melihat kekasihnya berjalan dengan perempuan lain membuat hati Tenten hancur dan trauma dengan laki-laki, namun apa jadinya jika ia terpaksa menikah karena perjodohan yang dilakulan ibu angkatnya?!
"Bagaimana keadaan mereka Tsunade?" Pria berambut perak berbadan kekar itu langsung menyerbu seorang dokter wanita bernama Tsunade setelah ia keluar dari ruang operasi.
"Aku sudah berusaha, tapi Tuhan berkehendak lain" Tsunade memijit pangkal hidungnya sebentar kemudian melirik gadis kecil berusia 4 tahun yang sedang duduk di kursi tunggu, matanya menatap kosong ke depan dan tubuhnya penuh luka dan jejak obat yang baru saja di poles ke lukanya.
Tsunade menghampiri gadis kecil itu, menatapnya iba dan membawanya dalam gendongannya, anak sekecil itu kehilangan ayah dan ibunya dalam waktu bersamaan. Sungguh kasihan.
"Kau tidak perlu khawatir Tsunade, aku akan membawanya besamaku dan merawatnya mulai sekarang" pria berambut perak itu menghampiri Tsunade yang sedang menggendong gadis kecil bercepol dua bernama Tenten, awalnya Tenten tidak menangis, namun kemudian ia terisak dan menangis keras layaknya anak normal lainnya. Tsunade berusaha menenangkannya, namun air matanya juga mulai jatuh melihat Tenten menangis.
"Tidak Jiraiya, aku yang akan merawatnya, kau akan sibuk dengan pekerjaanmu, jadi biarkan aku saja yang merawatnya" Tsunade menepuk nepuk Tenten kecil agar tangisannya reda.
"Baiklah, aku akan sering-sering mengunjungi kalian"
Tenten kecil diadopsi oleh dokter Tsunade. Awalnya Tenten sering menangis, namun setelah seminggu tinggal dengan Tsunade, ia mulai merasa nyaman dan mudah tertawa, ia kembali menjadi dirinya saat masih bersama kedua orang tuanya.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tenten berjalan terhuyung memasuki rumahnya sambil memegang kepalanya, ia merasa kepalanya sakit setelah ia pulang dari kantor.
"ahh, kepalaku" Tenten berjalan ke arah tangga yang menuju kamarnya, namun sebelum ia berpijak ke satu anak tangga, ia terjatuh, dan terkulai lemah. Pelayannya yang mendengar suara keras seperti benda jatuh berlari ke arah sumber suara dan mendapati majikannya terkulai di lantai. Ia panik, namun tak berapa lama ponsel Tenten berbunyi, pelayannya yang sedang panik mengangkat tlpon tersebut dan langsung berteriak bahwa Tenten pingsan.
Neji mengangkat mengangkat Tenten dengan hati-hati dan membawanya ke ranjang. Neji mengecek suhu badan Tenten, "demam parah" gumamnya, awalnya Neji berencana membawa calon istrinya itu ke rumah sakit, namun Tenten tiba-tiba terbangun dan merengek agar tidak di bawa ke rumah sakit. Awalnya Neji sempat marah dan tidak mau mendengar rengekan Tenten, namun Tenten mulai menangis, dan pada akhirnya Neji mengalah.
"Bawakan air hangat dan handuk, aku akan mengopresnya" Neji memerintahkan pelayan Tenten. Setelah air dan handuk kecil itu sampai Neji langsung mengompres Tenten, berharap demamnya cepat turun. Sang pelayan keluar dari kamar meninggalkan Neji dan Tenten. Neji mengelus rambut Tenten yang sedang tertidur.
"Kau sakit, dan ibumu tidak bisa pulang karna harus menyelamatkan nyawa orang lain, apa kau sering mengalami hal ini?" Neji berbicara pada Tenten yang sedang tidur, tentu saja tidak ada jawaban. Neji mencium tangan Tenten dan mengecup keningnya, kemudian berbaring di samping Tenten sambil memeluknya, ia tau Tenten mungkin akan marah saat bangun besok karna menemukan Neji tidur di sampingnya, namun ia tetap ingin seperti ini lebih lama lagi. Neji mengeratkan pelukannya, ia merasa tubuhnya seperti terbakar karna suhu tubuh Tenten terlalu tinggi, Neji hanya bisa berharap gadis yang ada di pelukannya itu cepat sehat dan kembali bersemangat seperti dulu.