Tak mudah untukku menyetabilkan hati,
Ketika dia tengah menghampiri,
Kutahu semua hanya ilusi,
Yang kubuat secara tak pasti,
Dengan akhir yang pantas ku sesali.****
Febrisya bisa merasakan aroma menyeruak tubuh Randi. Ia merasa tak kuat menahan setiap degupan dalam hatinya. Febrisya merasakan dalamnya tatapan dari Randi.
Febrisya tidak bisa menahan rona merah di pipinya, dan melepaskan pegangan tangan Randi pada lengannya.
"Dari awal seneng ya nabrakin orang." sindir Randi membuat Febrisya diam tak kuasa untuk membuka mulut sebab kejadian tadi.
"Minggir, mau pulang." usir Febrisya mendorong dada Randi sehingga Randi hampir terjatuh ke belakang. Febrisya melewati Randi begitu saja.
"Dulu aja banyak omong sekarang malah dieman. Lagi sakit?" Randi mengikuti Febrisya yang sudah hampir sampai parkiran. Randi yang sekarang berjalan disamping Febrisya.
Pertanyaan Randi tak langsung dijawab oleh Febrisya. Febrisya tetap berjalan membiarkan Randi berbicara sendiri.
"Sariawan ya? Irit ngomong banget."Randi memegang tangan Febrisya membuat Febrisya berhadapan lebih dekat dengan Randi, membuat langkah Febrisya terhenti.
Kali ini tak bisa dihilangkan, Randi mengetahui semburat merah terpampang di pipi Febrisya. Saking terkejutnya Randi menempelkan punggung tangannya ke dahi Febrisya sama halnya setelah di perpustakaan saat Febrisya memegangi dahi Randi.
"Beneran gue gak bisa ngapa-ngapain kalo lo tetep diem aja." Randi memperjelas keadaan.
"Gu-gue b aja." ucap Febrisya gugup sambil pergi berlari meninggalkan Randi.
Randi dengan wajah keheranan kini tahu akan penyebab Febrisya menjadi seperti itu. Randi terlalu percaya diri beranggapan Febrisya salah tingkah akan perlakuannya pada Febrisya. Ya memang wajar lah jika Febrisya kebaperan, Randi saja memberi peluang untuk Febrisya.
Sampai di parkiran, Febrisya terburu-buru mengambil motor dengan niatan agar tidak bertemu Randi lagi.
Febrisya ingin menyetabilkan hatinya dahulu, tapi tunggu dulu mungkinkah ia menerima Randi di hatinya?' Ini mungkin hanya kebetulan' pikir Febrisya.
Niatan ingin segera pulang, ban motor Febrisya didapati tak lagi mengembang. Ia bingung, padahal sehari lalu ban motornya baik-baik saja. Tak ada orang di parkiran, untuk menghubungi orangtuanya ia harus mengandalkan wifi di depan ruang TU maklumlah miskin paketan, namun ia harus kembali lagi. Febrisya tak siap jika harus bertemu Randi lagi, ia juga terlalu malas untuk berjalan.
"Lagi ngapain dek?" tanya Aldan menghampiri Febrisya yang tampak seperti orang kebingungan
"Eh, Kak Aldan.. Ngambek kali ini motor Kak." Febrisya membalikkan badan, kini berbicara berhadapan dengan Aldan
''Ban nya bocor ya. Terus pulangnya gimana?''
"Belum tahu kak, mau bawa ke bengkel tapi susah."
"Aku anterin pulang, motor kamu disini aja. Suruh pak satpam aja ke bengkel terus nanti kamu ambil di bengkel." jelas Aldan sembari menawari Febrisya.
"Kamu udah beritahu orangtua kamu?" tanya Aldan
"Gak punya kuota Kak" Febrisya menjawab dengan senyuman mirisnya.
"Mau disini sampek besok. Ayo aku anter pulang."Ajak Aldan kedua kalinya.
"Iya deh makasih kak."
"Belum sampek rumah jangan ngomong makasih dulu."
Febrisya menaiki jok motor Aldan. Baru pertama ia menaiki motor ninja. Febrisya tak punya niatan lain, kecuali tumpangan untuk pulang saja.
Hampir melewati pagar sekolah, Randi melihat Aldan yang tengah membonceng Febrisya. Rasa kegirangan yang Randi peroleh tadi hilang seketika. Ia tak menyadari rasa apa yang tengah ia alami. Mungkinkah ia memiliki rasa pada Febrisya? Sebagai adik kelas atau mungkin lawan jenis?
---
Di depan rumah Febrisya, Aldan memberhentikan motornya.
"Kak, makasih ya." Febrisya mengucap dengan nada lembut
"Iya. Jangan sungkan minta bantuan."
"Kakak alumni SMP 3 Bandung kan?" Aldan yang membelokkan motor akan pulang kini terhenti dengan pertanyaan Febrisya.
"Darimana kamu tau?" pertanyaan Aldan dengan nada keheranan
"Aku adek kelas kakak waktu SMP." Aldan nampak kebingungan, ia tak pernah mengenali adik kelas sewaktu SMP.
"Oh gitu, dipertemukan lagi ya sekarang. Udah hampir malem, aku pulang dulu." Aldan mengegas motornya pergi menjauh dari rumah Febrisya.
---
Melihat Febrisya pulang Aldan membuat hatinya sedikit mengganjal. Ia yang sampai di parkiran, mengambil motor tak langsung bergegas pulang ke rumah melainkan pergi ke tempat yang dulu ia dambakan.
Ia sampai di tepi danau, tempat yang sepi dimana dulu ia berbagi cerita dengan seseorang. Bisa dibilang danau tersebut hanya orang yang benar-benar peduli dengan alam yang mengetahuinya. Tempatnya yang lumayan jauh memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan. Randi mengetahui danau tersebut karena dulu ia suka dengan berpetualang. Tempatnya berada di seberang kompleks perumahan Randi, namun ya masih jauh lagi.
Randi menidurkan tubuh di tepi danau, dengan tangan di belakang kepala. Menutupkan mata merasakan semilir angin. Ia mulai teringat kenangan dimana cerita cintanya berawal dari sini namun tak ada ujung untuk akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Replaceable
أدب المراهقينDisini aku seperti berperan antagonis. Padahal kau yang memulai lebih dulu. Rasa apa ini yang aku hadapi, intinya aku cemburu melihatmu dengan dia. Aku tahu kau milik dia. Aku tak ada niat sedikit pun merebutmu dari dia. Tetapi mengapa perilakumu s...