Teng kleneng kleneng!!! Bel berbunyi. Semua langsung kembali berlari ke aula. Duduk sesuai dengan kelompok maisng-masing. Proyektor sudah menyala, tertampil tulisan “DRAMA” di layar. “Drama apaan?” tanya Natanya. “Dari kitab suci gitu?” tanya Kristy, teman sekelompok Natanya. “Ga tau juga deh. No clue,” ujar Sella.
“Oke anak-anak. Sekarang kita mau drama per kelompok. Sebenanya bukan drama juga. Kalian akan memperagakan sakramen-sakramen yang ada di Gereja Katolik. Ada 7 sakramen bukan? Karena kita ada 10 kelompok, maka untuk Sakramen Ininsiasi yakni Baptis, Ekaristi dan Krisma, akan ditampilkan oleh 2 kelompok. Silahkan bagi para panitia untuk membagikan undian. Bagi para ketua kelompok, silahkan maju ke depan untuk mengambil undian,” ucap Om Russel.
“Lu tangan emas ga nih?” tanya Vin-vin. “Yaelah terima aja si dapet apa,” ujar Aldo kesal. “Doain aja dapet yang gampang!” seru Natanya sambil berdiri lalu maju ke depan untuk mengambil undian.
Di depan sudah ada Helen. “Oke nih kalian ambil aja satu-satu, jangan rebutan!” seru Helen. “Lu jadi panitia galak amat si!” seru Angela di sampingnya yang disusul cekikikan dari setiap ketua. Natanya mengambil kertas lalu membukanya sembari berjalan kembali menuju kelompoknya. “Kita dapet apa?” tanya Aldo penasaran. “E…. maaf,” ujar Natasya pelan. Ia amati seisi kelompoknya. Ada Aldo, Kristy, Vin-vin, Tarsisius, Aurelius, Yohanes, Sella dan Marc. “Mampus gue bisa meledak semua nih…” pikirnya. “Kita dapet apa?” tanya Yohanes. “Sakramen…” ujar Natasya pelan sekaloi dengan nada takut. “Yaelah gue juga tau kali sakramen. Ya sakramen apa?” tanya Aurelius lagi. “Sini gue aja yang bacain!” seru tarsisius sambil merebut kertas undian itu. “WOI SAKRAMEN PERKAWINAN SERU GILA!” teriak Tarsisius, “Gue mau jadi romonya!” “Gue saksinya!” teriak Yohanes yang disusul dengan Kristy. “Mana ada. Ini Cuma bagian janji pernikahan doang kok, ga butuh!” seru Aldo sambil tertawa. “Lah… Pasutrinya siapa?” tanya Natanya kebingungan. Semua teridam dan tidak ada yang mau mengajukan diri. Tiba-tiba Aldo berseru, “Gue ama Natanya!” “Hah?!” teriak Natanya yang membuat seisi aula menatapnya. “Oke fix. Ayo kita latihan!” seru Marc. “Mampus gue astaga… mimpi apa gue semalem…” batin Natanya. “Jangan marah ya, Nat,” ujar Aldo sambil menyenggol Natanya dan tertawa.
***
Kelompok Natanya berada di luar aula. Agar lebih focus katanya. Natanya yang masih merasa canggung dengan Aldo, membuat bagian mereka harus diulang-ulang berkali-kali sampai embuat anggota lain gemas. “Woi elah yang bener ah! Ribet amat. Bukan nikah beneran juga ih!” seru Vin-vin kesal. “Lu jadi cowok banyak ngeluh dah,Vin!” ujar Aldo. “Eh maaf, gue ulang lagi yah…” ujar Natanya penuh dengan rasa bersalah. “Latihan aja gue kacau, apa lagi ntar tampil. Pingsan kali gue…”
“Waktu habis! Ayo yang di luar masuk lagi!” teriak Tante Na. wajah Natanya langsung memucat. “AAAARGH”
Kali ini, kelompok Natanya duduk bersebelahan dengan kelompok Natanya. Jelas ia langsung bertanya. “Ra, lu dapet apa?” tanya Natanya. “Gampang. Ekaristi.” Natanya kaget, dan merasa mengapa dirinya malah mendapatkan bagian yang, yah unik tapi harus menjadikannya, pengantin?
Priiiiiiit! Priiiit priiiiiit! “PA PS KATEDRAL SIAP MELAYANI TUHAN!”
“Oke, bagaimana? Seharusnya semuanya sudah siap ya…kita mulai dari kelompok….Hmm… Serigala!” teriak Romo Markus. Semuanya langsung bertepuk tangan. Natanya rasanya ingin bersembunyi di kamarnya, berpura-pura sakit atau apalah itu. Entah mengapa ia melihat anggota kelompoknya hanya berjalan lenggang kangkung begitu saja. Sedangkan ia, sudah keringat dingin rupanya. Lucu memang, tapi, bersama Aldo? Dia juga mau, hanya saja takut di depan umum.
Peluit dibunyikan lagi 3 kali. Dan dimulailah penampilan mereka. Hanya bagian janji pernikahan saja dan perarakan masuk. Kalau semuanya, terlalu panjang. Dari tempat duduk saja, Adhara bisa melihat Natanya yang gemetaran. Sampai tiba bagian upacara perkawinan. Langkah Natasnya mulai kaku. Tarsisius yang memerankan room, terus menerus berusaha menahan tawa.
Dan yah… seperti inilah mereka
“Aldo, adakah saudara meresmikan perkawinan ini sungguh dengan ikhlas hati?” Tanya Tarsisius, yang memerankan romo. Memang cocok.
“Ya, sungguh.”
“Bersediakah saudara mengasihi dan menghormati istri saudara sepanjang hidup?”
“Ya, saya bersedia.”
Lalu Tarsisius bertanya kepada Natanya, yang sudah pucat pasi dan gemetaran tubuhnya. Beruntung, kelompok mereka diperbolehkan untuk menggunakan teks bagi anak-anak yang memerankan pasutri. Kalau tidak, mungkin Natanya hanya bisa berdiri terdiam.
“Natanya, adakah saudara meresmikan perkawinan ini sungguh dengan ikhlas hati?”
“Eh.. Ya sungguh.”
“Yang bener!” bisik Tarisius. “Bersediakah saudara mengasihi dan menghormati suami saudara sepanjang hidup?”
“Ya… Ya, saya bersedia.” Dalam hatinya Natanya berkata, “Kenapa Aldo lancar banget sih?”
“Ciieeeeeeeee…” sorak anak-anak lain dengan tawa. Albert, salah satu panitia pun berusaha menahan tawanya. “Lanjutkan dengan janji nikah!” seru Albert.
“Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan mengucapkan perjanjian nikah satu persatu,” ujar Tarisius dengan mic yang dipegangi oleh Yohanes. Sementara Sella dan Kristy memegangi mic bagi pemeran pasutri.
“Saya, Aldo. Saya memilih engkau menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup,” ujar Aldo mantap yang semakin membuat Natanya gugup.
“Ayo! Lu pasti bisa! Jangan takut!” batin Natanya. “Saya, Natanya. Saya memilih engkau menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup.”
“UUUUUUUUUUUU!!!!! CIEEEEE!!!” sorak anak-anak kembali. Wajar lah… “Lanjut pemberkatan cincin!” seru Albert.
“Ya Tuhan, berkatilah cincin ini, yang merupakan tanda kesetiaan dan cinta kasih hamba-hambaMu ini. Semoga cincin ini mengingatkan mereka akan cinta kasih dan kesetiaan yang mereka janjikan pada hari bahagia ini. Demi Kristus, pengantara kami,” ucap tarsisius. Sempat ada beberapa kata di mana ia lupa lalu berfikir sebentar. Ia termasuk hebat, yah… cita-citanya untuk menjadi imam SDB pula.
“Woi lanjutannya apa?” bisik Aldo.
“Gue lupa,” jawab Tarsisius sambil berbisik, “udah lah langsung ngasih cincin aja.”
Tarsisius pun melanjutkan bagiannya, “Kenakanlah cincin ini pada jari isteri dan suami saudara sebagai lambang cinta dan kesetiaan.”
“Natanya, terimalah cincin ini sebagai lambang kesetiaan dan cinta kasihku.” Aldo memegang tangan Natanya dan berpura-pura memasangkan cincin ke jari manis perempuan di hadapannya itu.
“jangan panic….” Batin Putri Sakristi yang memerankan mempelai wanita itu. “Aldo, terimalah cincin ini sebagai lambing kesetiaan dan cinta kasihku.” GLEK!
“Oke cukup, terimakaish!” seru Albert dari ujung ruangan.
Natasya langsung bernapas lega. Kakinya sudah lemas tidak karuan. Astaga….
***
“Kurang ajar ya, Do!” seru Natasya kesal sehabis mandi. “Ih kamu juga yang mau! Nurut aja kan?” jawab Aldo santai. “Udah ah mo makan bye!” ujar Natanya sambil menggandeng Adhara pergi. “Cieee tadi apa? Saya apa? Nikah yah?” goda Adhara. “Gue gebuk lu, Ra!”
***
“Lah, kok gak ada makanan?” tanya Natanya pada Om Russel. “Lah kan ga ada snack. Sekarang jam berapa neng? Udah setengah 7. Sebentar lagi makan malam malah. Kamu yang tadi mandinya kelamaan berarti. Deg! “Eh hehe iya, map om…” ujar Natanya yang sudah malu. “Makanya jangan ngefly pas tampil. Hahahaha!” ujar Om Russel yang disusul dengan tawa Adhara. “Lagi kasmaran om si Natanya!” “Kenapa gue sial banget…”
Ternyata di aula sudah berkumpul cukup banyak anak. Dingin… Natasya langsung menutup jaketnya sementara adhara memakai hoodienya. Tiba-tiba Aldo menghampiri mereka berdua. “Hai kalian!” ujarnya ceria. “Hai, Do. Istrmu ini kasihan katanya sial mulu,” ujar Adhara sambil tertawa. “Aaaaw!” jerit Adhara saat Natanya mencubitnya. “Udah ga papa kok. gue ga bakalan jahatin dia juga,” ujar Aldo. “Wah.. Natanya suka ga nih ama Aldo?” tanya Adhara. “Tanya aja terus, padahal tau jawabannya!” jawab Natanya kesal. “Ya kan bisa lupa, iya ga?” ujar Aldo. “Iya gue suka Aldo. Puas lu gue ngomong depan orangnya!”
Mereka beritga langsung tertawa. Saat Natanya ingin berbicara dengan Aldo, malah tiba-tiba orangnya hilang. Ketika ia melirik kea rah krii, ia melihat Aldo mengambil mic yang masih menyala, menghampiri Natanya. “Kayaknya dia mau nembak lu deh…” bisik Adhara. Ketika sampai di hadapan Natanya, Aldo langsung berlutut. Seketika seisi aula menatap mereka. Beberapa perempuan menjerit-jerit. Yah… Tidak ada panitia sama sekali. Tidak ada orang dewasa. “Nat… Maafin aku yang dulu. Aku janji akan jaga kamu. I tried to forget you but I can’t because you’re the only one…” kata Aldo, dengan mic. “Natasya siap-siap yah… Gue minggir dulu,” ujar Adhara. “Eh!Eh! Ciiiii! Ci jangan tinggalin gue!”
“Nat..”
“Iya, Do…”
“Mau ga kamu jadi pacar gue? Aku serius, aku ga main-main. Kita udah kenal sangat lama… Catharina Natanya Claire, maukah kamu jadi pacarku?”
“Eh.. i… iya…”
“CIEEEEEEE YUUHUUUUUUU!!! LONGLAST YA!” teriak seisi aula. Semua langsung menjerit-jerit. Sementara Aldo langsung memeluk Natanya yang gemetaran sampai jatuh ke lantai. Lemas kakinya sudah. Penuh kejutan rupanya hari itu. “Terima kasih Nat…”
![](https://img.wattpad.com/cover/175909913-288-k911405.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Is It A Sin for Me to Love You?
Romance"Aku mencintainya, sungguh, namun ia bukan milikku," Bermula sebagai sepasang sahabat, Adhara dan Valent bertumbuh dalam kasih yang amat dalam. Mereka saling mencintai. Namun, mencintai tak harus memiliki bukan? Karena terkadang level tertinggi dari...