4. Bukan Sembarang Bunga

1.2K 321 52
                                    

Setelah berganti baju dengan baju yang lebih tertutup untuk menghindari sinar ultra violet hari ini, Jeffrey dan Mawar berpamitan kepada Lieka lalu berjalan mengelilingi perkampungan.

Awalnya suasana di antara mereka hanyalah satu keheningan mendominasi. Namun, karena watak dari seorang Mawar Ayu Lestari mampu memecahkan semuanya dengan satu pertanyaan.

"Bagaimana hidup di Netherland, Tuan?"

Jeffrey sontak menatap gadis di sampingnya itu. Pemuda berparas tampan itu tampak sedikit berpikir, merangkai kata demi kata yang cocok untuk mendeskripsikan kehidupannya di tanah kelahirannya sendiri.

"Menyenangkan. Beda jauh, namun dengan Indonesia." jawab Jeffrey seadanya.

Memang hanya itu yang dapat mendeskripsikan bagaimana kehidupannya sekarang dan di masa lalu saat berada di Netherland. Jeffrey merasakan betul hal itu.

"Jadi, Indonesia lebih menyenangkan daripada disana?" tanya Mawar memastikan perkataan pemuda di sampingnya itu.

Jeffrey mengangguk sembari tersenyum. Mawar yang melihat itu merasa takjub dengan keindahan yang berada tepat di sampingnya tersebut. Sebuah lekuk kecil yang mampu memberi kesempurnaan pada wajah seorang Jeffrey van Leander.

"Aku baru tahu kalau Tuan Jeffrey punya lesung pipit." Mawar mengucapkan hal tersebut sembari menatap Jeffrey lekat-lekat.

Jeffrey yang merasa di tatap salah tingkah dan hanya tertawa sebagai tanggapan. "Tuan kelihatan tampan." Mawar tak sadar sudah memuji Jeffrey secara langsung.

Hey, Mawar! Lihat betapa salah tingkahnya Jeffrey saat kau puji begitu. Kini telinganya memerah. Menggemaskan sekali.

"Kita. . ."

Mawar menunggu perkataan Jeffrey yang sedang menggantung tersebut dengan menatapnya intens. Hal itu kembali sukses membuat jantung pemuda tersebut berdetak tak keruan.

"Sudah jadi teman 'kan kita?" pertanyaan Jeffrey langsung membuat Mawar terkekeh geli mendengarnya.

"Tentu. Memangnya kenapa, Tuan?"

Jeffrey diam-diam tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Hm. Semua tentang kamu, saya boleh tanya?" kini eksistensinya beralih pada wajah ayu sang gadis.

Mawar terdiam sejenak. Jantungnya berdetak lebih cepat daripada biasanya. Pipinya menghangat perlahan. Tatapan matanya beralih kesana-kemari karena tak tahu harus bereaksi bagaimana.

Kini tawanya terdengar gugup dan kikuk. "A-ah, k-kenapa tidak? He, he, he." gadis itu menggaruk alisnya yang sama sekali tidak gatal.

Senyuman Jeffrey melebar saat mendapati respon Mawar. Kini lesung pipit itu semakin jelas terlihat. Sedangkan pipi Mawar kian memanas dan memerah saat melihatnya.

Gadis itu rasanya ingin mengipaskan wajahnya dengan kibasan tangan. Namun, ia begitu salah tingkah.

Saat mereka berjalan menuju jembatan kecil yang menyeberangi sungai kecil, ada sebuah sapaan ramah terdengar enak di telinga. Seorang wanita setengah baya yang tengah menenteng satu keranjang ayaman berisi helaian baju dan batik tersenyum kepada mereka.

"Wah, neng Mawar same siape nih? Cakep ya," puji wanita tersebut dan Jeffrey hanya tersenyum sebagai respon.

Ia tak tahu harus bereaksi bagaimana, "Terimakasih," sebuah ucapan terimakasih yang dapat ia sampaikan. Setidaknya ia bersikap sopan kepada orang tua. Karena itu adalah hal yang sangat wajib.

Wanita itu tersenyum hangat. "Sopan, ya." puji wanita tersebut untuk yang kesekian kalinya. Mawar tertawa kecil melihat Jeffrey menggaruk tengkuknya karena malu.

"Oh, ini orang Netherland yang baru aje pindah itu, War?"

"Iya, Empok." Mawar tersenyum kembali. Rasanya ia tak pernah letih untuk tersenyum hari ini.

"Yaudeh kalau gitu. Gua pamit ya, mau nyuci kain dulu nih. Duluan ya," Empok itu berlalu masih menenteng keranjang yang terbuat dari anyaman rotan tersebut menuju tepi sungai untuk mencuci pakaiannya.

"Iya, Empok. Hati-hati!"

Jeffrey dan Mawar melanjutkan langkah mereka kembali. Mawar masih dengan senyumannya. Sedangkan Jeffrey masih dengan rasa kagumnya akan sumber daya alam dan budaya Indonesia.

"Begitu kenapa bahasa Indonesia-nya?" tanya Jeffrey dengan wajahnya yang keherenan.

"Itu bahasa daerah. Bahasa Betawi namanya. Bahasanya khas Jakarta," jawab Mawar.

"ㅡTuan masih belum terlalu tahu tentang Indonesia?" kini Mawar yang bertanya.

Jeffrey menganggukan kepalanya, "Belum." Mawar tersenyum, "Kalau begitu, mau aku kenalkan apa itu Indonesia?" tawaran emas bagi seseorang yang tertarik dengan kebudayaan para bangsa Indonesia, seperti Jeffrey sendiri tentunya.

"Mari,"

oOo

Sudah dua puluh menit lamanya Jeffrey dan Mawar berjalan, namun tiba-tiba Jeffrey menghentikan langkah kakinya. Kini matanya menatap beberapa tanaman hias yang ditanam asal di sebuah lapangan luas.

"Kamu kesana ingin?" tawar Jeffrey pada Mawar.

Tanpa ba-bi-bu, Mawar langsung meng-iyakan tawaran Jeffrey. Keduanya berjalan berdampingan menuju lapangan luas yang di hiasi oleh tanaman penyejuk indra penglihatan.

Netra coklat milik Jeffrey menangkap beberapa bunga mawar yang tertanam rapi. Letaknya tak jauh dari tempat ia berdiri. Kaki jenjangnya ia langkahi menuju tanaman mawar tersebut dengan senyuman yang merekah. Se-merekah bunga-bunga siang hari itu.

Sesampainya disana, Jeffrey hanya mampu menatap sekumpulan bunga tersebut tanpa ada sedikitpun niat untuk mencabut lalu memberikannya pada Mawar.

"Ada apa?" Mawar menghampiri Jeffrey yang sibuk menatap bunga-bunga mawar. Setelah beberapa saat kemudian gadis itu mengerti.

"Sayang sekali, aku gak bawa gunting buat di potong bunganya."

"Jangan. Bukan sembarang orang bisa genggam itu bunga. Perlu bagaimana mereka belajar merawat bunga berduri, seperti mawar."

Mawar tertegun sejenak. Sepersekian detik kemudian ia tersenyum.

ooOoo

mohon koreksinya yaaa hehehe

selamat membaca!

sorry btw aku keasikan main ff wkwkwk

IroniㅣJaehyun, RosèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang