Irene POV
Ada yang berbeda dari jas almamaterku kini. Jas kebanggaan yang baunya hasil perjuangan. Akhirnya aku bisa masuk kampus Seulgi. Meskipun masih saja mahasiswa ilmu perpustakaan. Kurasa akan sangat menarik ada seorang pustakawan secantik diriku. Hahaha. Aku tidak tahu ketempelan setan narsis dimana.
Kakak pembimbingku melihat sinis ke arahku yang terlalu lama menuju lapangan. Dia berdiri di belakangku dan mengekor untuk memastikan aku mempercepat lajuku. Wajahnya dingin sekali, jutek dan sangat tidak bersahabat. Iya, mirip mantan Seulgi. Tapi lebih tepatnya memang mantan Seulgi.
"Cepetan masuk barisan!" hardiknya karena aku berjalan terlalu lama.
Bagaimana tidak lama, semalam rumahku mati lampu dan aku terkilir sebab terjatuh di tangga. Padahal hanya dengan melihat jalanku agak pincang semestinya dia menyadari ada yang salah.
Mataku melihat Seulgi mendekat ke arah kami. Dia terlihat menekuk wajahnya melihat jalanku sedikit pincang. Tidak kurang dari dua menit, Seulgi tiba di tempat kami.
"Kamu kenapa Rene?" tanya Seulgi khawatir.
"Nggakpapa, ini agak ngilu aja kakinya."
Krystal menghembuskan nafas kasar. Jengah dengan adegan picisan di hadapannya.
"Izin ke medis aja yaa. Nggak usah dipaksain kalau sakit." Seulgi mengangkat walkie talkie-nya, menghubungi anggota medis.
"Manja banget," seloroh Krystal dingin.
Seulgi mengalihkan penglihatannya pada Krystal. "Kamu juga kelihatan capek, istirahat dulu aja. Kalau nggak aku antar yuk ke ruang panitia. Biar Jisoo ganti kamu jaga adik-adiknya dulu."
Cemburu sih, tapi aku tahu kok Seulgi hanya bersikap sopan. Harusnya, ya. Awas saja kalau memang masih perhatian!
Krystal tidak memedulikan niat baik Seulgi dan pergi sejalan dengan kedatangan tim medis. "Yeon, ini dibawa ke ruang kesehatan aja ya sampai acara selesai. Kakinya sakit," titah Seulgi pada panitia dengan ID name Nayeon. Dia mengangguk dan menggandengku berjalan menuju tempat yang dimaksud.
--
Hari ini berjalan cukup cepat karena aku tidak mengikuti kegiatan hingga selesai. Satu-satunya kegiatanku hanya memandangi Seulgi yang lalu lalang dengan wajah tegasnya. Maklum, dia koordinator dari divisi keamanan. Tapi tetap saja, pacarku terlalu menggemaskan.
"Kamu sakit apa?" tanya seseorang yang tengah mengemasi tasnya.
Aroma minyak angina tercium dari pelipisnya. "Kakiku sakit," balasku pendek.
Dia hanya mengangguk-angguk paham. "Mau kuantar ke depan? Pulang naik apa?"
"Nggak usah." Sejujurnya aku tidak kenal siapa gadis ini. Dia terlihat ramah.
"Oke deh kalau gitu. Aku balik duluan ya. Oh iya, namaku Miyeon." Dia mengulurkan tangannya. Aku menjabat sesaat dan menyebut namaku lirih.
Tidak selang waktu lama, Seulgi datang. Miyeon sedikit takut melihat kedatangan Seulgi, karena hari sebelumnya aku melihat dia di barisan penerima hukuman.
"Sore, Kak!" Miyeon menunduk hormat pada Seulgi. Aku menahan tawaku, lucu sekali ada yang hormat pada beruang gemas begini.
"Iya dek. Santai aja ya, ini udah selesai kok ospeknya." Seulgi tersenyum sampai matanya menghilang. Miyeon pun jadi bernafas lega.
"Aku antar kamu pulang dulu ya, nanti aku balik sini mau evaluasi," kata Seulgi padaku.
"Nggak usah, ngerepotin kamu. Aku pulang sendiri aja, nanti malam kamu jemput aku."