10. NEW STAGE

26 4 0
                                    

Tak pernah ku kira hidup bisa sehampa ini. Berdiri di tengah-tengah orang yang kukenal, tapi terasing. Seolah aku adalah orang palsu diantara mereka semua.

***

Angin mendesir, menyerukan suara duka dalam kerumunan hitam-hitam. Netra kelabu itu berpendar sewarna dengan langit kini.

Lai bergeming ketika satu persatu orang mulai membubarkan diri, bersamaan dengan langit yang mulai menitikkan airnya.

'Deja vu'

Bukankah ini semua adalah pengulangan?, refleksi dari peristiwa terpahit yang pernah dialaminya. Tenggelam dalam perasaan kosong, ia hanya berharap kekosongan itu mewakili dirinya yang kini tak memiliki apapun untuk direnggut.

Hujan menimpa dirinya, rinai beku tak jua menggoyahkan kakinya yang tetap berdiri tegak. Memandangi nisan hitam berukir. Sebuah payung menaunginya, Lai merasakan hantaman memori yang masih segar. Jelas, itu bukan Mack. Pria itu tidak ada disini.

"Jika kau memutuskan ikut menyusul Mack ke rumah sakit. Carilah cara lain, tumbang di pemakaman itu tidak elit"

"Pergi,"

Jay menghela napas untuk kesekian kali. Lagi-lagi anak sok tangguh ini berkeras menghadapi semuanya seorang diri.

"Dia mati karena aku, keparat-keparat itu mengincarku—"

"Berhenti mendramatisir Lai,"

Lai menoleh kebelakang, memaku Jay ditempat. "Peluru itu ditujukan padaku, sebelum mereka merubah rencananya,"

Dengan gusar Lai menunjukkan layar ponsel yang menampilkan sebuah pesan pendek. Manik Jay membulat.

Yesterday 11.47PM
-Rye-

Kuharap mereka mau memakan umpannya.

"Pesan ini dikirim 5 menit sebelum Rye tertembak. Dia tau pasti kami sedang diikuti," Lai mengalihkan tatapannya kembali ke nisan. Tidak mampu mengakui bisa begitu ceroboh hingga nyawa seseorang melayang.

Jay tidak mengira Rye sanggup melangkah sejauh itu, bahkan ketika dirinya sadar tidak ada jalan kembali. Permainan macam apa yang tengah Lai hadapi?, bukankah ayahnya adalah buruan yang besar?. Apa pengaruhnya si anak mati atau hidup?. Bukankah ini lebih tampak seperti dendam pribadi?, dosa apa yang dilakukan Derrel Clifford sampai-sampai anaknya pun harus menanggung karmanya?.

Jay menatap sosok Lai yang mematung kehilangan cahaya. Sesuatu yang belum terselesaikan pada masanya mungkin adalah akar dari kekacauan ini.

"Saatnya pergi, nona"

Keduanya menoleh melihat sosok yang baru bergabung itu. Dengan payung bening ditangan serta sebagian wajahnya tersembunyi dibalik hoodie. Jay mengernyit, merasa ada sesuatu yang familiar dari pria asing ini.

"Aku pergi," pamit Lai seraya melangkah melewati Jay.

"Bodoh,"

Lai hanya tersenyum masam. "Jauhi saja aku, oke?"

Jay memperhatikan sampai punggung Lai menghilang ditelan rinai yang semakin deras.

"Baiklah, jika itu maumu. Selamat tinggal" lirihnya sembari ikut berjalan menjauhi nisan.

FALLACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang