2. Kebun Moeder

1.7K 396 190
                                    

Hari ini, Mawar telah siap dengan kebaya sehari-harinya. Kebaya tersebut tampak rapi saat dikenakan oleh Mawar. Sebab itulah mengapa saudara laki-laki Mawar, tak henti-hentinya mengucapkan kata 'ayu' untuk dirinya.

"Ayu tenan adikku loh!" puji Chandra untuk kesekian kalinya. Sedangkan Mawar berusaha untuk menutupi rasa tersipu malunya.

"Ibuk! Lihat anak gadis ibuk ayu tenan," pekik Chandra kepada Ibunya yang kini sedang memasak untuk sarapan pagi.

"Mawar! Sini nak!" Mawar segera berjalan menuju dapur untuk menemui Ibunya.

"Subhanallah, anak Ibuk mau kemana? Ayu tenan ini loh?" heran Ibunya, Mawar tersenyum lebar.

"Aku mau nemenin Laras, Buk ke rumah majikan baru Ibuknya. Sekalian kami bantu Nyonya van Leander hias kebun di rumahnya!" Mawar tampak berseri saat menceritakannya. Tampak dari air wajahnya yang begitu ceria.

Namun, disisi lain Ayah Mawar tampak terperanjat saat mendengar cerita anak bungsunya tersebut. Chandra sadar akan hal itu.

"Bapak kenapa? Dadanya sakit lagi?" tanya sang anak sulung.

Sunarto tampak tergagap saat akan menjawab pertanyaan Chandra. Lelaki paruh baya itu menggeleng pelan lalu menyeruput teh hangat buatan istrinya.

Saat sedang asik bercanda dengan sang Ibu, Mawar merasa jika Laras sudah sampai didepan rumahnya. Terbukti dengan salam yang diucapkan oleh Laras dari teras rumah.

"Yasudah kalau begitu Mawar pamit ya Buk, Mas, Pak." Mawar menyalim orang tuanya serta saudara laki-lakinya lalu berjalan keluar untuk segera berangkat menuju kebun Nyonya van Leander bersama Laras.

"Kamu sesuka itu ya dengan bunga, War?" tanya Laras disela perjalanan mereka menuju kebun.

Mawar tersenyum penuh arti. "Karena namaku adalah nama bunga. Bunga yang indah dan bukan sembarang orang yang bisa menggenggamnya."

Laras hanya memilih untuk diam. Tak mengerti maksud temannya itu. Sampai akhirnya dua gadis ayu itu sampai di rumah Nyonya van Leander. Mereka disambut dengan ramah oleh wanita setengah baya itu yang sedang mengeluarkan beberapa goni yang berisi bibit bunga-bunga yang akan ia tanam nantinya.

Laras dan Mawar menyalami tangan Nyonya van Leander dengan sopan lalu mereka dipersilahkan duduk terlebih dahulu oleh sang empunya rumah.

"Rumahnya keliatan kecil dan sederhana dari luar." celetuk Mawar yang memandang sekitaran rumah yang diisi oleh beberapa lukisan serta figura.

"Tapi waktu masuk kedalamnya, kita akan takjub. Betapa luas dan mewahnya rumah ini," sambung Laras yang sama dengan Mawar, menjelajah isi ruang tamu dengan matanya.

Mata mereka dimanjakan oleh beberapa patung lilin. Lukisan yang disusun dengan apik. Dan jangan lupakan beberapa figura yang sepertinya itu adalah figura keluarga van Leander dan tokoh-tokoh penting orang Netherland.

Setelah lima menit berganti baju, Nyonya van Leander keluar dari kamar dan menghampiri para gadis diruang tamu rumahnya. "Kalian mau minun-minum dulu?" tawar wanita tersebut namun digelengi dengan keduanya dengan sopan.

"Langsung aja, Nyonya. Biar bisa cepat selesai," balas Laras dengan sopan tentunya dan langsung disetujui oleh Nyonya van Leander.

Ketiganya-pun berjalan menuju halaman belakang untuk menanam bibit bunga bakong terlebih dahulu sebelum kehalaman depan.

Setelah menguncir surai hitam legamnya, Mawar memulai dengan menggali tanah sesuai perkiraannya. Setelah itu, ia menanam bibit bunga bakong kedalam tanah. Nyonya van Leander yang memperhatikan pekerjaan Mawar yang mengerjakan kegiatannya dengan sangat santai serta tampak paham betul dengan yang namanya bercocok tanam merasa kagum.

IroniㅣJaehyun, RosèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang