Heart Attack

5.1K 665 46
                                    

Irene POV

Hari ini adalah ujung dari perjuanganku. Akhirnya hari-hari penuh materi pelajaran sudah boleh diakhiri. Seulgi mustinya sadar, upayanya mendekatiku sama sulitnya dengan usahaku masuk kampusnya yang negeri itu. Dia sih tidak ada saingan untuk mendapat hatiku. Tapi aku harus berebut kursi dengan ribuan peserta untuk mendapat kesempatan dekat dengannya. Aku jadi menyesal, kenapa wajah cantikku tidak diimbangi otak cerdas.

Usai tes penuh ketegangan itu, Seulgi yang menungguku di luar mengajak untuk bersenang-senang. Dan tebak, dia membawaku kemana?

"Mind-blowing banget sih ngajakin karaoke."

Kami berada dalam ruangan kecil dengan lampu berpendar. Satu monitor dengan dua mikrofon lengkap dengan kursi panjang dan meja kaca.

"Biar kamu puas mau ngilangin stress. Nyanyi berguna banget loh buat kamu rileks."

Dia tidak salah sih. Ini harusnya bisa untuk solusi bersenang-senang yang sungguhan senang. Seulgi memilih lagu. Dan intro lagu itu aku mengingatnya. Lagu yang dipakai Seulgi dance di hadapanku. Red Velvet? Pokoknya girlgroup Korea. Dia mulai menggoyang-goyangkan tubuhnya mengikuti irama lagu.

"Ayo dong Rene! Nggak usah jaim."

Aku yang memang kaku ini tidak bergerak dan hanya duduk sambil menatap lurus layar yang menampilkan grup berisi lima orang itu. Tiba-tiba Seulgi menarik tanganku dan memaksa badanku bergerak. Entah gerakan apa aku hanya geser kanan geser kiri, kontras dengan gerakan dia yang swag.

Memasuki lagu berikutnya masih memutar lagu dengan tempo up. Aku mulai rileks dan kadang bergerak tak tentu. Seulgi tertawa melihatku akhirnya larut dalam suasana karaoke yang dia bangun. Suara kami berdua pun pas-pasan, tapi itu kenikmatan dari karaoke. Sarana meluapkan beban melalui teriakan dan lantunan nada-nada sumbang.

"Rene, mau lagu apa lagi nih?"

Setelah dihajar empat lagu beat, aku memikirkan satu lagu yang tenang. "Ini aja Seul, Ariana Grande. Almost is Never Enough."

Aku sedikit buruk masalah lagu, karena memang tidak terlalu menyukai musik sehingga pengetahuanku dangkal. Lagu yang biasanya kudengarkan monoton dalam jangka waktu lama. Seulgi bilang playlistku sangat membosankan. Tapi aku tahu, dia tetap ingin hidup bersamaku meski selera musik kita berbeda.

And we can deny it as much as we want

But in time our feelings will show

'Cause sooner or later

We'll wonder why we gave up

The truth is everyone knows

Almost, almost is never enough..

Kami bernyanyi bergantian tiap bait. Ada kalanya saling melantunkan lafal itu bersama saling memandang satu sama lain. Mustinya Seulgi tahu, kapan aku mendengar lagu ini sebagai ritual malamku. Usai aku menyangkal dan menjauhi Seulgi, kemudian kami sungguhan berpisah. Masa-masa berat itu membuatku lebih dari menyadari, ketakutanku tak lebih besar dari fakta aku membutuhkannya. Dan akhirnya aku nyaris mengaku jatuh cinta padanya. Tapi nyaris tidaklah pernah cukup. Aku ingin dia meyakinkanku, dia bisa meredakan tiap kecemasan melandaku. Aku perlu dia membuatku percaya, dia tetap di sisiku kala dunia tak berpihak pada kami. Kini, aku nyaris percaya.

Almost is Never Enough selesai pada lirik akhirnya. Aku kembali duduk dan meminum sebotol air mineral untuk mengistirahatkan tenggorokanku sejenak. Lelah juga bernyanyi amatiran seperti itu.

"Capek banget nyanyi doang padahal."

"Tapi lebih rileks nggak dibanding sebelumnya? Tadinya lihat kamu keluar ruangan tegang banget kaya habis sidang pidana aja."

BreathtakingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang