Murid Ngeyel

64 1 0
                                    

"Aku baru tahu lho kalau selama belajar dengan pakai mobil Widi Mandiri, ada apa-apa sama mobilnya jadi tanggungjawab pihak Widi Mandiri. Ta kira tanggungjawab kami yang minta ajarin ini."

"Ee, lebih tepatnya, tanggungjawab instrukturnya sih."

(What? Jadi kenapa dia terlihat nyantai aja pas aku bawa mobilnya hampir-hampir nyerempet?)

***

Aku tiba di kantor Widi Mandiri lebih dulu dibandingkan si Gilang. Kalau berangkat dari RS memang lebih enak daripada berangkat dari rumah. Sebab kalau dari rumah, pamitan sama anak-anak kadang-kadang pake drama. Haha.

Kalau sekedar pamit ma orang kantor, tinggal bilang kalau aku buru-buru karena ada perlu. Lagipula, ini memang sudah jam pulang kantor bagiku kok. Kan jadwal shift pagi sampai jam dua siang saja.

Btw, aku pun belum bilang satu orangpun teman di kantor, kalau aku sedang belajar mengemudi. Nanti saja, ah, kalau sudah ada pembuktian. Takutnya, udah ngomong ambil kursus mengemudi, tapi gak juga bawa mobil sendiri setelah selesai kursus. Aku tipe orang yang nggak mau gembar-gembor di awal, tapi nyatanya nol besar.

Itu dia, Gilang datang. Aku yg seperti biasa sedang berbincang dengan Mbak Nur, melihat sang instruktur dengan wajah datar.
"Yuk," ajaknya langsung.
"Siapa, ya? Kita pernah ketemu?" Haha, sengaja aku isengin dia dulu. Tu, Mbak Nur aja tertawa.
"Iyalah. Sering malah kita ketemu," tegas Gilang.

Sayangnya pelajaran mengemudi sudah mau berakhir, kesempatan utk bertemu kembali semakin tipis, huhuhu. What? Iya, nggak kerasa ya, sudah mendekati hari-hari terakhir belajar nyetir. Ini sudah hari ke-11, artinya waktu belajar tinggal besok. Hiks. Rasanya aku belum siap untuk berpisah ma Gilang, eh, maksudku belum siap mengemudi tanpa instruktur.

"Hari ini kita belajar parkir, ya."
Suara Gilang membuyarkan sedikit lamunanku. Sedikit aja ngelamunnya, kan lagi nyetir.
"Okay," jawabku singkat.

"Kita langsung ke PKOR saja."
"Siap!"
Kuarahkan mobil menuju lapangan PKOR.

"Oiya, kemaren kata Pak Widi, aku ditawarin kalau perlu ambil paket yang pakai mobil sendiri untuk ngelancarin. Aku baru tahu ada paket itu. Aku juga baru tahu lho kalau ternyata belajar pakai mobil ini, kalau ada apa-apa ma mobilnya, tanggungjawab pihak Widi Mandiri. Trus kalau pakai mobil sendiri, baru tanggungjawab sendiri."
Sambil mengemudi, aku sedikit bercerita tentang terapi kedua kemarin.

"Ya, lebih tepatnya tanggungjawab instrukturnya sih, Mbak."
Jawaban Gilang barusan mengejutkanku.
"Haa? Tanggungjawab instruktur?"
"Iya. Kalau ada apa-apa ma mobilnya, ya potong gaji instruktur," lanjutnya kalem.

Luar biasa, hal semacam ini baru aku ketahui di pertemuan kesebelas! Bukan apa-apa, selama ini Gilang tampak rileks saja deh setiap aku membawa mobil, padahal kadang-kadang hampir nyerempet mobil orang, atau pagar, atau apalah. Kadang-kadang aku sendiri yg takut mobilnya lecet. Yah, maklum, aku masih kurang gapah memperkirakan jarak. Iyalah, namanya juga seumur-umur belum pernah bawa kendaraan apapun ke jalan.

Saking percayanya dia, jarang lho, aku dibantu diputarkan setir, misalnya. Biasanya, cuma sebatas instruksi mulut aja, lalu dia biarkan aku yg memegang kemudi sepenuhnya.

Finally, sampai juga kami di lapangan PKOR.
"Kita langsung ke tempat kemarin waktu belajar zig zag ya, masih ingat, kan?"
"Yang ke kanan itu kan, Dek?"
"Yup."

Tak lama mobil pun memasuki lapangan yang Gilang maksudkan. Aku diminta menghentikan mobil, menunggu dia mengeluarkan pembatas jalan untuk menandai tempat parkir. Itu loh, benda segitiga warna oranye-oranye gitu. Yang biasa ditaruh di jalan supaya gak bisa dilewatin kendaraan.

12 Hari di Balik Kemudi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang