Surat Rahasia

21 4 0
                                    

Matahari sudah terbit. Kini amplop sudah di tangan masing-masing. Cukup tebal isi amplop milik Adhara. "Gila banyak banget, Ra! Punya gue aja dikit!" seru Natanya. "Anak femes mah bedaaa," ujar Aldo. "Halah femes apaan," seru Adhara. "Gue baca di jalan pulang aja lah," ujarnya dalam hati.

"Ayo kita ke bis sekarang!" seru Tante Na sambil mengangkat tangan kirinya ke atas, mengisyaratkan agar seluruh peserta retret segera ke bis. Pukul 8 pagi. Adhara kini tidak duduk di depan, melainkan di tengah. Kali ini, ia memilih untuk duduk sendirian. Tasnya malah membesar karena ia malas untuk menyususn kembali koper dan ranselnya dengan rapi. Asal muat dan masuk semua aja.

Baru jam 9, ketiga bis sungguh berjalan menjauh dari Girisonta. Adhara melambaikan tangannya lewat jendela. Melambaikan tangannya untuk gedung dan kenangan yang tak akan pernah ia lupakan...

Menatap ke depan, masih ribut. "Udah lah ya surat ntar aja, masih 12-13 jam juga," ujarnya dalam hati. Mulailah ia bergosip kembali dengan kawan-kawan Putri Sakristinya.

***

Valent hanya diam memandang ke luar lewat jendela. Ia tersenyum kali ini. Entah mengapa rasa bahagia mengisi hatinya. Yah, agak sedih memang sudah berakhir kebersamaan ini. Tak lama lagi pula ia akan kembali ke Mertoyudan. Menjadi ksatria Allah.

Bis ramai. Lagi-lagi ia duduk di paling belakang. Jelas semua temannya duduk di belakang. Karena Valent adalah anak yang 'spesial' di antara mereka, karena ia sudah masuk ke seminari, tentu lah banyak lagi pertanyaan tertuju padanya. "Di seminari gimana?" "Seru ga sih?" "Ada setannya ga?" Tentunya pertanyaan ini membuat Valent tertawa terbahak-bahak. "Hah? Setan? Ya adalah!" serunya sambil tertawa keras. Sedangkan teman-temannya yang lain malah terdiam dan kaget dengan jawaban Valent. "Hah? Ga lucu yah... hehe" ujarnya pelan. "Ada pertanyaan lagi?" tanya Valent. "Ada. Lu ga tertarik gitu sama cewek hah?" tanya Dexter dan Carollus. Valent hanya tersenyum lalu berkata, "Gue juga cowok biasa. Manusia biasa. Gue straight. Jelas gue masih bisa suka ama perempuan. Liat dosa ga liat sayang. Ahahahahaha!" ujarnya. Kali ini semua temannya tertawa lepas. "Bener juga Val! Lu suka bisa dosa, tapi juga sayang haahahaha!!!" seru Willy. "Trus lu ngatasinnya gimana dong. Kan ga lucu kalo lu, seorang seminaris, ga bisa tidur karena mikirin perempuan di luar sana yang lu suka tapi ga bisa lu miliki," ujar Dexter lagi. "Dengan cara gue inget tujuan gue apa. Nguatin iman aja. Eh, tapi ga mustahil kok seorang seminaris mikirin cewek," jawab Valent. "Awas hati-hati malah entar elu yang begitu!" seru Dexter. Valent hanya tertawa. "Eh surat gue udah dibaca belum yah... Mana gue Cuma nulis buat dia lagi. Aduuh...jangan-jangan dia tau itu dari gue... Bye Valent.." batinnya.

***

Sudah 2 jam. Adhara mulai bosan. Ia merogoh isi tasnya. Mencari camilan yang sudah ia bawa. Yang didapat malahan amplop berisi surat-surat yang membludak. Ia buka surat pertama.

Hai! Aku kagum banget sama Cici Adhara. Cici yang memotivasi aku sejak pertama aku masuk Putri Sakristi. Makasih ya, Ci!

Ia tersenyum kecil. Merasa bangga pada dirinya sendiri. "Sama-sama, sayang.." ujarnya dalam hati. Kini surat kedua. Sudah ia kenal ini tulisan siapa. Jelas Natanya. Namanya pun tertulis di sana.

Hai ciciku yang paling cantik, pinter, rajin tugas, debes lah! CICIIIIIII OMAIGAT GUE SAYANG BANGET AMA LU CI! Jujur gue sedih kalo misalnya lu masuk biara langsung abis lulus sma... kuliah dlu lah... biar masih bisa OMK Katedral. Biar masih ketemu gue ci! Ci, Aldo gans. – Natanya tersyantik

Ia tertawa. "Heh, Nat! pede banget lu dah! Syantik cia!" serunya kepada Natanya yang duduk di belakangnya. "WKWKWK MEMANG AKU SYANTIK!" teriaknya yang langsung membuat hampir seisi bis tertawa.

Is It A Sin for Me to Love You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang