Djakarta, Indonesia
21 September 1964Tak di pungkuri betapa senangnya Mawar hari ini. Gadis tersebut membawa beberapa buku yang berisi sejarah bagaimana Indonesia melawan para penjajah sejak berabad-abad yang lalu. Dan terlebih, ia suka mengajar daripada diajar.
Karena satu tokoh penting yang mengobarkan semangatnya untuk menjadi seorang pengajar. Seperti tokoh tersebut. Mengajar dan belajar. Mawar merasa terinspirasi oleh tokoh itu.
Butuh waktu beberapa menit berjalan kaki menuju rumah Tun Jeffrey. Mawar tak memperdulikan jarak, yang ia tahu hanyalah semangatnya dan debaran jantungnya yang kian berpacu seiring dengan langkah kaki. Jangan lupakan perutnya yang terasa seperti dipenuhi oleh ribuan kupu-kupu serta bunga-bunga. Mawar enggan mengenyahkan senyuman lebarnya.
Mawar sampai di depan teras rumah Jeffrey. Dengan keadaan Jeffrey yang sedang duduk di temani oleh beberapa tumpukan buku yang mampu membuat Mawar takjub betapa banyaknya buku tersebut. Jeffrey benar-benar seniat itu!
"Hallo,"
Jeffrey mendongakkan kepalanya menatap ke arah Mawar dengan senyuman yang masih bertengger di wajah ayunya.
Lantas Jeffrey dengan reflek ikut membuat senyuman yang sama. Tentu saja lesung pipitnya terpampang dengan indah dan gemas untuk di cubit.
"Mawar, mari."
Dengan sigap Mawar sudah menduduki kursi yang berhadapan langsung dengan Jeffrey sendiri. Jeffrey yang menyadari bahwa betapa semangatnya Mawar hari ini melebarkan senyumannya.
"Jadi, darimana kita akan mulai, ya?" Mawar menggosokkan kedua telapak tangannya sembari menatap tumpukan buku. Jangan lupakan bibir ranumnya yang kini ia katupkan.
Jeffrey gemas melihatnya. Yang bisa ia lakukan hanya terkekeh pelan. "Hm, begini ajaㅡ" Jeffrey menatap Mawar menunggu kelanjutan dari ucapannya.
"ㅡTanya pada saya bagian mana yang gak di mengerti."
Ada jeda beberapa detik untuk Jeffrey menimang tawaran Mawar. Dan pada akhirnya pemuda tersebut mengangguk setuju dengan tawaran tersebut.
"Siapa itu Ki Hajar Dewantara?"
Mawar tersenyum penuh arti. Gadis itu menarik napas sedalam-dalamnya, lalu menghembuskan karbondioksida tersebut secara perlahan.
"Nama aslinya Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Namun pada tahun 1922 ia mengganti namanya menjadi, Ki Hajar Dewantara. Juga, beberapa menuliskan namanya menggunakan bahasa Jawa yaitu, Ki Hajar Dewantoro. Ia lahir di Pakualaman, Hindia Belanda pada tanggal 2 Mei 1889. Di umurnya yang ke-enam puluh sembilan tahun, Bapak Ki Hajar Dewantoro meninggal pada tanggal 26 April empat tahun yang lalu—"
Mawar memberi sedikit jeda. Ia kembali menarik napasnya beberapa saat.
"Bapak Ki Hajar Dewantoro adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia seperti saya dari zaman penjajahan Netherland. Ia juga pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bersekolah layaknya kaum priyayi dan memperoleh hak mengenyam pendidikan."
Dengan wajah yang sedikit kebingungan karena ia masih kurang mengerti bahasa Indonesia. Namun karena ia adalah si jenius, hal itu tak akan menghalangi dirinya untuk belajar, belajar dan belajar.
Mawar menyesap teh hangat buatan Ratih beberapa saat untuk menyegarkan kerongkongannya yang kering.
"Tanggal kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia sendiri. Hari nasional ni di sahkan oleh presiden Sukarno pada tanggal 16 Desember 1959 melalui ketetapan Keppres No. 316 Tahun 1959. Selain itu, ia juga dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden Sukarno, pada tanggal 28 November 1959 melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959."
Mawar mengakhiri penjelasannya dengan menatap Jeffrey dengan ekspresi teduhnya, "Ada yang ingin ditanyakan?"
Jeffrey tersenyum lalu menggeleng. "Terimakasih, saya paham sekali."
"Syukurlah." Mawar tersenyum. Ia kira Jeffrey tidak akan mengerti, namun siapa sangka Jeffrey dengan otaknya yang begitu jenius dapat mengerti bahasa dengan cepat.
"Kamu anggun sekali saat tadi menjelaskannya. Kagum saya," tanpa aba-aba Jeffrey langsung memuji Mawar.
Hal itu lantas membuat Mawar tersenyum malu. Debaran jantungnya kian cepat. Pipinya merah merona. Perutnya terasa seperti di gelitik sesuatu. Mawar suka sensasi ini.
"Tahu betul kamu tentang tokoh ini?"
Mawar mengangguk 'kan kepalanya dengan semangat.
"Bapak Ki Hajar Dewantoro adalah tokoh inspiratif saya. Saya penggemar berat beliau. Mulai dari saya berumur enam belas tahun. Dia juga yang buat saya mau bercita-cita sebagai guru," ujar Mawar menerawang kembali masa kecilnya yang penuh dengan membaca biografi seorang Ki Hajar Dewantara.
Jeffrey tersenyum. Pemuda itu menatap Mawar dengan tatapannya yang begitu lekat. "Semoga bisa jadi guru."
Mawar yang tadinya sedang menatap tanaman hias Lieka yang amat enak di pandang kini menatap Jeffrey yang lebih enak dipandang.
"Terimakasih, Tun Jeffrey."
Jeffrey menunduk 'kan kepalanya. Jantungnya berdebar cepat lagi!
"Ngomong-ngomong, Tuan lahir tahun berapa?" Mawar menatap Jeffrey kembali.
"Sebelum setahun kemerdekaan Indonesia." jawab Jeffrey dengan bahasanya yang masih belum fasih.
Mawar mengangguk tanda mengerti.
"Bagaimana dengan kamu?" kini Jeffrey yang bertanya.
"Kita sama." Mawar mempamerkan deretan giginya dan matanya yang menyipit saat tersenyum lebar.
"Oh, Tuan sudah liat berita?" Mawar menjentik 'kan jarinya tanda mengingat sesuatu yang ia lupakan.
"Tentu. Kemerdekaan Malta setelah dijajah oleh Inggris." jawab Jeffrey dengan enteng karena ia tidak akan ketinggalan berita apapun tentang dunia.
"Wah!"
Mawar kagum dengan pengetahuan Jeffrey. Keduanya tertawa bersama dengan begitu lepasnya. Tak tahu bahwa bagaimana jika tawa mereka yang begitu lepasnya harus digantikan dengan tangis dan lara hati.
ooOoo
Tun = Sebutan tuan untuk kaum bangsawan.
Sumber wikipedia.
mohon koreksinya yaaaa 😭😭❤
Mustahil ganti judul jadi Ironi!
Kenapa aku ganti jadi ironi? Beberapa chapter lagi akan aku jelaskan kenapa. HEHEHEHEH
sampai jumpa beberapa hari ke depan ya! karena aku mau hiatus, makasih 😭❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
IroniㅣJaehyun, Rosè
FanficCinta mereka ditentang oleh kodrat dan perbedaan. Akankah, Jeffrey dan Mawar bisa mempertahankan cinta mereka? Atau, kodrat lebih kuat dibandingkan cinta mereka? Jung Jaehyun × Rosè Park Cerita ini berlatarkan pada tahun 1964 ㅡ Alternatif Universal...