s e m b i l a n

34 6 2
                                    

Kisah telah dimulai. Dan kita, akan menyempurnakan kisah yang tak sempurna.

                                        ***

Anggi berlari di koridor kelas XI, di belakangnya ada Raya dan Bintang yang sedang menyusulnya. Tujuan Anggi kali ini, memastikan apa yang dikatakan oleh Elsa itu benar, bahwa Raina dan Raihan itu pacaran. Ah, entahlah. Yang jelas, saat ini Anggi ingin bertanya langsung pada Raina.

Tetapi, sebelum ia sampai ke kelasnya, langkahnya tiba-tiba dihadang oleh Angga. Membuat tubuh Anggi seketika membeku, lalu menatap wajah datar cowok yang sedang memakai jaket denim itu. Anggi mencoba tersenyum pada Angga, namun cowok itu malah membalasnya dengan senyuman kecut. Hal itu membuat Anggi bingung, sekaligus berpikir keras apa yang terjadi pada Angga.

"Ga, lo baik-baik aja kan?" Tanya Anggi, meneliti raut wajah dan sikap cowok yang entah memikirkan apa saat ini. Tak mendapat respon dari Angga, Anggi menggeplak bahu cowok itu. "Ga, lo kenapa sih? Jangan-jangan, lo kesambet ya?" Tanya Anggi disertai kekehan renyahnya.

Angga tak merespon sama sekali, matanya kini beralih menatap cewek yang ada di depannya. "Jujur Gi, lo ... suka sama gue?" Entah kenapa Angga mengatakan hal itu, hal yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Ia sadar, bahwa ia terlalu berlebihan pada Anggi, dan Angga ingin memastikan bahwa perasaan cewek yang ada di depannya ini, tidak seperti yang ia bayangkan.

Seketika dunia dan pikiran Anggi berhenti pada detik ini, ia tak bisa berpikir jernih. Anggi tak menyangka bahwa Angga akan menanyakan hal itu, hal yang sama sekali belum siap untuk Anggi ketahui. Karena, yang ia takutkan adalah, di sini, cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Anggi menunduk sebentar, lalu menggeleng. "Enggaklah, masa gue suka sama lo sih Ga." Katanya, berusaha bersikap biasa saja di depan Angga, tapi itu membutuhkan tenaga ekstra.

Angga tersenyum, "kirain lo suka sama gue. Kalo lo suka sama gue--"

"Gue tembak."

Mereka berdua menoleh ke sumber suara, bukan Angga yang berbicara, tapi Elsa. Elsa, cewek yang akhir-akhir ini tak mementingkan perasaannya. Biarlah, ia hanya mengikuti takdir, yang entah kemana akan membawanya.

"Oh, oh, jadi kalian nih, yang mau nyusul Raihan sama Raina?" Elsa menyalami tangan Anggi dan Angga, "yaudah deh, gue ucapin selamat, semoga langgeng ya. Apalah dayaku ini yang masih jomblo." Elsa sok mendramatistir keadaan, membuat Angga dan Anggi berdecak kesal.

"Apaan, kita nggak jadian kan Ga?" Tanya Anggi, dengan cepat cowok yang bernama Angga itu menggeleng, lalu masuk begitu saja ke kelasnya.

Anggi menarik tangan Elsa hingga mereka berdua ada di depan balkon kelas XI IPA 1. "El, lo bikin gue kesel tau gak? Jangan aneh deh, jangan ceroboh kalo ngomong." Anggi jadi keki sendiri, memang ia suka pada Angga, tapi kan nggak gini caranya. Aduh, Elsa lagi, ni anak bikin orang darah tinggi.

"Hehe, sekali-kali gue gitu gak papa kali Gi," cengirnya lebar, membuat Anggi menghembuskan nafas kesal. Lalu, Anggi meninggalkan Elsa dan masuk ke kelasnya.

Di kelas, Raina sudah di introgasi oleh Bintang, dan Raya. Sedangkan Maudy, cewek itu sedang asik berfoto. Dengan cepat, Anggi bergabung dengan Raya dan Bintang, ikut mengintrogasi Raina yang katanya sudah berpacaran dengan Raihan.

Dan, ketika semuanya sudah sangat jelas. Dapat disimpulkan bahwa, Raina dan Raihan memang berpacaran. Dan hal itu, membuat Anggi sedih, karena statusnya masih jomblo. Eh, nggak papa jomblo, yang penting jomblo sok jual mahal.

"Elsa ada yang nyariin!" Teriak Ajeng di ambang pintu kelas, membuat cewek yang tengah sibuk bermain catur itu menoleh ke ambang pintu, dan melihat Cakra berdiri di sana. Elsa tak menghiraukan kakak kelasnya itu, ia malah asik bermain catur dengan Rakha.

"Elsa! Kak Cakra nyariin!" Teriak Ajeng sekali lagi dari ambang pintu.

"Kalo butuh ya nyamperin, kenapa jadi gue yang repot." Teriak Elsa dari dalam kelas.

Dari luar, Cakra yang mendengar ucapan Elsa langsung masuk ke dalam kelas. Seketika dirinya hanya tersenyum hambar, melihat cewek yang ia suka sedang bermain catur bersama salah satu anggota kelas ini. Cakra menatap Elsa yang masih fokus pada catur, "El, gue mau ngomong sesuatu, penting, bisa?" Tanya Cakra, cowok itu berharap semoga Elsa bisa mengabulkan apa yang ia inginkan.

Elsa mendongak, ia enggan melihat kakak kelasnya ini. Tapi, ia tak enak, Cakra mungkin memang ingin membicarakan hal penting. "Rak, mainnya nanti lagi ya," cewek itu beranjak dari sana. Sedangkan Rakha, hanya menatap dua orang itu tanpa senyuman.

Elsa mengikuti langkah Cakra, sesekali ia mempercepat jalannya untuk menyamakan langkah. "Ke belakang sekolah?" Tanya Elsa, ketika ia sadar bahwa Cakra membawanya ke sini.

Cakra mengangguk, "lo menjauh dari gue di tempat ini, dan gue bakal buat lo deket lagi di tempat ini juga." Cakra tersenyum, sedangkan Elsa menatap Cakra dengan raut wajah kebingungan.

"Ma-maksud lo gimana kak?" Elsa tampak berpikir, "oh, gue baru nyadar, jadi lo bakal buat gue sama lo deket lagi, gitu?" Tanya Elsa.

Cakra mengangguk mantap, "kalo nggak bisa deket, kita tetep jadian."

Elsa melotot. "Apa? Jadian?"

Cakra menarik nafas, "lo mau jadi pacar gue kan, El?"

Pasokan udara di sekitar Elsa tampaknya menurun, ia sesak nafas. Cakra, seseorang yang ia suka, benar-benar mengatakan hal itu? Tapi, banyak kemungkinan yang akan terjadi. Ia bingung, ia menyukai Cakra, tapi di sisi lain, ia takut menjaga hubungan itu sendiri. Dan, ketakutan terbesarnya adalah, Cakra tidak benar-benar mencintainya? Bukankah itu mungkin saja?

"Mm, gini kak, gimana ya? Sekarang gue masih sedikit marah sedikit enggak sama lo. Tapi, lo beneran suka gue kan? Eh, maksudnya, lo tulus gitu? Eh, eh, apa ya?" Ucap Elsa polos, entah apa yang ia ucapkan. Yang jelas, Elsa ingin memastikan, bahwa semuanya tidak salah.

"Lo, tanya gue serius atau nggak?" Cakra jadi bingung juga. "Yaudah gini aja, gue bakal tunggu lo sampai lo bener-bener siap, dan lo tau sendiri gue serius atau nggak." Ucap Cakra, lalu ia tersenyum dan pamit pergi.

Sedangkan Elsa, cewek itu masih mematung. Antara, iya dan tidak, ia bingung harus memilih apa. Ia takut mengecewakan Cakra, pun ia takut jika Cakra akan mengecewakannya. Mungkin, ini terlalu rumit, dan jalan satu-satunya adalah ... ia harus yakin dengan pikihannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Always Together Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang