya.

"Nadia kangen Kak. Bisakah kita kembali kayak dulu?" Ucap Nadia lirih. Ia menelungkupkan wajahnya. Tubuhnya benar-benar lemas. Apalagi selama tiga hari ini, ia tidak pernah sarapan dan makan siang. Mamanya hanya geleng-geleng, karena cinta , putrinya yang banyak tingkah menjadi layu seperti ini.

"Nadia." Panggil seseorang dari belakang.
"Kak Alan?" Ucap Nadia membalikkan tubuhnya.

"Lo baik-baik aja?" Nadia mengangguk pelan.

"Gue janji Nad. Setelah hari ini, Joy gak bakal nyakitin lo lagi. Dan gue juga bakal berusaha gak ngobrol sama lo lagi." Ucap Alan mengusap kepala Nadia.

Setelah mengatakan itu, Alan segera bangkit dan meninggalkan Nadia. Nadia hanya diam membeku, ia kurang paham tentang apa yang dikatakan Alan.

"Apa setelah gue kehilangan Kak Awan, gue juga bakal kehilangan Kak Alan?" Ucap Nadia lirih.

.....

Hai guys
Mohon maaf ya author hiatusnya lama.

Tetap ikuti cerita Nadia ya!
Thanks yang masih setia membaca dan vote.
Author sayang kalian♡

Uimi☔[Arti]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang