6.CLUE

40 3 0
                                    

Lai meremas bungkus kertas permen karetnya dan melemparkannya ke sembarang arah.

Kali ini Lai fokus pada karakter miliknya yang tengah dikepung sekelompok zombie. Bermain game adalah salah satu cara ampuh untuk menjaga pikiranya tetap rasional.

Jangan salahkan Lai hingga sampai stress begini, kalau saja bukan karena Mack-.
.
.

*Tiga jam sebelumnya*

-(Lai POV)-

Dugh!

Aku mencebik, menatap sebal makhluk ceroboh di depanku. Memang tidak seberapa sakit, tapi hampir saja aku terjengkang dengan tidak elit di rumput yang basah.

Pasalnya saat sedang membenahi tali sepatu, makhluk ini entah datang darimana dan menubrukkan kakinya padaku. sialan.

Yeah, mana kutahu kalau dia tengah berjalan melintasi halaman belakang tepat kearahku. Apalagi dengan pakaian serba hitam, sama sepertiku.

Tanganku langsung mencengkram kelepak jaketnya,

"Apa urusanmu disini? "

Wajah ditutupi masker dan hoodie, ditambah tertangkap basah mengendap-endap di halaman belakang. Aku sudah mencoret 'tamu' didaftar kemungkinan.

Dia tak kunjung buka suara, hanya diam seperti patung.

Dia baru bergerak saat tanganku mengarah ke maskernya. Dia berkelit menjauh, menangkap pergelangan tanganku.

Mau bermain, hm?

Aku menyentak tanganku sekuat tenaga, sudah ku kira pria ini cukup kuat. Pegangannya tidak terlepas, tapi dia ikut tertarik. Tanganku yang lain meraih lehernya, karena mencoba menghindar dia melepas tangan kananku.

Kesalahan besar.

Sepersekian detik kemudian dia kembali diam. Tak lain karena benda tipis yang kini menempel di lehernya. Bukan kebiasaanku menggunakan senjata saat lawanku bertangan kosong, tapi saat ini aku harus segera tau tujuan pria ini menyusup ke mansion ini. Aku sengaja menempelkan sisi belati yang tumpul, karena niatku memang cuma menggertak.

Pria itu lebih tinggi dariku, padahal aku tidak pendek.

"Bicara, " titahku.

Dia bergeming. Wah, benar-benar cari mati.

"Nona, lepaskan dia "

Mack berseru sembari berjalan cepat dari kegelapan. Aku melepas telikunganku, menunggu penjelasan.

"Dia bukan siapa-siapa, " tutur Mack.

"Cuma kurir dari informan-ku"

Aku menatap mereka berdua, masih sangsi. Kalian tidak berharap aku percaya begitu saja kan?.

"Dia tidak berbahaya, daripada itu lebih baik nona melihat ini, " lanjut Mack saat menyadari tatapan yang kulayangkan.

Sebuah map cokelat.

"Apa ini?, " tanyaku ketus.

Mack melirik si hoodie hitam, seolah memberi kode. Si hoodie hitam mengangguk lalu berbalik menjauh. Seolah tidak ada seseorang yang berusaha menggorok lehernya barusan.

Mack mengajakku kembali ke dalam. Ketika sampai di ruang kerjanya, aku langsung menjatuhkan diri ke sofa tunggal disamping monitor CCTV.

"Mau minum?, " tawar Mack.

FALLACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang