Haa? Serius Ke Jalan?

134 6 2
                                    

"Nggak ada yang perlu ditakutkan, kok," nasihat sang instruktur pada muridnya yang sudah gemetaran.

***
Hari kedua. Seperti biasa aku sedang menunggu si instruktur di kantor Widi Mandiri Kedaton, tepat di depan Taman Makam Pahlawan. Sengaja, aku memang gak mau minta jemput. Soalnya bisa memotong waktu belajar nantinya.
Lebih baik aku menanti di depan si Mbak (siapa sih namanya).

Nah, itu dia, Gilang datang. Masih dengan senyumnya yang ramah lengkap dengan lesung pipi. Duh, kalau aku belum menikah, dijamin pasti aku udah naksir. Hohoho.
Sst, serius, Em! Inget umur! Eh, maksudnya inget, ini waktunya utk belajar. Hihihi.

Seperti hari pertama, dia membawa mobil ke lapangan PKOR. Tapi kali ini aku sudah lebih siap karena sudah menyempatkan diri nonton video YouTube Pak Widi.

"Eh, aku udah lihat videonya Pak Widi. Ternyata ... Banyak banget yaa."
"Iya, banyak, kan Bu. Kalau pakai kuota lumayan banget ya." Gilang tertawa.

Iya. Memang banyak banget videonya. Sampai sudah diselipi iklan juga. Wah. Mau duung channelku jadi beriklan. Masalahnya aku jarang nge-vlog, cuma sharing video smule-an. Lah, kok jadi bahas itu?

Sepanjang perjalanan, aku yang biasanya memperhatikan jalanan kiri kanan, kali ini memperhatikan sang instruktur di sebelahku. Bukan. Bukan merhatiin wajahnya yang mengingatkanku pada seseorang. Melainkan caranya membawa mobil.

Soft banget. Jarang nge-gas. Gak pernah ngejut kalau berhenti. Dan gak pernah pencet klakson. Catet.

"Daripada bikin kaget orang, terus panik, mending kita sabar nunggu, sekalipun dia yang salah. Atau kalau kita buru-buru, kedipin lampu aja."

Wah, luar biasa. Instruktur Pak Widi memang orang-orang pilihan dengan kesabaran tingkat Dewa.

Sudah di PKOR, sudah muter-muter, sudah bangga nih, ya, dalam hati sorak-sorak, "yeah! Aku bisa bawa mobil!", lalu tiba-tiba ....

"Nah, kan, udah bisa belok kiri. Sekarang belok kanan. Caranya tunggu sejajar bahu lalu puter kemudi ke kanan."

What? Aku setengah siap waktu mendengar instruksi Gilang. Akibatnya mesin mati.
"Sabar, hidupkan lagi."

Setelah berhasil ke kanan aku mengikuti instrusi beliau selanjutnya. Mobil masuk di sebuah jalan berpaving, berkelok-kelok.

"Kurang kiri, Bu. Kurang kanan, Bu."
Duh, masih kaku aja pegang setir, nih. Hiks.
"Maaf ya, aku memang sulit mengira-ngira jarak. Namanya juga nggak pernah bawa kendaraan," ujarku mencari pembenaran.

"Okay, sekarang ke luar. Lurus terus."
Aku menuruti instruksi Gilang.

Saat gerbang PKOR sudah tampak, aku bertanya, "terus ke mana?"
"Ya sudah, kita ke jalan."

Whaaattt? Ini seriusan suruh aku bawa mobil ke jalan?

"Ayo, Bu. Gas-nya mana? Kalau di jalan, pasti perlu gas!"
Gak liat ya aku dah grogi banget gini.

"Ini, seriusan aku bawa ke jalan?"
"Iya. Bawa-lah. Gilang percaya kok kalau Ibu pasti bisa."
Bisa kurasakan peluh mengucur dari pelipis, bahkan tanganku yang sedang memegang kemudi pun berkeringat.

"Ayo, Bu. Naik fly over. Gas-nya. Tanjakan ini."

Mampus! Seumur-umur gak pernah bawa kendaraan ke jalan udah langsung di-shock therapy gini.

"Turunan, rem-nya diatur."
Hadeuuhhh.
"Ini kita mau jalan ke mana?"
"Lurus aja, Bu. Kita ke Bakau!"

What? Lelaki di samping kiriku tertawa. Sialan, ngerjain emak-emak, ni orang. You know, yang dia maksud Bakau tu pelabuhan Bakauheni, yang bisa mengantar kita menyebrang Selat Sunda sana sampai ke pulau Jawa. Ya berkilo-kilo dari sini lah jaraknya, busyeet!

"Kalau instruktur yang lain pasti belum nyuruh Ibu ke jalan. Tapi Gilang percaya sama Ibu." Kata-kata itu seharusnya menenangkanku, tapi untuk saat ini: tidak.

Masih kurasakan jantungku bertalu-talu tak berkesudahan. Bahkan setelah beberapa menit berkendara di jalan.

"Nah, sudah, minggir di bawah pohon besar itu Bu."

Aku ikuti instruksi beliau sambil menarik napas, lalu ....
"Huwaaaaaa!" Aku lampiaskan gundah, setengah berteriak. Napasku terengah-engah, setelah menaikkan rem tangan.

"Gimana, Bu? Rasanya luar biasa kan?"
Aku sampai kehilangan kata-kata.

"Tapi luar biasa lho, itu sudah bisa bawa ke jalan. Kalau cuma di PKOR aja kan Ibu memang sudah bisa. Tapi katanya belum bisa memperkirakan jarak, ya ke jalan caranya."

Bagoos! Gak pake bilang-bilang dulu lagi.

But, I know he's right.
Akhirnya aku merasakan kelegaan yang luar biasa. Setelah ini aku bisa memberikan laporan perkembangan belajar yang memuaskan pada suamiku yang bunyinya: "Istrimu sudah bisa bawa mobil ke jalan!"

"Ya sudah, kayaknya Ibu sudah capek. Sini gantian. Biar Gilang yang turun, Ibu nyebrang aja."

Fiuhh. Lega. Akhirnya gantian bawa. So, this is it. My very very first experience bawa mobil ke jalan.

Instrukturku turun dari sisi kiri lalu masuk melalui pintu sebelah kanan, sementara aku sudah pindah duduk di sisi penumpang, tempatku biasa berada.

Ketika Gilang sudah siap duduk di balik kemudi aku meliriknya sambil tersenyum. Aku tahu, aku tahu, dia mengingatkanku pada siapa. Tapi mungkin aku tidak perlu menyampaikan ini. Bukan hal yang penting kok, pikirku saat itu.

"Okay, mau diantar ke RS lagi?"
"Nggak usah, ke rumahku aja."
Aku memberitahu arah ke rumah dan kembali menyebut Alhamdulillah dalam hati.

12 Hari di Balik Kemudi (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang