MCP 10

1.2K 76 9
                                    

Caraku mencintaimu, mungkin tak seromantis Romeo pada Juliet.
Tapi Ku pastikan bahagiamu, hanya karena Aku.
-Nino-

🌱🌱🌱

Cuaca malam ini lebih dingin dari biasanya, padahal langit tampak cerah.
Nino sejak tadi sibuk memandangi Istrinya yang tidur memunggunginya.

Tumben sekali Naina jam segini sudah tidur, padahal jarum jam masih di angka sembilan malam.
Tak habis akal untuk mendapat perhatian sang Istri, ia memindahkan bantal guling yang jadi penghalang, mendekati Naina dan memeluknya.

"Lo tuh mau apa sih ? Dekat-dekat Gue terus.., minggir !" Pekiknya tajam, berusaha melepaskan pelukan Nino.

Semenjak menikah, mereka memang tidur bersama, dan Nino masih berusaha keras untuk memperjuangkan 'hak suami'.
Hampir dua bulan usia pernikahan mereka, tapi Naina masih saja menepis perasaannya.

"Aku cuma pengen peluk Istriku," Ujar Nino Santai, makin mengeratkan pelukannya.

"Nino..., Lepas!" Ronta Naina.

"Enggak!" Balas Nino enteng,

Naina menyerah untuk kesekian kali, dan mana bisa badan kecilnya melepaskan diri dari Nino. Ah, lelaki itu selalu punya cara gila untuk membuat Naina berhenti melawan.

"Serah Lo!" Dengus Naina,

"Okay!"

Naina tidak mau lagi ambil pusing, terserah pada Nino mau melakukan apa pun. Toh, Nino adalah suaminya.
Lagi pula, Naina pun tak dapat memungkiri bahwa pelukan Nino membuatnya 'nyaman'.

'Aku akan sabar menunggumu, Nai..' Batin Nino.

Keesokan harinya,

Nino berkali-kali mencium sayang pipi tembem Naina, rasanya enak sampai ia tak ingin menghentikannya.

"Sayang, bangun.., Shalat subuh." Kata Nino, masih sembari menciumi Istrinya.

"Sayang.., ih jangan cium - cium terus." Ucap Naina manja yang entah sadar atau tidak, matanya masih terpejam.

Nino tersenyum, rasanya ucapan Naina berhasil membangkitkan gairahnya.
Nino makin melancarkan aksinya dengan mengecup bibir dan bagian leher Naina, membuat gadis itu menggeliat.

Tangan Nino masih bergrilya, nakal.

"Iih, apa sih." Naina mengerjap, mendorong keras tubuh Nino sampai terpental jatuh ke lantai setelah ia tersadar sepenuhnya dari tidur. Merapikan dua kancing piyama bagian dadanya yang berhasil di buka Nino.

Laki - laki itu meringis, merasakan bokongnya mencium lantai.

"Rasa in," Ledek Naina terkekeh, menjulurkan lidahnya. Ia segera beranjak dan memasuki kamar mandi.

"Lihat nanti balasan ku di ranjang, sayang." Teriak Nino bangun, menepuk pantatnya.

"Coba aja, kalo bisa." Balasnya seolah menantang singa lapar.

Kejadian tadi pagi membuat Naina menghindari Suaminya. Alih - alih menetralkan perasaan 'ingin' yang tiba-tiba menggerayangi otaknya.

'Jangan mesum, please.' batin gadis manis itu, tatapannya kini beradu dengan sang suami di meja makan.

"Jangan berjalan di belakangku, apa lagi di depanku.." Nino membuka suara di antara suara sendok bertemu piring.

Naina mengernyit,  "Terus Lo maunya gimana ? Ribet amat Lo jadi Suami." Ketusnya, menangkup pipi dengan kedua tangannya, merengut.

Nino menghentikan aktivitas sarapannya, saat ini mereka sedang menikmati sarapan berdua. "Heh Nona, You are My Wife, My beautifull wife.." Kata Nino makin membuat Naina tidak mengerti.

My Crazy Partner (Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang