"Oke, tunggu sebentar" Lai melacak lokasi Aria.
"Aku akan tiba disana beberapa menit lagi, jangan kemana-mana. Oke?" Lai mempertahankan nada tenangnya mati-matian, sampai Aria mengiyakan.
Lai menerjang lemari, menarik acak jaket, dan menendang lepas celana kolornya. Lai masih punya kesadaran diri untuk membasuh wajah di wastafel, saat tergesa mengikat tali sepatu Lai teringat kalau satu-satunya mobil disini dibawa Grayson. Ia berpikir cepat, memutuskan taksi atau penyewaan mobil kurang efektif disaat kritis seperti ini.
Sebuah bohlam imajiner muncul diatas kepalanya begitu memikirkan gagasan cemerlang, Lai melangkah lebar ke garasi. Ia hampir berseru bangga begitu menemukan mangsanya menunggu. Si alien pasti tak keberatan jika aku, 'meminjam' pacarnya, kan?. Lai menyingkap kain hitam yang menutupi sang monster.
"Whoa... Kupuji Grayson karena merawatmu dengan baik," Lai mengelus tanki mengkilat motor hitam besar didepannya. Konon, Grayson sendiri-lah yang merakitnya dan sangat mewanti-wanti Lai supaya tak mendekat. Dia suka memamerkannya, tapi tak pernah memperbolehkan gadis itu menaikinya.
"Panther-ku pasti akan kembali dalam keadaan termutilasi!"
Tak berhenti sampai situ, ia juga menjelaskan kenapa kendaraan bodi baja sangat cocok Lai kendarai daripada motor estetik miliknya. Grayson pun mendapat hadiah sebelah sepatu yang mendarat di wajah dengan telak.
Motor itu meraung garang saat dinyalakan, Lai tertawa bahagia lalu memutar gas sampai melejit keluar dari garasi. Tepat saat Lai meluncur keluar dari jalan masuk, porsche hitam memperlambat laju dan berhenti saat Lai melesat melewati mereka.
"Sialan kau Lai Clifford! Kembalikan Panther-ku!!!" Grayson menyembulkan kepalanya dari jendela. Merasa hampa begitu Lai menoleh memberi hormat diatas helm dengan dua jari kemudian menghilang, ia mengerang. Grayson berdoa semoga Lai mengembalikan Panther-nya secara utuh. Ia kembali duduk dengan lesu, melanjutkan tugasnya sebagai sopir dadakan.
.
.
.
.Lai benar-benar kerasukan. Ia menyalip kepadatan lalu lintas tanpa kesulitan, keluar-masuk diantara kendaraan sampai dihujani klakson dan makian marah para pengguna jalan yang masih waras.
Ia mulai mengurangi kecepatan begitu mendekati titik Aria, Lai menatap bingung bangunan 15 meter didepan.
Rumah sakit?
Iris kelabu menyipit, memindai kerumunan yang hilir mudik mengangkut orang dari ambulans yang berdatangan. Lai membuka kaca helm, berpikir jernih.
Tuhan... Jangan Aria...
Lai berbisik, mengingkari perasaan cemas yang mencengkram perutnya, memberi sensasi mual.
"Lai!" sontak menoleh, Lai menemukan Aria disebrang jalan. Bukan di rumah sakit, bukan dalam ambulans. Lai mengijinkan dirinya menghembus lega sebelum melaju mendekati Aria. Ban berdecit menggesek aspal begitu Lai mengerem kuat-kuat. Lai turun, melepas helm, Aria langsung menubruknya sesenggukkan.
Mustahil memahami kata-kata Aria yang kacau balau. Lai mengelus surai gelap Aria, mencoba terdengar tenang saat membujuknya berhenti menangis dan menayakan keberadaan Jay.
Aria mengangis lagi, gadis itu bicara dengan suara tersendat.
"A-aku tak tau... Dia d-disana Lai... A-aku hampir me-menembaknya! Hiks... Aku hampir me-membunuh k-kakakku sendiri!"
Beberapa orang mulai memperhatikan mereka, Lai tercenung. Ia mengusap mata Aria, kemudian melirik sekeliling.
"Ayo menjauh dari sini dulu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLACY
Action"Tidak seperti yang kau lihat, tak seperti yang kau kira pula. Karena di dunia ini, tidak ada yang termaafkan ataupun terlupakan." *** Sang ayah terbunuh dalam insiden kecelakaan kapal. Lai Clifford bertanya-tanya, apakah 'kecelakaan' ini memang dir...