Dia Mirip Siapa, Ya?

168 8 0
                                    

Alasan aku harus bisa nyetir mobil:
1. Biar nggak tergantung antar jemput maupun kendaraan umum
2. Faktor kebutuhan, apalagi suami jauh.
3. Karena ada mobil nganggur yang selama ini cuma bisa dipanasin doang.

***

Okay, here I am. Udah terlambat buat mundur, Em!

Makanya tuh sengaja, pas bayar udah nggak pake DP lagi, langsung lunasin dah sekalian! Padahal resikonya tabunganku langsung ludes, huhuhu. (Eh, nggak ding, cuma tabungan di satu bank aja, masih ada tabungan di bank lainnya, eaaaa, sambil kibas ujung jilbab)

Bener aja, kan. Mendekati hari H, mulai deh grogi. Duh, apa batalin aja ya? Duh, apa nggak usah dijadiin ya? Tapi kan duitnya sayaaang, opo kowe krungu, lahh malah nyanyi.

"Ibu tunggu sebentar, ya."
Aku mengangguk sama si Mbak manis dan duduk menunggu dengan patuh sambil menunggu instrukturnya dateng. Aku nggak berani menduga-duga tuh, instrukturnya siapa, yang pasti laki-laki. (Belum nemu, saya, instruktur perempuan)
Siapapun, yang pasti dia mahir bawa mobil. Ya eyaalahh.

"Mari, Bu."
Aku menatap terpaku pada sosok tinggi, kurus, berkacamata dann.. lumayan tampan. Uhuk.

Waaa, dapat instruktur Brondong, Bo! Tapi bukan Brondong kesayangannya Diandra, bukaann. Yang ini tampak dewasa dan mirip... Siapa yaa?

Ehem, fokus, Em!

"Nyetir itu sebenarnya mudah saja."
Ya eyalah, elu instrukturnya, lha gue, sepeda aja nggak bisa. (ini hati ribut amat yak)

"Kita cuma mainin kopling, rem, dan gas. Sebelumnya Ibu sudah pernah nonton video Pak Widi?" lanjutnya yang berakhir pada pertanyaan yang buat aku ndredeg seketika.

Nah loh! Lupa kann? Belum nonton. Sok sibuk siih.
"Eee, belum sempat," ujarku sepelan mungkin.

Okay, kita flashback beberapa hari sebelumnya ya. Tidak mudah bagiku akhirnya mengambil keputusan untuk maju mendaftar kursus menyetir ini. Seriously.

Cuma satu, faktor kebutuhan. Beberapa tahun hanya bisa melihat mobil mangkrak di garasi. Paling banter nyampe manasin doang. (Inget dong, sama iklan rokok, jangan cuma bisa manasin doang)

Dan selebihnya karena aku sudah dapat izin dari suami. Seorang istri kan, manutnya sama suami. Bahkan orangtua dan lainnya masuk ke nomor dua. Yang utamanya nurut ma suami. Kata suami, "belajarlah, biar kamu bisa antar anak-anak sekolah," ya sudah, aku kudu belajar.

Apalagi yang buat aku berani juga, ada terapi takut yg bisa didapatkan dari kursus satu ini. Itu nilai plus-nya.

Beside, ini tantangan lho bagi Widi Mandiri. Bisakah, mereka menjadikan seorang Emmy sebagai pengendara mobil? Hohoho. Kalau bisa, aku jamin, pasti nanti aku buatkan testimoninya. Aku kan blogger. Uhuk.

Nah, jadi setelah aku memutuskan mendaftar kira-kira seminggu setelah ambil brosur. (Hooh, seminggu kurang lebih. Langsung ambil duit tabungan yang nggak seberapa itu karena insentif belum keluar, nah, curcol lagi!)

Lalu, si Mbak CS mengatur jadwal belajarku (duh, kebiasaan, aku nggak suka nanya nama orang)
Dan karena jadwalku yang shift-shiftan juga berbenturan dengan jadwal instrukturnya, maka belajarnya nggak bisa rutin tiap hari deh. Hari ini belajar, dua hari bolong, lalu belajar lagi, libur lagi, gitu seterusnya. Baru minggu depannya stabil setiap hari.

Tak lupa si Mbak menulis jelas di kartu jadwalku: wajib nonton video YouTube Widi Mandiri. Eaa. Sayangnya, aku keburu sok sibuk. Jadinya terlupakan. Tau-tau sudah waktunya belajar. Huhuhu.

Anyway, yang penting aku sudah berani memulai hari ini. Dibawalah kendaraan ini ke lapangan PKOR Way Halim. Tempat ini memang sudah biasa sih jadi tempat belajar nyetir. Baik dari kursus maupun belajar sendiri (maksudnya bukan dari lembaga kursus setir)

Sekilas aku melirik laki-laki muda di sebelah kananku ini. Iya, muda banget, sepertinya kelahiran 90-an gitu lah. Paling 10 tahun di bawahku umurnya. Bisa nggak ya, dia ngajarin mamak-mamak grogian dan penderita gangguan kecemasan ini. Hahaha.

Setiba di PKOR, dia menghentikan mobil lalu mengajarkanku hal-hal dasar. Seperti ini lampu, ini sen kiri-kanan, ini wiper, ac, berikut pengatur spion. Nah, pengatur spion ini tampaknya nggak ada di mobilku.
"Ini biasanya dari modifikasi sih, Bu, bukan dari asli mobilnya," ujar sang instruktur. Aku manggut-manggut.

"Trus, ya. Gilang juga mau kasih tau. Gak ada yg namanya sen lurus. Jadi kalau kita mau lurus, ya lurus aja, gak usah nge-sen. Tanda ini artinya kalau mobilnya ada apa-apa, baru kita hidupkan."
Aku ber-ooo bulat, baru tahu juga soalnya. Selama ini kan tahunya kalau lampu sen kiri kanan idup artinya lurus. Rupanya salah, tho.

Lelaki ini meneruskan penjelasannya, "jangan lupa, Gilang kasih tahu, selalu pakai alas kaki saat mengendarai mobil, itu penting."
"Tapi bukannya biar lebih kerasa ya kalau gak pakai alas kaki?" tanyaku masih menawar.
"Iya, banyak yg bilang gitu memang. Tapi akibatnya lebih fatal, kalau tidak pakai alas kaki."
"Oo, gitu ya?"
"Iya. Kalau injekan kopling dan rem kan ada karetnya, tapi kalau injekan gas kan gak ada. Coba deh Ibu perhatikan."
Hmm, catet, Em! Wajib pakai alas kaki!

Lalu, ada lagi yang berbeda dari mobil kursus ini. Selain stiker besar berisi iklan kursus memenuhi permukaan mobil, juga di dalamnya tersedia kopling dan rem di depan kursi sebelah kiri. Sip. Sip. Jadi kalau yg diajarin nyetir lagi khilaf, lupa rem, bisa dibantu instrukturnya. So, jangan takut.

"Nggak ada yang perlu ditakutkan, Bu." Sang instruktur mengingatkan.
Iya. Iya. Elu instruktur, makanya bisa ngomong gitu.
(Sst, kapan mulainya belajarnya nih? Berantem terus dalam hati, haha)

Oya, namanya Gilang. Nggak perlu perkenalan resmi, sebab dia tipe orang yang menyebut diri bukan dengan "aku", "saya", atau "gue", melainkan namanya sendiri. Wah, langka, kan, lelaki yang menyebut dirinya dengan nama. Sekilas jadi inget Eggy, tokoh serial webtoon Eggnoid. Eaa.

Saatnya aku praktik. Asli, grogi banget. Biasanya bawa mobil cuma manasin doang gak sampe jalan. Wajar, pas mobil jalan masih ragu-ragu. Tapi setidaknya kendaraan ini berjalan maju.

"Kira-kira 10 meter, tahan kopling dan rem, hidupkan lampu sen, tunggu sejajar spion lalu putar kemudi ke kiri, jangan lupa kontrol rem."

Baiklahh. Setidaknya kali ini aku bisa menjalankan mobil, Saudara-Saudara! Yeah!

Setelah puas putar-putar lapangan PKOR, Gilang memintaku istirahat dulu. Ternyata sudah dua jam aku belajar nyetir! Nggak kerasa, ya.

Dia sudah menyiapkan aqua gelas dan aku putuskan segera meminumnya. Legaaa. Emmy yang biasanya cuma manasin mobil, sekarang udah bisa bawa muter-muter, Alhamdulillah. Kopling, rem, gas, kopling, rem, gas.

Setelah ganti posisi, Gilang membawa mobil dan menanyakan ingin mengantarku ke mana. Karena hari itu aku shift sore, aku langsung minta antarkan ke RS, tempatku bekerja.

Sesuai dengan tulisan di brosur ternyata ya. Gratis antar jemput. Hihihi. Ta kira cuma iklan.

Aku melirik laki-laki ini sekali lagi. Caranya bicara, perawakannya, mengingatkanku pada seseorang. Tapi siapa, yaa?

12 Hari di Balik Kemudi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang