19. CRITICAL

10 1 0
                                    

Duduk tegak, Lai menyapu sekeliling dengan sekali lihat. Matras biru, barbel, treadmill, dan samsak menyedihkan di sudut.

"Lai?"

Kini fokusnya mendarat pada pria beraut oriental yang membawa nampan.

Lai merasakan seluruh tubuhnya ngilu. Sakit disana sini. Perlahan ia meraba bibir, rambut dan terakhir tangan kanan dibalut sarung hitam. Ia menunduk, selagi Jay mendekat duduk disebelahnya dan meletakkan nampan. Sial, begitu aromanya terendus perut Lai langsung bereaksi dan membuat si gadis semakin malu dan marah pada diri sendiri.

Mata kelabu Lai memperhatikan tangannya yang buruk rupa telah tersembunyi rapi dibalik sarung tangan hitam. Gadis itu menatap nampan yang disodorkan padanya.

"Kau mau menatapnya seharian atau kau mulai makan dan akan kuberi tau sesuatu," Jay meneleng sambil mencibir.

Akhirnya dengan dengus kasar, Lai menyerah dan mulai menggeser nampan mendekat. Jay tersenyum samar saat melihat kecanggungan Lai mencelupkan sendok ke sup tomatnya, tanpa mendongak bibir kering Lai bertanya datar,

"Kau sendiri?"

Jay mengangkat bahu terhibur, "Aku baru makan beberapa saat lalu,"

Memutuskan agar Lai makan lebih nyaman, Jay berjalan menuju mesin snack dibalik rak handuk.

"Grayson pergi ke bandara," katanya ringan saat membungkuk mengambil beberapa bungkus cokelat.

Roti yang setengah jalan ke mulut berhenti, sebelah alis melengkung dengan mulut yang mengerucut.

"Ketika kau masih— err... Tidur tadi, Mack menghubunginya."

Dada Lai mengembang, satu ikatan sesak didalam lepas tanpa disadari. Matanya berbinar meskipun dia berusaha menahan perasaan yang meluap. Lai berdehem, kemudian melanjutkan menggigit roti untuk menyembunyikan seringai. Lai menutup makan malamnya dengan sebotol air, meski sudah dipaksa Jay untuk menghabiskan susu hangat yang dibuat pria itu. Jay melempar sebungkus cokelat kemudian mengomel kecil sambil membawa nampan keluar gym. Lai berdiri, setelah perutnya terisi dan otaknya perlahan memasuki mode waras, gadis itu baru menyadari betapa kotor dan lusuh penampilannya. Tank-top keabuan Lai sudah basah seluruhnya dan melekat di punggung. Keadaan yang sama berlaku pada celana pendeknya, tubuhnya bau keringat dan rambut cepaknya lepek.

Sial. Lagi-lagi rasa panas menjalar dari pipi ke telinganya. Lai menahan diri agar tak menggantung lehernya ke gantungan samsak dan mengutuk kemunculan kepala Jay diambang pintu. Ia pasti sudah kehilangan separuh harga dirinya gara-gara hilang kendali di depan sobatnya dan si alien.

"Aku harus pulang ke Aria. Kau sudah baikan? Kalau mau, aku akan kembali nanti bersama Aria,"

"Ya, oke. Aku baik-baik saja. Pulanglah... " usir Lai mengibaskan sebelah tangan, ia menggosok tengkuk dan mengalihkan pandang.

"Trims.. "

Suara Lai yang lirih dan gadis itu berusaha menahan diri melengkungkan bibir Jay sebelum memacu mobil pergi.

Lai mengacak rambutnya kemudian melangkah ke kamar mandi.

.
.
.

Disaat yang sama...

Jayden apartement
19.45

"Itsukara watashi konna fuu ni~
Gaman tsuyoku narete itan darou
Kodomo no koro kara nakimushi datte
Baka ni sareta no ni~"

Aria terus bernyanyi sambil menyatukan tangkai mawar dalam vas kristal. Jemarinya sesekali membelai kelopak merah yang bak satin, nyanyiannya terhenti. Aria lupa kelanjutan liriknya, bibirnya mengerucut kesal. Tapi detik selanjutnya dia menghela napas kalah, Aria meraih ponselnya memasang headphone lalu memejam damai.  Ia menyukai gagasan bahwa musik memberi kedamaian rapuh, dengan sederhana bisa membuatnya stabil.

FALLACYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang