Mungkin untuk sebagian perempuan Bumi, pernikahan adalah salah satu cara untuk pergi dari tanggung jawab mencari nafkah atau sudah lelah karena suatu masalah. Tapi tidak untuk Naina.
Ia masih tetap dengan mimpinya sejak kecil, mimpi yang harus ia wujudkan demi mendiang Sang Ibu.
Hari ini tepat seminggu sudah Naina dan Nino menikah, melewati hari seperti biasa, kadang tanpa tegur dan sapa.
"Sudah siap?" Tanya Nino pada Istrinya yang masih sibuk dengan ranselnya. "Cari apa sih?",
"Berisik deh, bukannya bantuin." Balas Naina sedikit judes, tangannya masih sibuk mencari sesuatu di dalam ranselnya.
"Astaga!" Nino menepuk jidatnya, "Kan barusan Gue juga nanya." Keluhnya.
"Ih.. Di mana sih. Masa iya lupa. Tadi tuh di sini deh." Tangan Naina masih sibuk mencari sambil mengoceh sendiri.
"Sayang, Kamu cari apa ?"
Naina tidak menjawab, ia malah mengacak-acak isi lemari pakaian.
Nino di buat kesal sendiri, mendekati Istrinya.
"Kalau Suami nanya, jawab dong cinta. Enggak enak tahu, kesannya jadi panggilan tidak terjawab." Ujar Nino manja, memeluk Naina dari belakang. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan lelaki itu.
"Ih, apa sih. Peluk-peluk terus." Ucap Naina merasa risih.
Sepertinya sih bukan risih. Karna tiap kali Nino melakukan hal itu, ia merasakan jantungnya selalu berpacu dengan cepat.
"Jawab dulu."
"Cincin nikah Gue engga ada." Ujar Naina, menunjukkan jari manisnya sambil tertunduk.
Nino melepaskan pelukannya, menghadap Naina, lalu terkekeh pelan.
"Kenapa sih? Ih, Lo tuh yaa... Istri lagi kesusahan malah di ketawain. Dasar Suami gila!" Ketusnya, membuang muka, lalu membelakangi Nino.
"Bilang aja pengen di peluk lagi, pake acara ngadep belakang segala." Goda Nino tertawa.
Wajah Naina bersemu merah, malu dan kesal menjadi satu.
"Enggak usah GE ER ya.., Tuan." Pekiknya kesal penuh penekanan, berjalan meninggalkan Nino.
Nino menggeleng pelan. Setiap pagi ada saja hal kecil yang membuat mereka saling bicara.
Ya, sejauh ini masih sebatas itu. Karena ketika mereka bertemu di sore atau malam hari, Naina selalu sibuk dengan game atau tugas kampus.🌱🌱
Nino memarkir mobilnya di parkiran kampus Sang Istri, lalu ikut turun dari dalam mobil.
Ini adalah hari ke dua Naina masuk kuliah lagi setelah menikah."Ngapain ikut?"
"Ada urusan dengan Bu Janeta." Pungkas Nino, "Istriku mau di gandeng tidak?" Nino menaik turunkan alisnya.
"Ih.. Ogah!" Naina menggeleng, berlari meninggalkan Suaminya.
"Jangan salahin Aku ya.., Kalau ada cewek lain yang gandeng tanganku." Teriak Nino, mengusap belakang kepalanya.
"Bodo amat!" Balas Naina setengah teriak.
Nino menatap kepergian Istrinya, tersenyum simpul, berjalan kearah koridor, menuju ruang Dosen.
Sambil berjalan sesekali ia melirik ponsel dan jam tangannya. Waktu memang masih sangat pagi, pukul delapan lewat lima belas menit.Tanpa sengaja ia menabrak seorang gadis yang baru saja keluar dari salah satu ruangan, cukup keras sampai gadis itu terjatuh dan meng-aduh.
"Kalau jalan lihat-lihat dong. Punya mat-" gadis itu menghentikan ucapannya, sedikit terkejut ketika melihat Sang pelaku yang menabraknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Partner (Love)
Teen FictionGimana sih rasanya punya pasangan yang benar-benar miring otaknya ? Menguras otak dan hati, bukan ? ____ Cerpen, Fiksi remaja : Romance #Crazy_Love Sinopsis, "NAINAAAAA . . " Teriak Pak Hendro, sepertinya marah . "Yes, Papaaa . . " Sahut gadis manis...