8

5.3K 280 10
                                    

Midorima benci pureblood. Itu adalah fakta yang tak dapat dielakkan lagi sejak tragedi tujuh setengah tahun silam. Namun bukan berarti Midorima membenci seluruh pureblood yang ada di dunia ini. Mengingat pemilik iris emerald ini berteman dekat dengan CEO Rakuzan corp yang notabenenya adalah vampir golongan pureblood. Ia hanya menaruh dendam pada pureblood yang berprofesi sebagai mafia saja. Walaupun sang hijau megane ini tetaplah kurang suka dengan keberadaan ras pureblood vampir. Tapi tidaklah mustahil jika kondisinya ini akan diubah oleh keadaan bukan?

--

Helaan napas keluar dari makhluk bersurai hijau dengan kacamata yang setia bertengger di pangkal hidungnya. Ia baru saja selesai memeriksa tumpukan dokumen dan berkas yang menggunung itu tepat saat jam makan siang. Tapi vampir kan hanya perlu meminum darah untuk bisa hidup. Jadi Midorima hanya menggunakan waktu istirahat ini untuk mendinginkan otaknya sejenak.

'Apa yang sedang dilakukan Takao sekarang..' Midorima terkesiap karena suara hatinya sendiri. Kenapa ia jadi memikirkan pemuda manis itu?

'Mungkin aku hanya khawatir dengan keadaannya karena kejadian kemarin-nanodayo. Aku telpon saja Takao untuk memastikan' Final Midorima.

--

Di kediaman Midorima, Takao yang sedang bersantai di kamarnya dikagetkan oleh dering telponnya sendiri.

"Moshi-moshi?"
"Bagaimana kabarmu Kazunari?"
"Tou-san?"
"Aku dengar kau masuk rumah sakit kemarin"
"B-bagaimana bisa Tou-san tau?"
"Kau lupa? Mata dan telinga Tou-san ada dimana-mana"
"Uh ha'i kemarin aku lepas kendali saat melawan anak buah Escobar"
"Bajingan tengik itu! Kau tenanglah, dia biar Tou-san yang urus. Kau lanjutkan misi dari ibumu itu"
"Misi macam apa ini"
"Tou-san pikir kau menikmatinya Kazunari?"
"Aku jadi benar-benar jatuh cinta padanya!"
"Bukankah itu bagus? Niat kami memang membuat kalian saling jatuh cinta"
"Huh! Terserah kalian saja"

Hanya kekehan yang diterima Takao dari orang di seberang sana. Ia pun mematikan telepon secara sepihak sambil mendengus tidak suka.

Perlahan Takao berjalan mendekati jendela kamar dan megarahkan pandangannya pada langit biru yang jernih tanpa awan. Hari ini begitu cerah, tidak seperti keadaan batinnya yang dilanda kekacauan.

'Kenapa aku harus melakukan ini?! Sial!'

-Flashback on-
*sehari sebelum pertemuan pertama Takao dengan Midorima

"Aku tidak mau Kaa-san!"
"Tapi ini untuk kebaikan kita semua Kazu-chan"
"Ini semua tidak ada hubungannya denganku! Jadi jangan paksa aku!!"

Suara Takao menggema di kamar besar miliknya. Ini kali pertamanya ia bertengkar dengan sang ibu. Bukan karena Takao berubah jadi anak durhaka atau ia sedang memasuki masa pemberontakan. Ia hanya tidak setuju dengan keputusan kedua orangtuanya yang menyetujui begitu saja permintaan rekan mereka tanpa memperhatikan perasaannya.

Keluarga Takao adalah salah satu mafia pureblood yang berpengaruh di Jepang. Mereka ikut andil dalam tragedi tujuh setengah tahun silam di daerah pinggiran kota yang memang merupakan markas utama mereka. Namun, bukan sebagai pihak yang memperkeruh masalah, mereka berperan menolong mitra mereka yang terlibat dalam kerusuhan itu.

"Kenapa kau begitu menolak misi ini, Kazunari?"
"Tou-san.. aku hanya tidak mau dijodohkan dengan orang yang bahkan aku tidak kenal!"
"Kau bisa perlahan mengenalnya dulu, Kaa-san yakin kau akan cocok dengannya"
"Tapi dia laki-laki Kaa-san"
"Memang apa masalahnya Kazu-chan? Kau ini manis dan dia tampan"
"Argh! Aku tidak mau!! TITIK!"
"Kalau kau tetap menolak, Tou-san akan menarik semua fasilitasmu. Mobil, motor, kartu kredit, cek, dan semua uang yang ada di dompetmu akan Tou-san ambil"
"Apa?! Sebegitu pentingkah perjodohan ini sampai Tou-san tega melakukan itu?!?"
Napas Takao memburu, ia sudah tidak tau lagi dengan jalan pikiran kedua orangtuanya itu.

"Tenangkan dirimu Kazu-chan, cobalah dulu untuk menjalankan misi ini. Jika memang kau merasa tersiksa, Kaa-san tidak akan memaksamu lagi"
"Haah.. baiklah. Aku akan jalankan misi ini"

Senyum mengembang di bibir kedua orang tua Takao. Mereka bersyukur negosiasi panas ini akhirnya selesai. Tanpa harus sang ibu berakting nangis bawang.

"Jadi bagaimana kami akan bertemu? Aku tidak harus mendatangi rumahnya dan bilang dia adalah calon suamiku kan?"
"Sebenarnya jika kau ingin melakukan itu juga boleh, tapi Kaa-san sudah menyusun rencana yang lebih baik untuk ini"

Takao hanya menghela napas lelah. Ia benar-benar terlalu lelah untuk memikirkan kegilaan apalagi yang ibunya rencanakan. Menjodohkannya dengan sesama lelaki saja sudah terlalu gila untuknya.

-Flashback off-

Takao membaringkan tubuhnya dengan kasar ke atas ranjang. Sebaiknya ia tidur saja daripada terus mengingat beban pikiran yang selalu menggentayanginya itu.

--

"Aku lupa kalau aku belum pernah meminta nomor teleponnya-nanodayo"
Gumam Midorima pelan sambil kembali meletakkan ponselnya.

--
Tbc

HaimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang