"Nak, dulu ... kiamat pernah terjadi sekali ketika Bapak muda," ucapku memecah sunyi di ruangan 4 × 4 meter. Remaja di depanku mengalihkan fokus dari robot rancangannya.
Kebetulan, terbesit untuk membuat anakku kagum. Dan, kisah ini memang 'dipastikan' bisa membuatnya terpesona dengan bapaknya ini. Sekalian biar dia gak fokus sama robotnya terus, penat lihatnya.
"Hm," gumamnya seraya mengangkat kacamata gelapnya, "aku tak percaya."
Aku mencondongkan tubuh, meyakinkan dia. "Bahkan hingga dibuatkan film."
"Oh."
Aku lalu mengorek peti di pojok ruangan. Ketemu! Kuputar segera di laptop jadul yang ada di dekat sini. "Tonton deh." Kurangkul sekalian anakku ini. Ia mengiakan terpaksa.
Film pun bermula.
Selesai.
"Bagaimana? Bapakmu ini dulu termasuk dari salah satu penumpang bahtera, loh." Aku bersedekap penuh keyakinan di hadapannya. Memamerkan lengan-lengan kekarku. "Yang di film itu ..., belum seberapa," lanjutku lagi.
"Jadi, Bapak berlari menghindari hujan meteor?" Matanya berbinar-binar.
Aku terkesima melihat tanggapannya. Rencanaku berhasil.
"Tentu! Bahkan, ketika di Everest, Bapak berhasil menghindari longsor salju."
Lenganku digenggam olehnya. "Bapak bersama Ibu? Ah, pasti romantis."
Tak ingin merusak suasana, aku 'iya'-kan saja. "Oh, iyalah! Ibumu itu bidadari yang wajib Bapak jaga. Ketika ibumu terluka, Bapaklah yang menggendongnya."
Lalu, entah kesambet apa, ia lari terbirit-birit meninggalkanku.
"HEH KE MANA?!" teriakku.
Tak ada respons. Hum, sudahlah. Mungkin, ia mencari ibunya menanyakan kebeneran kisah yang didengar barusan.
Aku sedang mengotak-atik robotnya ketika anakku datang dengan wajah masam dan tangan yang menggenggam golok milik Pak Mamat tetangga sebelah.
"Kenapa? Gak dikasih jajan?" Aku bertanya.
"Bapak bohong!"
"Kok bohong?"
"2012-kan cuma film." Ia lantas menyabit leherku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cermin dalam Diri
RandomMerupakan kumpulan cerita mini yang saya buat dengan dinamika yang berbeda-beda di dalam alurnya. One shot, one kill! "Nak, dulu ... kiamat pernah terjadi sekali ketika Bapak muda," ucapku memecah sunyi di ruangan 4 × 4 meter. Remaja di depanku meng...