09

807 156 56
                                    

Meski awalnya begitu gugup dan takut, Daehwi bisa bernafas lega ketika nenek dari Jinyoung menyambut kedatangannya dengan tangan terbuka. Ia merasa menyesal sempat berpikiran buruk tentang nenek Jinyoung akan takut merendahkan kekurangannya. Namun ternyata nenek Jinyoung begitu baik dan terus membuat Daehwi tertawa karena bercerita tentang masa kecil Jinyoung.

"Oh ya, waktu dia pindah ke Amerika juga Jinyoung sering banget telpon nenek. Apalagi katanya dia dapat sahabat pena. Jinyoung itu anaknya susah bergaul, makanya nenek seneng banget waktu pertama kali dia ceritain sahabat pena nya dengan semangat." Sang nenek masih terus bercerita.

Daehwi yang setia mendengarkan hanya tersenyum. Segelintir rasa bersalah menelusup direlung hatinya mengingat sekarang ia sedang membohongi Jinyoung.

"Dia bilang Daehwi cantik. Tapi hari berikutnya dia nangis dan bilang kalo dia bikin Daehwi marah karena ngira kamu itu perempuan." Sang nenek tertawa.

Lagi, Daehwi hanya tersenyum tidak tertawa lepas seperti sebelumnya semenjak obrolan ini masuk ke pembahasan mengenai masa lalu mereka.

"Katanya dia nulis kata maaf banyak banget di surat balasan."

Iya, Daehwi tentu saja mengingat dengan jelas surat balasan yang ia dapatkan. Dua lembar surat itu sebagian besar berisikan kata maaf dan meminta Daehwi agar tidak marah padanya. Jinyoung kecil bilang masih ingin berbalas surat dengan Daehwi.

Semua surat dan surel dari Jinyoung masih Daehwi simpan dengan sangat rapi hingga sekarang. Ia mengingat seluruh pesan yang diberikan oleh Jinyoung karena hampir setiap hari ia membaca ulang semua pesan itu. Setiap malam Daehwi membacanya, sampai akhirnya ia sudah tidak bisa membaca surat surat itu lagi sekarang.

"Tulisan kak Jinyoung lucu, tapi kak Jinyoung orang pertama yang ngajarin aku hangul. Dia bahkan ngebenerin penulisan nama hangul aku yang salah. Dari sejak itu aku yakin, kak Jinyoung orang yang baik." Ucap Daehwi bercerita.

Ia tidak perlu khawatir Jinyoung mendengarnya karena beberapa menit yang lalu pria itu izin keluar untuk menemui dokter. Daehwi merasa lega karena sang nenek mulai membahas masa kecil mereka ketika Jinyoung keluar dari ruang rawat.

"Nak Daehwi." Nenek Jinyoung menggenggam tangan Daehwi erat membuat Daehwi sedikit tersentak.

"Dari sejak kecil Jinyoung gak pernah ceritain siapapun selain kamu. Jinyoung sulit punya temen karena kepribadiannya yang pendiam dan dingin. Dia itu cucu kesayangan nenek, makanya nenek seneng banget pas tau dia punya temen di Amerika walaupun cuma lewat surat." Sang nenek berhenti sejenak. Meremas tangan Daehwi pelan.

Bisa Daehwi rasakan bagaimana tangan wanita yang berumur tujuh puluhan itu gemetar.

"Denger gimana antusias nya dia ceritain kamu, nenek mulai yakin kalo kamu salah satu sumber kebahagiaan buat Jinyoung. Jadi.. nenek minta sama kamu, tolong bahagiain Jinyoung dan tolong jangan sakitin hati cucu nenek. Jinyoung itu sensitif, sekali kecewa sama orang dia bakal sulit buat nerima orang itu lagi. Ini permintaan pertama dan terakhir nenek ke kamu sebelum nenek meninggal."

Kata-kata itu sungguh menusuk tepat di hati Daehwi. Apa yang nenek Jinyoung ucapan tadi sedang Daehwi lakukan sekarang. Menyakiti dan mengecewakan Jinyoung.

Tangan yang berada dalam genggaman itu ia lepaskan perlahan-lahan. Daehwi menaruh kembali tangannya diatas kedua pahanya sembari meremasnya kuat. Rasa bersalah semakin melingkupi dirinya.

Andaikan ia tau resiko berbohong akan seperti ini. Sedari awal mungkin Daehwi lebih memilih untuk tidak bertemu dengan Jinyoung dan hanya membiarkan mereka berbicara lewat surat.

Ia takut.. ia tidak mau Jinyoung membencinya karena sudah membohonginya.

"Loh, kenapa jadi sepi ? Padahal tadi rame banget ketawa-ketawa." Jinyoung yang baru kembali memecahkan keheningan yang tiba-tiba mendominasi ruangan itu.

I Wanna See You [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang