Semalam Seulgi berpikir hingga larut, mana yang lebih baik; terlambat atau selangkah lebih dulu. Sebab dia tidak mengerti darimana datangnya waktu yang tepat itu. Akibatnya dengan pertimbangan sedikit tergesa, dia memilih menghindari keterlambatan.
“But I need to tell you something.”
“Harus banget sekarang?”
“Aku beneran suka kamu.”
Irene kesulitan menelan ludahnya. Sementara Seulgi di depannya sudah mati gaya.
“Tebak lagu? I really like you dari Carly Rae Jepsen!” timpal Irene sesaat setelah keheningan.
Seulgi menggaruk rambutnya yang tak gatal. Dia bimbang, teruskan saja untuk bicara serius atau putuskan sekedar bergurau? Tapi dari jawaban Irene, nampak sahabatnya ini tidak akan siap dengan pengakuan cinta yang panjang.
“I want you, do you want me? Do you want me too?” Seulgi masih belum menentukan sikap.
“Hahaha, bener kan! Asal bukan kpop, aku pasti tahu judulnya.”
“Joohyun,”Dan benar saja, panggilan itu menghentikan tawa dipaksakan Irene.
“Kang Seulgi, tolong jangan serius,” pinta Irene sambil membuang wajahnya ke arah lain.
“Aku nggak pernah menemukan waktu yang tepat. Jadi, aku mikir lebih baik kecepetan sedikit daripada terlambat.”
“Aku nggak paham kamu ngomong apa.”
Irene berdiri hendak meninggalkan Seulgi, tangan Seulgi lebih dulu menahannya.
“Aku suka kamu, nggak pahamnya sebelah mana?”
Wajah Irene tak bisa ditebak maksudnya, tapi pastinya dia tahu cepat atau lambat ini akan terjadi. Masalahnya adalah, Irene hanyalah manusia yang sama dengan milyaran lainnya. Lurus di jalannya.
“Kenapa kamu bisa bilang kalimat itu, buat mutus pertemanan kita. Aku beneran nggak paham.”
Seulgi menghela nafas sejenak sebelum bicara banyak, “Ada hal yang harus kamu mengerti, Rene. Ketika orang lain menyembunyikan perasaannya, rasanya seperti ditikam pisau pada ulu hatimu, pedih. Mau nggak mau, siap nggak siap, aku harus ngomong ini. Demi kelangsungan hidupku. Maaf kalo aku mengorbankan pertemanan kita, hanya demi menghindari gelisah berkepanjangan.”
Irene tak bergeming, tetap malas menatap seseorang tengah memohon itu.
“Jadi, pertemanan kita selesai. Kelangsungan hidupmu terjaga. Im done, Seulgi.”
Kakinya beranjak, meninggalkan Seulgi yang mulai menyesali keputusan tergesanya. Seulgi tidak bisa meraih lagi tangan Irene, dia kaku pada tempatnya. Sementara Irene semakin menjauh, dia hanya berharap semua benar-benar selesai seperti katanya. Tidak ada rindu pada Seulgi, meskipun dia orang yang mudah saja dirindukan. Irene ingin selesai, Irene tidak ingin masuk dalam lingkaran Seulgi.
--Hari beranjak cepat apapun yang terjadi, seperti kereta yang meninggalkan penumpang yang tertinggal. Seulgi masih menyesali kebodohannya, dia masih merutuki dirinya tiap ada kesempatan. Moonbyul tak tega dengan sahabatnya, diabaikan Irene seminggu menjadi pencaci untuk dirinya sendiri, Moonbyul tak sampai hati.
Irene seperti prinsipnya, tidak ada obrolan, sapaan ataupun semua yang berhubungan dengan Seulgi. Baginya, kursi di sebelah Sejeong tak ada lagi yang mengisi. Dia menyamakan Seulgi bak ruang hampa. Dan rindu? Biar itu urusan Irene saja.
“Byul, nanti sore aku mau latihan dance lagi.”
Moonbyul menghentikan aktivitasnya dari menyalin PR, tersenyum senang melihat Seulgi, “Nah gitu dong, sob. Hidupmu nggak selesai di dia kok,” katanya ditambah tepukan di bahu Seulgi.
Sorenya, Seulgi dan Moonbyul datang ke club dance. Moonbyul masih aktif berlatih, sedangkan Seulgi sempat berhenti pasca putus dari Sunmi. Bukan dia menghindari mantan, hanya menghindari sinisme Irene kalau tahu masih kerap kontak dengan Sunmi.
“Eh Seulgi ikut club ini juga?” Suaranya merujuk pada gadis pengisi angket; Krystal.
“Hehe sebenarnya udah lama, tapi sempet berhenti. Kamu anggota baru ya?”
“Iya nih, masih basic sih. Buat ngisi waktu luang aja.”
“Dan bakar kalori?” ledek Seulgi. Krystal tertawa, memukul ringan lengan Seulgi.
“Biar punya abs kaya kamu.”
“Ih sok tahu, kaya pernah liat aja si,” timpal Seulgi. Dan dibalas wajah bersemu Krystal.
--Setelah berlatih, keduanya memutuskan pulang bersama. Moonbyul lagi-lagi dilupakan Seulgi kalau dia sudah tidak dalam kesusahan. Tentu saja pola pertemanan keduanya memang begitu.
“Seulgi?” langkahnya tertahan ketika berpapasan dengan seseorang dari masa lalunya. Krystal ikut berhenti, urung mendahului Seulgi, keluar dari ruangan.
“Halo, Sunmi.”
Sunmi tersenyum, dia mengeluarkan handuk kecil dan menyeka keringat di pelipis Seulgi.
“Momen terbaikmu masih saat kamu berkeringat.”
Seulgi mengangkat sudut bibirnya, “Terima kasih, seleramu nggak berubah.”
“Sejauh ini, seleraku masih kamu.”
Seulgi tertawa, “Sekarang seleraku gadis dingin, bukan hot sepertimu.”
Krystal membelalakan matanya, “Seulgi, kamu suka perempuan?”
Seulgi tidak lagi peduli tentang imej dan sebagainya, “Yaa. Kalo kamu nggak nyaman, menjauhlah dari sekarang. Aku bisa menyukaimu suatu saat.”
Krystal terdiam sejenak, Seulgi melihat Krystal dengan tatapan sulit diartikan. Hanya tawa sengau Sunmi yang memecah kebekuan itu.
“Aish, sialan. Kalian membuatku cemburu.”
-tbc
Long time no see, readers😅