12

398 57 0
                                    

Aku tidak menyangka ini akan begitu cepat terjadi.
Iqbal menyatakan perasaannya padaku.
Walaupun belum sepenuhnya aku memiliki perasaan padanya, tapi aku yakin kedepannya perasaan itu pasti akan tumbuh.

Kini sesampainya dikediaman rumahku. Setelah turun dari mobil, Iqbal langsung menuju kearahku dan memegang tanganku. Ia menggandeng tanganku sambil diayun ayunkan seperti anak kecil.

Namun ketika pandanganku jatuh pada pintu rumahku, aku melihat kehadiran Luthfi disana.
Ia terlihat begitu...
Aku takut menatap matanya.

"Hi my rival." ucap Iqbal.
Aku tahu, Iqbal hanya mencoba memanas manasi Luthfi.

"Kenapa telfon gua ngga diangkat?" tanya Luthfi padaku.

"Aku yang ngelarang Jihan buat angkat. Ah.. Sekalian aku perkenalkan, Aku sama Jihan uda resmi jadian" balas Iqbal kemudian mengangkat pegangan tangannya padaku diudara untuk ditunjukan pada Luthfi.

Tidak.
Iqbal bahkan tadi tidak memintaku untuk tidak mengangkat panggilan telepon dari Luthfi.
Ia berbohong untuk memancing amarah Luthfi. I know.

"Selamat buat kalian. Semoga bisa langgeng kayak gua sama Kirana" ucap Luthfi.

Luthfi melirik kearahku.
Aku paham maksud Luthfi. Sepertinya kini ia sedang mencoba membuatku kesal.

"Yauda, aku balik dulu ya. Soalnya mau ngambil pakaian buat latihan nanti" ucap Iqbal lalu mengelus puncak kepalaku.

"Jangan datang telat latihannya" ucap Iqbal pada Luthfi.

Setelah itu Iqbal pergi meninggalkan kediamanku. Dan kini hanyalah aku dan Luthfi disini.

"Lu juga harus latihan" ucapku

"Apa lu ngga bisa nunggu sebentar?! Kenapa lu selalu ngambil keputusan secara tiba tiba?!" balas Luthfi dengan menaikan nadanya terhadapku.

Aku sulit mengartikan tatapannya.
Jika ia marah padaku karena telah menjalin hubungan dengan Iqbal, lantas apa ia tidak memikirkan hubungannya dengan Kirana?

"Iqbal anak yang baik, jadi lu..

"Stop it. Gua ngga mau debat sama lu."

Luthfi memegang kedua pundakku.
Ia memintaku untuk menatap matanya.

"Lu ngga ada perasaankan buat dia? Jawab gua Ji? Lu ngelakuin ini cuma mau buat gua kesel kan? Iyakan?"

"Ini pilihan gua Fi. Lu bahagia sama Kirana dan gua bahagia sama Iqbal"

"Ngga, lu bohongi perasaan lu kan? Iyakan?!"

"Terus gimana sama lu??!! Lu bilang lu putus sama Kirana, tapi nyatanya? Lu yang bohongi gua Fi. Lu yang bohongi gua!! "

Ntah mengapa aku sudah terisak dalam tangisanku. Airmataku begitu saja lolos.

Kumerasakan pegangan Luthfi pada kedua pundakku melemah dan lepas begitu saja.
"Ada sesuatu yang ngga bisa gua jelasi disini." ucapnya

"Ya.. Itulah lu. Lu selalu punya banyak rahasia dari gua. Iyakan? Jadi gua uda ngga kaget lagi. Terserah lu aja mau gimana." balasku

"Bukan gitu Ji. Gua cuma ngga mau ada korban perasaan disini. Gua merasa bersalah"

"Memang seharusnya kita ngga ketemu lagi. Kita berbeda. Gua beda, lu beda. Gua uda ngga ngeliat ada kesamaan lagi diantara kita"

Apa ini?
Kenapa tiba tiba kepalaku terasa pusing begitu berat.
Dan itu membuatku bersimpuh dilantai sambil memegangi keningku.
Aku tertunduk menahan sakit itu.

"Ji? Kan uda gua bilang, gua ngga mau de.... Lu mimisan Ji!"

Aku menutup hidungku dengan tissue yang selalu kusediakan di saku.

"Ngga apa apa. Gua kalau kecapekan ya begini jadinya. Lu pulang aja sana"

Luthfi membantu dan menuntunku masuk kerumahku.
Ia mendudukanku di sofa. Kemudian ia berlari kedapur dan kembali membawa semangkuk air dan handuk kecil.

Ia membantuku membersihkan darah yang tersisa di wajahku.
Aku terlihat begitu menyedihkan sekarang.
"Lu, kenapa lu jadi sering kayak gini?"

"Gua kan uda bilang, gua kalau kecape..

Dddrrrrrrt..

"Kamu baik baik aja?"
"Mama kamu?"
"Yauda, aku kesana sekarang"

Aku tersenyum kecut mendengar ucapan lembutnya pada panggilan telepon masuk itu. Dan aku yakin, itu pasti dari Kirana.

"Kirana, dia sendirian di rumah sakit. Jadi gua bakal kesana. Maaf, gua ngga bisa nemeni lu"

"Jadi lu ngga latihan?"

"Gua mau izin sama pelatih"

"Posisi lu itu penting di timnas Fi. Kalau lu ngga datang, nanti gimana?"

"Kirana sekarang lagi butuh gua. Dia sendirian dirumah sakit, mamanya ada urusan mendadak"

"Okay. Gua dari dulu emang ngga bisa ngelarang apa yang lu mau. Tapi lu harus ingat perjuangan lu bisa sampai masuk timnas, jangan lu sia sia in karena hal pribadi lu"

"Gua tau apa yang harus gua lakuin. Gua pergi sekarang"

Setelah mengucapkan itu, Luthfi bangkit dari posisinya.

Iya.
Aku melihatnya pergi.
Pergi meninggalkanku.

Dan astaga!
Apa yang sedang terjadi padaku. Bukankah sekarang aku ini adalah kekasih Iqbal
Hhh.. Tuhan. Mengapa ini begitu sulit untukku?
Ada apa dengan perasaanku ini??
Aku tidak boleh menyimpan dua nama dalam hatiku.
Tidak, ini tidak boleh.

Aku harus menjadikan Iqbal satu satunya orang yang kucintai.
Dan menghapus perasaanku terhadap Luthfi.
Tapi, apakah aku sanggup?
Karena aku akan selalu melihat kehadirannya didepan mataku.








..










Malam hari ini aku hanya bertukar pesan dengan Iqbal.
Aku sudah memintanya untuk beristirahat, karena aku tahu dia pasti lelah seusai latihan panjang tadi sore. Namun ia mengabaikan permintaanku itu.

Ddrttr...

"Sebenarnya aku lebih suka ngomong langsung dari pada harus kirim pesan"

"Yauda iya" balasku.

"Anak ngeselin itu tadi ngga datang latihan. Pelatih bilang, dia bisa aja dicoret dari daftar timnas"

"Gitu ya?" balasku.

"Aku matiin"

Dan benar saja, panggilan masuk itu berakhir.
Apa Iqbal merasa kesal dengan jawabanku?
Sungguh aku tidak bermaksud membuatnya kesal. Hanya saja, aku sedang banyak pikiran saat ini.


To : Iqbal.
Bal?

To : Iqbal
Kok dibaca doang?

To : Iqbal
Aku minta maaf, aku tadi ngga fokus.










Huftt. 
Nihil!
Iqbal marah padaku. Dia pasti merasa kesal saat ini karena ulahku.
Dia mengabaikan semua pesan yang kirimkan.













Thanks Votenya 👀👌

Love Sick - M. Iqbal Ft M. LuthfiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang