7

386 65 11
                                    

Dajia Hao!

Thanks buat yang uda vote ya.
Love yaa 💕
Yang rajin nyemangati juga Lopyu.









A
R
I
G
A
T
O
U

minasan!

Saya berusaha jadi penulis yang baik, agar pembacanya juga baik.















Astaga..
Jadi dia beneran marah padaku.
Pfftt.. Padahal aku tadi hanya bercanda. Sungguh.

"jangan panggil aku kakak lagi." lanjutnya.
"iya iya." balasku

Kami yang awalnya duduk berjauhan dan berbeda sofa, kini ia bangkit dari posisinya dan berjalan mendekatiku.
Ia duduk disampingku, dan tiba tiba..

Ia membaringkan tubuhnya diatas sofa dengan kedua pahaku menjadi bantalan untuk kepalanya.

Aku sedikit terkejut dengan perbuatannya. Namun yang ia lakukan justru kembali memainkan ponselnya.
"bentar lagi aku menang nih." ucapnya.

Aku tidak memperdulikan ucapannya
Tapi apakah dia memperdulikan degupan jantungku ini huh?

Maksudku, kenapa dia bisa bersikap tenang seperti itu dikala jantungku telah memompa begitu cepat disini.

"kenapa lu ngga tiduran disana aja?"

"sstt.. Bentar lagi aku menang nih. Nanti kalau aku menang, aku traktir"

Mama..
Tolong anakmu ini.
Baru pertama kali aku mendapatkan perlakuan seperti ini.

"Yossh!! Aku menang." kemudian ia meletakkan ponselnya diatas perutnya. Dengan posisi yang sama, kini ia menatap mataku.

"mau aku traktir apa? Hm?" tanyanya.

"euh? Hmm?.. Traktir apa?" tanyaku ulang

"iya, kamu mau aku traktir apa?"

Aku bingung.
Namun lebih tepatnya ke gugup.

Iqbal bangkit dari posisinya dan memposisikan dirinya duduk disampingku.

"kenapa pipi kamu merah?" tanyanya sambil menangkup kedua pipiku.

"sakit?.. Tapi ngga panas" ucapnya seraya menempelkan telapak tangannya dikeningku.

Ish! Dia ini tidak peka atau bagaimana?
Aku begini karena ulahnya.

"gua dehidrasi" kemudian aku buru buru menegak segelas minuman kaleng dihadapannya.
Ia hanya menatapku aneh dan beberapa kali mengerjapkan matanya.

"dasar tidak peka" batinku.








..










Keesokan harinya.
Ketika aku berjalan di koridor aku melihat semua pasang mata menatap kearahku dengan tatapan tidak suka.
Aku berusaha untuk tetap tidak memperdulikannya dan kembali fokus pada jalanku.

Dan tiba tiba ada yang melempar punggungku dengan bola basket. Lemparan itu tidak terlalu keras, tapi lumayan sakit.

Aku membalikkan tubuhku dan mendapati beberapa perempuan yang menatapku kesal.
"dengar ya! Lu itu anak baru. Jadi gausah sosoan mau ngedeketin Iqbal atau Luthfi! Dan asal lu tau, Luthfi itu uda punya pacar!"

Whoah..
Apa apaan dia ini?
Datang datang langsung berkata seperti itu padaku?

"pasti kemarin lu cari cari kesempatankan di perpus bareng Luthfi?! Iyakan?!" lanjut salah satu temannya yang memakai lipstik begitu tebal.

"gua sama Luthfi cuma belajar" balasku apa adanya.

"cihh.. Alasan lu. Dasar orang ketiga! Sadar posisi dong!"

Aku benar benar tidak terima dengan ucapannya.

"gua bukan orang ke.. " belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, mereka justru menyiram cairan sabun dari belakangku.

Ternyata mereka jumlahnya sangat banyak.
Tapi, setidaknya tolong bantulah aku bagi kalian yang hanya melihat pemandangan ini.

Ini tindak pembullyan!

"gua bakal ngelaporin kalian ke kepala sekolah!" ucapku kesal.

"laporin sana, memangnya kami takut?" balasnya.

Aku tertunduk melihat pakaianku yang sudah basah kuyup oleh cairan sabun itu.
Ketika aku melihat ke sekelilingku, aku mendapati seorang perempuan yang tengah menyunggingkan smirknya dari bawah pohon sana.

Wait. 
Aku mengenal perempuan itu.
Dia itukan.. Kirana?
Ya! Dia adalah Kirana.

Tapi kenapa dia malah tersenyum seperti itu padaku?
Apa dia yang merencanakan semua ini padaku?

"Astagaaa... Jihaann.." ucap Fio dari ujung koridor.

Aku melihat ia berlari kearahku dan memeriksa keadaanku.

"weh ada apa nih?!" kini Alfin juga telah muncul bersama dengan Rafly dari balik kerumunan murid.

"uda uda bubar! Huuu.. Ini bukan ajang liat liatan!" tandas Rafly.

Dengan raut wajah kesal, sekumpulan perempuan itu pun juga pergi meninggalkan kami.

"lu kenapa bisa berurusan sama geng aneh itu Ji" tanya Alfin padaku sambil mengambil tasku yang juga sudah basah karena cairan sabun.

"gua ngga tau, mereka tiba tiba dateng terus nyerang gua" balasku

"kan uda gua bilang, temen temennya Iqbal itu benci banget sama anak anak kelas kita" lanjut Alfin

"eh tapi tadi itu bukan anak anak dari kelas Iqbal Fin." ucap Rafly.

"iyaya lu bener. Jadi sebenernya ada apa sih?" balas Alfin

"sssuuuttt!!! Kalian berisik banget sih. Uda deh, kalian ngga liat apa Jihan uda kedinginan gini?"

"sorry" balas mereka berdua kompak.

"yauda ayo Ji. Lu pake seragam olahraga gua aja dulu. Untung hari ini semua guru rapat, jadi lu aman deh" ucap Fio.

Thanks God.
Kau mengirimkanku teman yang sangat baik sepertinya.
Dan juga dengan kedua tamengku ini.
Alfin dan Rafly.








..









Kami berempat sudah kembali kekelas.
Tidak hanya aku yang memakai seragam olahraga, tapi Alfin dan Rafly juga memakainya.

Mereka bilang, mereka tidak ingin semua orang memperhatikanku. Jadi mereka rela memakai seragam olaharaga demi untukku.
Sementara itu, aku melihat Luthfi yang juga menatapku.
Dan seperti biasa, aku selalu terlebih dulu yang memutus kontak mata dengannya.

"kayaknya, mereka ngga suka deh lu deket deket sama Iqbal" ucap Dira padaku.

"iya Ji. Sekarang lu jadi topik pembahasan satu sekolah. Mereka iri lu bisa deket sama Iqbal dan juga Luthfi" tambah Gita yang kini berdiri dan memegang bahuku.

"gini deh. Okay lu deket sama Iqbal karena di rooftop, tapi lu bisa ngobrol akrab sama Luthfi karena apa?" tanya Dira

"ngobrol akrab?" tanyaku ulang.

"iya. Katanya kemarin pas di perpus lu akrab banget sama Luthfi" ucap Gita padaku.

"heiyyy... Para kaum hawa. Sudahlah! Ngapa kalian jadi gosip sih? Dosa tau dosa!" ujar Rafly.

"nah iya tuh bener!" tambah Alfin.

Dengan raut sebal sekaligus bete, Gita dan Dira kembali kebangkunya masing masing.

Thanks Alfin, Thanks Rafly.
Berkat kalian, kini aku bisa duduk tenang.















Eh taunya nanti pas geng ciwi ciwi pergi, malah Alfin sama Rafly yang ngegosip.
Hemm..

Ngegosipin tentang Papji pula tuh.

Love Sick - M. Iqbal Ft M. LuthfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang