Dia belum nikah
WA dari Nita lagi. Aku tersenyum. Entah apa perlunya Nita menyampaikan si Zaky sudah menikah atau belum. Kejadian itu sudah belasan tahun yang lalu.
Fin
Masih hidup kan?
Bales dong
Read doangNita melanjutkan WA-nya dengan chat berentet. Aku tergelak menahan tawa. Sepertinya Nita penasaran tanggapanku. Kerjain ah.
Berisik!
Salamin aja buat ZakySerius?
kusampein beneran nihIyeee
Sekalian minta nomor hapenyaFin?
Serius FinIya. Bawel.
Kubilang juga nih kalo km single
Serah deh
Aku memasukkan HP ke dalam tas. Tak kupedulikan lagi jawaban Nita setelahnya. Zaky. Tak ada satu pun temanku yang tahu, bahwa sesungguhnya aku gak ada rasa sama Zaky. Sejak dulu, hingga sekarang. Zaky tak lebih hanya kuanggap teman. Kekagumanku padanya sebatas kekaguman fisik semata. Zaky tahu hal itu. Zaky tahu, bahwa aku tak benar-benar sungguh mencintainya. Ya, setelah setahun lamanya hanya saling tersenyum, kami akhirnya punya kesempatan berbicara hingga akhirnya berteman.
"Jadi, sebenarnya kamu gak beneran suka sama aku?" tanya Zaky kala itu, setelah kuceritakan padanya bahwa aku menyukai orang lain. Aku tertawa kecil dan ia pun ikut tertawa.
"Zaky, maaf ya," meski tertawa, aku meminta maaf juga pada akhirnya. Entahlah, rasanya kala itu seperti ada sesuatu yang salah. Aku seperti menangkap ada gurat kecewa di muka Zaky saat aku mengatakan menyukai orang lain. Tapi Zaky menutupinya dengan tertawa. Sepertinya.
"Oh tidak apa-apa. Aku justru senang karena ternyata aku bermanfaat untukmu."
Kalimat itu terus terngiang hingga sekarang. Bagiku, itu kalimat yang wow untuk seorang bocah berusia lima belas tahun. Tak ada amarah, atau apapun. Ketulusan dia untuk menutupi rasaku yang sebenarnya kutujukan pada orang lain menimbulkan kesan tersendiri bagiku. Kekaguman yang luar biasa. Kuharap, ia tetap sebaik itu sekarang. Setelah 12 tahun tak berjumpa, entah seperti apa sosoknya sekarang. Penasaran juga. Semoga dia masih sebaik dulu.
"Fin, senyam senyum aja dari tadi," Eliska membuyarkan lamunanku.
"Apaan, sih?" lanjutnya.
"Kepo!"
"Ih, dasar! WA-an sama Zul kah?" Eliska kumat lagi. Sepertinya di kamus Eliska tiada hari yang terlewatkan tanpa mengucapkan nama Zulkifli di depanku.
"Lah, ngapain?" aku pura-pura sewot.
"Kali aja."
"Udah deh. Gimana proposal? Sudah beres?"
"Cek nih!" aku menerima laptop yang disodorkan Eliska dan memeriksa tulisan di dalamnya. Sepertinya sudah cukup oke.
"Cari tanda tangan sekarang?" tanyaku.
"Yuk. Print dulu."
"Gak, langsung aja minta tanda tangan di laptopmu."
"Trus yang dikumpulkan ke P2M laptopku?"
Eliska tertawa. Aku tak lagi menjawab lagi kalimatnya. Dia bergegas membenahi barang-barangnya, memasukkan laptop dan buku-bukunya ke dalam tas. Aku pun. Proposal penelitian yang telah dibuat, harus meminta tanda tangan persetujuan dulu dari dekan untuk kemudian dibawa ke P2M.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR KONSTANTA [SUDAH TERBIT]
RomanceKisah tentang Ibu Findia, Dosen Matematika yang mengalami putus cinta hingga berulang kali. "Nasibku kok gini amat ya, Zul? Apa aku sama kamu aja kali ya?" "Boleh, Bu." "Hahaha. Bercanda, Zul, bercanda." "Tapi saya serius, Bu." "Haaa? Apa, Zul? "Sa...