8 November 1964
Djakarta, Indonesia
Sinar mentari semakin menyengat tatkala mereka menyentuh kulit. Hal tersebut lantas membuat kepadatan pelanggan Kedai Laras semakin meningkat sehingga peluh bercucur deras pada dahi kedua gadis ayu ini. Namun, hal itu tak membuat semangat mereka terenggut. Justru semakin senang pula-lah mereka.
"Nak Laras, Mbah pesan teh tarik ya!" pekik seorang lelaki paruh baya yang sedang sibuk mengotak-atik radio pemberian anak bujangnya.
"Meluncur Mbah!" balas Laras dengan ramahnya, tangannya sibuk memasukkan bumbu kopi hitam ke dalam beberapa cangkir. Mawar datang sembari membawa satu baki kayu dan menaruhnya asal.
Lalu ia berjalan menuju cucian piring yang sudah lumayan tertumpuk. Mawar menghela napasnya kasar, tangannya meraih tempat duduk kecil yang terbuat dari papan kayu. Bokongnya ia dudukkan disana kemudian fokusnya terletak pada tumpukan piring serta gelas kotor yang siap untuk dibersihkan.
Setelah beberapa lamanya ia mencuci tumpukan piring serta gelas kotor tersebut, Mawar menatap jam yang menggantung bebas di dinding anyaman rotan dapur Kedai. Raut wajah bingung ia perlihatkan kini. Sejurus kemudian kepalanya menyembul—berniat melihat keadaan Kedai yang ternyata masih ramai seperti sebelumnya.
"Allahuakbar, allahuakabar!"
Yang ditunggupun tiba. Mawar menatap Laras khawatir yang kini eksistensinya sudah sampai di dapur. Mawar menepuk pundak kawannya lembut, "Laras, kamu shalat Ashar dulu sana. Biar aku yang layanin mereka dulu." Raut ragu tersirat dalam wajah Laras, namun saat melihat Mawar tersenyum padanya, gadis itu menganggukkan kepalanya.
Berlalunya Laras memasuki rumah untuk melaksanakan ibadah shalat Ashar, Mawar membawa baki kayu yang sudah ditimpa oleh dua gelas kopi hitam dan sepiring gorengan menuju pelanggan. Dengan semangat dan kerama-tamahannya yang begitu hangat, Mawar melayani pelanggan, terutama pelanggan lansia.
Laras datang saat selesai melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama dan Mawar langsung menghampiri temannya tersebut , "Giliranku ya! Sek, sek, Mbah Lanang tadi pesan jamu beras kencur. Pakai gelas kecil aja katanya, Ras." Pesan Mawar dan dibalas jempol oleh Laras dan dengan sigap Mawar berlari ke kamar mandi untuk segera mengambil air wudhu.
Mawar memasuki kamar mandi diawali dengan langkah kaki kiri, lalu tangannya ia angkat dan ia tampung. Matanya ia pejamkan, sejurus kemudian batinnya merapalkan doa sebelum melaksanakan wudhu. Selesai melaksanakan wudhu ia kembali merapalkan doa setelah melaksanakan wudhu kemudian keluar dari kamar mandi diawali dengan langkah kaki kanan.
Mawar mengenakan mukenanya, lalu merapalkan niat shalat Ashar dengan lancar, 'Allahu akbar,' gadis itu mengangkat kedua tangannya lalu melipatnya diatas perut. Dengan begitu khusyuknya ia melaksanakan ibadah.
Terlihat sekali perbedaan bagaimana mereka melaksanakan ibadah. Namun, hanya satu yang sama. Mereka saling mendoakan, tapi tidak terikat satu sama lain.
'Sehatkan Tun Jeffrey, beri ia kelancaran dalam segala urusannya. Beri ia kebahagiaan.'
Laras membersihkan meja-meja dan merapikan kursi yang letaknya tidak beraturan. Taplak meja ia rapikan, serta ia lap dengan kain basah. Saat sedang sibuk-sibuknya membersihkan Kedai, Mawar datang lalu menghampiri Laras dengan gontai. Raut wajahnya sendu.
Laras menatap khawatir temannya, lalu meletakkan pel dengan benar dan duduk disamping Mawar. "Ono opo?" tanyanya cemas.
Mawar yang sedari tadi menunduk, menatap nanar ke arah lantai kini mengalihkan pandangannya pada Laras. Awalnya ia hanya ingin menangis dipundak Laras, namun lisannya tak tahan ingin menceritakan keluh kesahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IroniㅣJaehyun, Rosè
FanficCinta mereka ditentang oleh kodrat dan perbedaan. Akankah, Jeffrey dan Mawar bisa mempertahankan cinta mereka? Atau, kodrat lebih kuat dibandingkan cinta mereka? Jung Jaehyun × Rosè Park Cerita ini berlatarkan pada tahun 1964 ㅡ Alternatif Universal...