CHAPTER 2 - Old 'High Seraphim'

68 8 2
                                    

          Pria itu membawa Agatha pergi melintasi ruang dan waktu. Perempuan itu bisa melihat waktu berjalan dengan cepat kebelakang, sembari dia bergerak ke arah sebuah kebun Apel. Ketika tubuhnya bergerak dengan cepat ke depan, dia bisa melihat sekitarnya berjalan mundur melewati waktu ke belakang.

"Apa yang terjadi? Di mana aku?" Tanya Agatha dengan bingung bercampur panik ketika keduanya tiba.

Setelah perjalanan yang singkat, Agatha bersama dengan pria itu akhirnya tiba di tengah sebuah kebun apel. Kebun itu sangat hijau dengan butiran-butiran merah berkilau terlihat dari kejauhan. Pohon-pohonnya rimbun dan indah. Burung burung terlihat riang menghinggapi tiap ranting yang dilewati, begitu juga kicauannya yang merdu bagaikan nyanyian bidadari. Udara yang sejuk dan agak dingin membuat perut berbunyi hendak merasakan nikmatnya buah-buah apel yang bergelantungan di tiap ranting pohon dan bergulingan di dekat akar besar pohon-pohon itu.

Alasan mereka datang ke kebun itu adalah untuk mencari buah yang dimakan Agatha sewaktu ia di supermarket. Pria itu bermaksud untuk mencegah buah itu sampai ke supermarket dengan mengambilnya terlebih dahulu dari masa lalu.

"Ini adalah tempat buah itu jatuh. Beberapa hari dari tempat asalmu tadi, namun masih di Jepang. Aku bisa merasakan sedikit aura buah itu di sini. Aku yakin, jika kita berhasil mengambil buah itu, kita bisa mencegahmu memakannya di supermarket," jawab pria itu.

"Bagaimana kau melakukannya?" Tanya Agatha.

"Apa?"

"Bagaimana kau bisa membawaku ke sini? Aku yakin, yang tadi itu waktu berjalan mundur," Agatha menegaskan pertanyaannya.

"Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya. Ayo, bantu aku mencari buah yang kau makan itu. Aku yakin ada di sekitar sini."

"Huh, baiklah," Agatha menurut.

Berjam-jam mereka menggeledah kebun itu, tetapi tidak mendapat apapun selain buah-buah Apel yang matang.

"Aku yakin merasakan auranya di sekitar sini," kata pria itu.

"Sejak tadi kau terus menyinggung 'aura buah itu'. Apa maksudmu?" Agatha masih bingung dengan situasi yang dihadapinya.

"Buah Pohon Seirei. Aku harus mencarinya dan kembali ke langit," jawab pria itu.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu, tapi kelihatannya kau butuh bantuan. Aku akan terus membantumu mencari buah itu."

"Terima kasih, Agatha," pria itu tidak menyangka bahwa Agatha akan menjadi sebaik ini.

Mereka telah menghabiskan waktu mereka berjam-jam mencari buah itu. Agatha ingat betul bagaimana rupa buah yang dimakannya itu.

"Aneh. Seharusnya buah itu ada di sini. Aku bahkan merasakan aura itu sangat kuat di titik ini," kata pria itu sambil menatap sebuah gerobak berisi banyak Apel.

Ketika sedang membongkar Apel-apel itu, dia terkejut melihat aura yang tidak pernah dilihatnya. Aura itu berbentuk seperti sebuah Apel, tetapi lebih besar. Ya, itu adalah aura Agathosune. Namun, tidak ada buah yang dilihatnya. Hanya aura yang perlahan-lahan memudar.

"Hei!! Apa yang kalian lakukan di sini?!" Teriak seorang wanita tua. Sepertinya dia adalah pemilik kebun apel itu.

"Hah?!" Agatha terkejut.

"Agatha, lari!!!" Pria itu berlari ke arah Agatha dan membawanya lari, keluar dari kebun itu.

"Huh... dasar, anak muda," kata wanita itu.

Setelah mereka keluar dari kebun Apel, pria itu tiba-tiba merasakan aura sesuatu yang lain, aura sesuatu yang bukan berasal dari bumi. Dia merasakan aura sesuatu yang berasal dari langit.

"Ayo, ikuti aku!" Perintah pria itu kepada Agatha.

Mereka mengikuti aura itu dan sampai di sebuah rumah tua.

Rumah tua yang terbuat dari kayu yang sudah lapuk itu ditinggali oleh seorang kakek yang saat itu sedang duduk di teras rumahnya sambil menikmati secangkir teh panas. Kakek itu tampak seperti seorang kakek biasa; botak di bagian atas kepala, dan rambut panjang tumbuh dari pinggiran kepalanya. Namun, pria itu bisa merasakan aura 'langit' dari tubuh kakek itu.

"Silahkan masuk," undang kakek itu dengan ramah.

"Ayo," Agatha mengajak pria yang kebingungan itu masuk.

Mereka menaiki sebuah tangga kayu yang berdecit lalu masuk ke dalam rumah itu.

"Silahkan duduk," kata kakek itu dengan ramah.

"Terima kasih," kata Agatha.

"Siapa kau?" Tanya pria itu
"Aku bisa merasakan-" lanjutnya, tetapi tiba-tiba terhenti setelah menyadari bahwa dirinya terlalu terburu-buru menyimpulkan aura itu.

"Kau tidak perlu terburu-buru, wahai Seraphim muda," kata kakek itu.

Kalimat kakek itu telah mengungkapkan, kenapa pria itu merasakan aura 'langit' pada tubuhnya.

"Aku bisa merasakan aura 'langit' dari tubuhmu. Siapa kau?" Tanya pria itu.

"Aku adalah seorang Seraphim, sama sepertimu," jawab kakek itu.
"Seorang Seraphim Tinggi, tepatnya," lanjutnya.

"Permisi, boleh aku bertanya?" Agatha meminta izin dengan sopan.

"Tentu," kata kakek itu yang merupakan seorang Seraphim Tinggi.

"Seraphim? Apa maksud kalian makhluk Surgawi dengan enam sayap? Aku mempelajarinya di sekolahku," tanya Agatha dengan jelas.

"Benar sekali," jawab kakek itu.

"Aku tidak percaya pada apa yang kudengar. Tetapi kau membawaku ke masa lalu. Kurasa aku bisa mempercayai kalian," kata Agatha.

"Apa kau tahu, kenapa kami datang ke sini?" Tanya pria itu.

"Coba kutebak. Buah Pohon Seirei."

"Benar." Seraphim itu terkagum dengan pengetahuan Seraphim Tinggi tua itu.

"Aku telah tinggal di bumi sejak berabad-abad yang lalu. Aku melihat buah Pohon Seirei jatuh jauh ke arah barat. Jatuh pada tahun 200-an," kata Seraphim Tinggi tua itu, menceritakan dengan singkat apa yang dilihatnya bertahun-tahun yang lalu.

"Baiklah. Terima kasih, tuan," kata pria itu, beranjak keluar,
"Tunggu. Kenapa kau tidak mengejar buah itu?" Lanjutnya dengan sebuah pertanyaan.

"Setelah cukup lama tinggal di bumi, aku sudah kehilangan kemampuanku," jawab kakek itu.

"Terima kasih banyak, kek," ucap Agatha sambil menunduk.

Pria itu merasakan aura yang berbeda pada Seraphim Tinggi tua itu. Dia merasakan aura yang berbeda dari Seraphim yang lain.

'Mungkin terlalu lama tinggal dibumi mengubah auranya,' pikirnya.

Sementara itu, di rumahnya, kakek itu menyimpan sesuatu yang berkilauan. Sesuatu yang mengingatkannya pada masa lalu. Senyum kecil terlukis di wajahnya yang keriput.

"Jauh ke arah barat? Mungkin maksudnya buah itu jatuh di Cina," kata Agatha.

"Cina? Baiklah, ayo kesana!" Kata pria itu dengan semangat.

Pria itu membawa Agatha terbang dengan melebarkan ketiga pasang sayapnya, melintasi ruang dan waktu. Lagi, Agatha melihat waktu berjalan kebelakang. Namun kali ini, jauh lebih cepat. Mereka terbang ke barat, ke daratan Cina. Tepatnya, mereka berhenti pada tahun 223. Dari atas, mereka melihat daratan Cina terbagi dalam 3 kerajaan.

"Zaman 3 kerajaan Cina!" Kata Agatha.

Follow Instagram: @chaostale

The Fruit of Seirei [COMPLETED]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang