Part 15 [The Regretness]

1.9K 203 64
                                    

Happy Reading!! :)





Suatu kewajaran yang sangat masuk akal ketika kau memilih menghilang daripada ada namun berasa tiada, sisa cinta takkan habis ketika cinta itu telah bersyarat!

Aku baru bisa merasakan kehadiranmu saat kau telah benar-benar menghilang dariku, di sini kekuatan energy gelombang lautmu begitu besar menggulung rasa yang selama ini bersembunyi.








. . .








Mata itu masih terus mengikuti arah terbangnya pesawat yang membawa sebagian dari cintanya. Hatinya sakit dan sedih menerima kepergian pria itu, tapi saat dia menoleh dan menatap kedua orang tuanya yang tersenyum padanya, membuatnya berpikir kalau keinginannya bukanlah sepenuhnya kesalahan.

"Eunha-ya, ayo kita pulang!" dia mengangguk dan tersenyum menyetujui ajakan sang Ibu. Ah, atau itu Ibu dari kekasihnya. Ah, apa mereka masih bisa disebut sepasang kekasih? Sebuah ikatan yang menyenangkan jika dilihat dari luar, tapi menimbulkan luka yang lain jika dilihat semakin ke dalam.


. . .

Eunha gelisah, dia merasakan sesuatu yang terasa mengganjal dihatinya. Jauh disudut hati kecilnya dia tahu kalau dia merasakan kehilangan akan sesuatu, tapi dia menyangkal perasaan itu dan lebih memilih untuk menepis semua kegelisahannya. Tapi tetap saja, dia jadi merasa ada yang mengganjal.

"Jungkookie-oppa.." gumamnya lirih. Selanjutnya dia berdiri dan keluar dari kamarnya. Melangkah menuju kamar kakaknya yang sudah kosong selama seminggu. Dia terdiam didepan pintu itu seperti malam itu. Dia tahu kalau kali ini tidak akan ada yang membuka pintu itu. Jadi, setelah yakin, dengan perlahan dia membuka pintu itu lalu melangkah masuk.

Suasana kamar itu sunyi dan beberapa barang disana masih tersusun dengan rapi. Matanya tertuju pada foto pria yang terpajang diatas kepala ranjang. Tersenyum ceria dengan sorot mata tanpa beban. Membuatnya ikut tersenyum.

Tapi semakin lama dia menatap foto itu, perasaannya menjadi semakin sakit. dia menggeleng dan berusaha mengalihkan pandangannya. Dia berjalan dan mendudukan dirinya diranjang, ditempat yang sama dia duduk malam itu. matanya tertuju pada pangkuannya yang kosong. Dia ingat, sang pria berbaring dipangkuan itu dan tertidur layaknya anak kecil dan saat pelukan terakhirnya minggu lalu.

Yah, seminggu yang lalu, dan esoknya. Pria itu mengatakan pada semuanya jika dia akan pergi ke London. Tak menunggu apapun, dia pergi hanya setelah empat jam mengatakan hal itu pada seluruh keluarga.

"Hah,, haruskah sejauh itu..? tidakkah banyak tempat lain di Korea? Kenapa harus keluar dari Negara ini Oppa? Kenapa harus pergi sejauh itu dariku…" dia bergumam pelan dengan pandangan kosong menatap keseluruhan isi kamar sang kakak.

Matanya masih mematri setiap detail dari kamar kakaknya. Dia sangat jarang masuk ke kamar itu. Dulu, dia bahkan tidak berani jika harus lama menatap sang kakak karena sikap Jungkook yang dingin. Disaat semua sudah membaik, mereka ada di Seoul. Jika dipikir, mungkin minggu lalu adalah pertama kalinya dia memasuki kamar kakaknya itu sejak beberapa tahun yang lalu.

Kamar Jungkook cukup rapi untuk ukuran laki-laki. Dia menoleh menatap laci disamping ranjang. Perlahan dia membukanya dan melihat beberapa buku, alat tulis, lem, dan peralatan lainnya tersimpan disana. Dia mengernyit saat melihat sebuah dompet disana, tidak mungkin kalau kakaknya tidak membawa dompet bukan?

Dia mengambilnya, dompet kulit berwarna dark brown dengan tampilan sederhana tapi tetap terkesan elegan. Dia tersenyum mengetahui selera kakaknya. Dia membukanya dan hal pertama yang dia lihat dalam dompet itu adalah foto dua orang anak kecil yang tersenyum ceria.

Love and Lust {EUNKOOK} - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang